Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum ayam broiler
Posted by Labels: pakan ternak, SAWIT, Seputar Pengolahan Sawit, Teknologi
Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum ayam broiler
Oleh: Astria Palinka
ABSTRAK
Ayam broiler merupakan jenis ayam penghasil daging yang unggul karena selain pertumbuhannya cepat dengan masa pemeliharaan yang relatif singkat juga memiliki daging yang empuk dengan kandungan gizi yang tinggi. Dewasa ini permintaan akan daging meningkat karena urbanisasi, perkembangan nutrisi dan penghasilan yang tinggi. Bobot badan ayam broiler sangat tergantung dari bahan pakan yang dikonsumsinya, sehingga dibutuhkan pakan yang berkualitas. Harga pakan yang cukup tinggi membuat peternak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan biaya ransum adalah dengan memanfaatkan sumber bahan pakan non kovensial seperti lumpur sawit. Namun karena nilai gizi lumpur sawit yang rendah maka dilakukan sentuhan tehnologi seperti fermentasi untuk meningkatkan nilai gizinya. Salah satu inokulum yang baik digunakan untuk fermentasi adalah kapang Aspergillus niger. Lumpur sawit fermentasi (LSF) dengan Aspergillus niger Mampu meningkatkan nilai protein kasar dan menurunkan kandungan serat kasar. selain itu penggunaan LSF dapat digunakan sampai taraf 10% tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan performans ayam pedaging.
I. PENDAHULUAN
Ransum merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Penyediaan ransum yang murah, tersedia dan baik kualitasnya serta tidak bersifat racun perlu dilakukan untuk menekan biaya produksi, dimana 60%-70% dari komponen biaya produksi adalah biaya ransum.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan biaya ransum adalah dengan memanfaatkan sumber bahan pakan non kovensial yang mempunyai nilai ekonomis rendah, tidak bersaing dengan manusia, serta tersedia secara terus menerus. Sumber bahan pakan yang dimaksud dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan limbah pertanian, salah satunya adalah limbah pabrik kelapa sawit.
Limbah kelapa sawit yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternate ternak unggas dan punya potensi yang besar adalah bungkil inti sawit dan Lumpur sawit, yang sampai saat ini limbah tersebut belum digunakan secara maksimal sebagai bahan pakan dalam ransum ternak.
Lumpur sawit (palm sludge) merupakan limbah pengolahan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), yang memungkinkan untuk dioptimalkan pemanfaatannya sebagai bahan pakan penyusun ransum unggas
Penggunaan Lumpur sawit sebagai bahan pakan ayam pedaging akan memberikan keuntungan ganda yaitu menambah variasi dann persediaan bahan baku ransum serta mengurangi pencemaran lingkungan, disamping dapat memberikan keuntungan lain dalam hal penekanan biaya ransum.
Penggunaan limbah di atas sebagai ransum ternak harus melalui penanganan dan pengolahan lebih lanjut atau perlu sentuhan tehnologi untuk meningkatkan nilai gizi nya, dikarenakan bahan limbah ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu serat kasar tinggi, kandungan protein dan kecernaan rendah (Zamora et al. 1989). Menurut Sinurat 1998 dalam Mirwandhono (2004), teknologi untuk meningkatkan mutu bahan pakan adalah dengan fermentasi.
Tehnik ini sudah dilaporkan dapat meningkatkan nilai gizi Lumpur sawit (Sinurat et al., 1998. Pasaribu et al, 1998). Secara umum semua produk akhir fermentasi biasanya mengandung senyawa yang lebih sederhana dan mudah dicerna daripada bahan asalnya sehingga dapat meningkatkan nilai gizinya (Purwadaria et al., 1995; Sinurat dkk., 1996; Supriyati dkk., 1998). Fermentasi juga berfungsi sebagai salah satu cara pengolahan dalam rangka pengawetan bahan dan cara untuk mengurangi bahkan menghilangkan zat racun yang dikandung suatu bahan. Berbagai jenis mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk mengkonversikan pati menjadi protein dengan penambahan nitrogen anorganik melalui fermentasi. Kapang yang sering digunakan dalam teknologi fermentasi antara lain Aspergillus niger.
A. niger merupakan salah satu jenis Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. Produk fermentasi ini mempunyai kandungan protein kasar dan protein sejati yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Lumpur sawit memiliki komposisi nutrisi yang setara dengan dedak padi.
Lumpur sawit mengandung protein kasar 13,3 %, lemak kasar 18,9%, serat kasar 16,3%, abu 12%, dan BETN 39,6% (Widyawati, 1991 dalam Mairizal dkk, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balitnak Ciawi diketahui bahwa proses fermentasi Lumpur sawit dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan nilai gizinya namun produk hasil fermentasi tersebut dalam aplikasinya hanya efektif digunakan sampai taraf 10% dalam ransum ( Sinurat dkk. 2001)
Berdasarkan pemikiran di atas, maka cukup beralasan untuk mengadakan kajian mengenai pemanfaatan Lumpur sawit terfermentasi dalam ransum untuk menunjang kinerja pertumbuhan ayam pedaging serta mendukung pengembangan perunggasan di Indonesia.
ABSTRAK
Ayam broiler merupakan jenis ayam penghasil daging yang unggul karena selain pertumbuhannya cepat dengan masa pemeliharaan yang relatif singkat juga memiliki daging yang empuk dengan kandungan gizi yang tinggi. Dewasa ini permintaan akan daging meningkat karena urbanisasi, perkembangan nutrisi dan penghasilan yang tinggi. Bobot badan ayam broiler sangat tergantung dari bahan pakan yang dikonsumsinya, sehingga dibutuhkan pakan yang berkualitas. Harga pakan yang cukup tinggi membuat peternak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan biaya ransum adalah dengan memanfaatkan sumber bahan pakan non kovensial seperti lumpur sawit. Namun karena nilai gizi lumpur sawit yang rendah maka dilakukan sentuhan tehnologi seperti fermentasi untuk meningkatkan nilai gizinya. Salah satu inokulum yang baik digunakan untuk fermentasi adalah kapang Aspergillus niger. Lumpur sawit fermentasi (LSF) dengan Aspergillus niger Mampu meningkatkan nilai protein kasar dan menurunkan kandungan serat kasar. selain itu penggunaan LSF dapat digunakan sampai taraf 10% tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan performans ayam pedaging.
I. PENDAHULUAN
Ransum merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Penyediaan ransum yang murah, tersedia dan baik kualitasnya serta tidak bersifat racun perlu dilakukan untuk menekan biaya produksi, dimana 60%-70% dari komponen biaya produksi adalah biaya ransum.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan biaya ransum adalah dengan memanfaatkan sumber bahan pakan non kovensial yang mempunyai nilai ekonomis rendah, tidak bersaing dengan manusia, serta tersedia secara terus menerus. Sumber bahan pakan yang dimaksud dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan limbah pertanian, salah satunya adalah limbah pabrik kelapa sawit.
Limbah kelapa sawit yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternate ternak unggas dan punya potensi yang besar adalah bungkil inti sawit dan Lumpur sawit, yang sampai saat ini limbah tersebut belum digunakan secara maksimal sebagai bahan pakan dalam ransum ternak.
Lumpur sawit (palm sludge) merupakan limbah pengolahan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO), yang memungkinkan untuk dioptimalkan pemanfaatannya sebagai bahan pakan penyusun ransum unggas
Penggunaan Lumpur sawit sebagai bahan pakan ayam pedaging akan memberikan keuntungan ganda yaitu menambah variasi dann persediaan bahan baku ransum serta mengurangi pencemaran lingkungan, disamping dapat memberikan keuntungan lain dalam hal penekanan biaya ransum.
Penggunaan limbah di atas sebagai ransum ternak harus melalui penanganan dan pengolahan lebih lanjut atau perlu sentuhan tehnologi untuk meningkatkan nilai gizi nya, dikarenakan bahan limbah ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu serat kasar tinggi, kandungan protein dan kecernaan rendah (Zamora et al. 1989). Menurut Sinurat 1998 dalam Mirwandhono (2004), teknologi untuk meningkatkan mutu bahan pakan adalah dengan fermentasi.
Tehnik ini sudah dilaporkan dapat meningkatkan nilai gizi Lumpur sawit (Sinurat et al., 1998. Pasaribu et al, 1998). Secara umum semua produk akhir fermentasi biasanya mengandung senyawa yang lebih sederhana dan mudah dicerna daripada bahan asalnya sehingga dapat meningkatkan nilai gizinya (Purwadaria et al., 1995; Sinurat dkk., 1996; Supriyati dkk., 1998). Fermentasi juga berfungsi sebagai salah satu cara pengolahan dalam rangka pengawetan bahan dan cara untuk mengurangi bahkan menghilangkan zat racun yang dikandung suatu bahan. Berbagai jenis mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk mengkonversikan pati menjadi protein dengan penambahan nitrogen anorganik melalui fermentasi. Kapang yang sering digunakan dalam teknologi fermentasi antara lain Aspergillus niger.
A. niger merupakan salah satu jenis Aspergillus yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan. Produk fermentasi ini mempunyai kandungan protein kasar dan protein sejati yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Lumpur sawit memiliki komposisi nutrisi yang setara dengan dedak padi.
Lumpur sawit mengandung protein kasar 13,3 %, lemak kasar 18,9%, serat kasar 16,3%, abu 12%, dan BETN 39,6% (Widyawati, 1991 dalam Mairizal dkk, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Balitnak Ciawi diketahui bahwa proses fermentasi Lumpur sawit dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan nilai gizinya namun produk hasil fermentasi tersebut dalam aplikasinya hanya efektif digunakan sampai taraf 10% dalam ransum ( Sinurat dkk. 2001)
Berdasarkan pemikiran di atas, maka cukup beralasan untuk mengadakan kajian mengenai pemanfaatan Lumpur sawit terfermentasi dalam ransum untuk menunjang kinerja pertumbuhan ayam pedaging serta mendukung pengembangan perunggasan di Indonesia.
Potensi Limbah Sawit Sebagai Ransum Ternak
Tanaman kelapa sawit meghasilkan 4 jenis limbah utama yang digunakan sebagai bahan pakan ternak yaitu daun sawit, bungkil inti sawit, lumpur sawit dan serabut sawit. Limbah ini cukup melimpah sepanjang tahun, namun penggunaannya sebagai bahan pakan belum digunakan secara maksimal sampai sekarang. Dari 693.015,64 ha kebun kelapa sawit dihasilkan tandan buah segar sebesar 10,40 juta ton per tahun dan akan dihasilkan limbah pabrik pengolahan sawit berupa lumpur sawit 0,52 juta ton dan bungkil inti sawit sebesar ,24 juta ton, dan serat buah 1,25 juta ton pertahun.
Lumpur sawit adalah larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemanasan minyak mentah sawit. Bahan ini merupakan emulsi mengandung sekitar 20% padatan, 0,5-1% sisa minyak dan sekitar 78-79% air (Devendra, 1997 dalam Mirwandhono 2004).
Tanaman kelapa sawit meghasilkan 4 jenis limbah utama yang digunakan sebagai bahan pakan ternak yaitu daun sawit, bungkil inti sawit, lumpur sawit dan serabut sawit. Limbah ini cukup melimpah sepanjang tahun, namun penggunaannya sebagai bahan pakan belum digunakan secara maksimal sampai sekarang. Dari 693.015,64 ha kebun kelapa sawit dihasilkan tandan buah segar sebesar 10,40 juta ton per tahun dan akan dihasilkan limbah pabrik pengolahan sawit berupa lumpur sawit 0,52 juta ton dan bungkil inti sawit sebesar ,24 juta ton, dan serat buah 1,25 juta ton pertahun.
Lumpur sawit adalah larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemanasan minyak mentah sawit. Bahan ini merupakan emulsi mengandung sekitar 20% padatan, 0,5-1% sisa minyak dan sekitar 78-79% air (Devendra, 1997 dalam Mirwandhono 2004).
Aspergillus Sebagai Inokulum Fermentasi
Penggunaan kapang sebagai inokulum fermentasi sudah banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, kadar asam nukleat rendah ( Mirwandhono, 2004). Pertumbuhannya pun mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas yang mulanya berwarna putih , tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapangnya.
Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub-klas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes, dan divisi Amastigmycota (Hardjo et al., 1989). Aspergillus niger mempunyai konidi yang besar, dipak secara padat, bulat, dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memasang di stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger termasuk mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35 ºC-37 ºC.
Perubahan Kandungan nutrisi lumpur sawit fermentasi dengan Aspergillus niger
Setelah lumpur sawit difermentasi selama 4 hari, kandungan PK nya naik menjadi 35,43 % dari 13,25% dan serat kasarnya menjadi 13,8% dari 16,3%. Kenaikan PK LSF ini dikarenakan setelah fermentasi 4 hari terjadi kehilangan bahan kering yang tinggi (28,77%), kapang ini juga mempunyai intensitas pertumbuhan yang tinggi, kemudian diduga juga kapang ini telah mensintesis enzim ureasi untuk mencegah urea menjadi asam amonia dan CO2 pada fermentasi 4 hari.
Asam amonnia dapat digunakan oleh kapang untuk pebentukan asam amino. Sedangkan perubahan kandungan SK dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang , kemampuan memecah SK untuk memenuhi kebutuhan energi, dan kehilangan BK selama fermentasi. Penurunan SK diduga karena Aspergillus niger pada inkubasi 4 hari mulai mensintesa enzim pengurai, yaitu selulose yang akan merombak selulosa dalam produk. Aspergillus niger merupakan kapang yang dapat tumbuh cepat an menghasilkan beberapa enzim seperti amylase, pektinase, amiloglukosidase dan selulase.
Penggunaan Lumpur sawit fermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum broiler
Dari hasil penelitian yang dilakukan, LSF dengan Aspergillur niger dapat digunakan sebanyak 5% dalam ransum dan memberikan hasil terbaik untuk pertambahann bobot ayam pedaging (Mirwandhono, 2004). Pemberian pada taraf 15 % tidak berpengaruh buruk terhadap konsumsi pakan, karkas, lemak abdomen, dan organ (hati dan rempela) pada ayam broiler(Sinurat. 2000). Menurut Sinurat dkk., 2000 dalam Mairizal (2008), batas penggunaan lumpur sawit yang disarankan untuk ayam broiler adalah 5%, sedangkan menurut Yeong dan Azizah 1987 dalam Sinurat (2001) lumpur sawit dapat digunakan sebanyak 15 %. Selanjutnya dijelaskan oleh Sinurat (2001) bahwa batas pemberian lumpur sawit dalam ransum unggas sangat bervariasi tergantung dari proses dalam menghasilkannya dan jenis ternak yang mengkonsumsi. Di bawah ini adalah data penampilan ayam pedaging yang diberi produk fermentasi lumpur sawit.
Tabel 1. Penampilan ayam pedaging (1 hari-5minggu)
Parameter | Kontrol | LSF | ||
5 % | 10 % | 15 % | ||
Pertambahan bobot badan (g/e) | 981 | 1104 | 1039 | 1002 |
Konsumsi ransum (g/e) | 2035* | 2126 | 2115 | 2060 |
Konversi ransum | 2,07* | 1,95 | 2,04 | 2,06 |
Konsumsi bahan kering (g/e) | 1777 | 1883 | 1866 | 1817 |
Konversi bahan kering | 1,81 | 1,69 | 1,70 | 1,81 |
Keterangan: tanda * menunjukkan perbedaan yang nyata antara kontrol dengan rata-rata perlakuan lainnya (P<0,05)
Tabel 4. bobot karkas, lemak abdomen, hati, dan rempela ayam broiler yang diberi lumpur sawit fermentasi (% bobot hidup)
Tabel 4. bobot karkas, lemak abdomen, hati, dan rempela ayam broiler yang diberi lumpur sawit fermentasi (% bobot hidup)
Parameter | Kontrol | LSF | ||
5 % | 10 % | 15 % | ||
Karkas | 66,6 | 67,3 | 66,2 | 67,3 |
Lemak abdomen | 1,97 | 2,01 | 2,22 | 2,07 |
Hati | 2,12 | 2,13 | 2,22 | 2,07 |
Rempela | 2,05 | 1,92 | 1,99 | 2,07 |
Dari tabel di atas terlihat bahwa penggunaan produk lumpur sawit fermentasi dalam ransum hingga 15% tidak menyebabkan penurunan konsumsi ransum, gangguan pertumbuhan, perubahan persentase karkas, dan lemak abdomen yang dihasilkan maupun kelainan pada organ (hati dan rempela) ayam. Hal ini terlihat dari data konsumsi ransum, PBB, FCR, persentase karkas, bobot lemak abdomen, bobot hati, dan berat rempela ayam dibandingkan dengan kontrol.
Untuk pertambahan bobot badan terlihat bahwa penggunaan produk lumpur sawit fermentasi pada taraf 5 % adalah yang tertinggi, hal ini mungkin merupakan petunjuk bahwa produk fermentasi mengandung suatu zat pemacu pertumbuhan/growth promotant yang hanya efektif bila diberikan pada dosis rendah, kemungkinan aktivitas zat tersebut cukup tinggi di alam produk segar, sehingga efektifitasnya tidak terlihat lagi secara nyata sampai pada penggunaan produk fermentasi taraf 10%.
Konversi bahan kering ransum kontrol tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rata-rata konversi bahan kering ransum yang mengandung lumpur sawit fermentasi peningkatan kadar lumpur sawit fermentasi dari 5% menjadi 15 % nyata menyebabkan konversi bahan kering semakin jelek, tetapi konversi bahan kering ransum dengan kadar 10% LSF tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum 5 % maupun 15 %.
Mortalitas ayam pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinurat (2001) ini sangat rendah (hanya 2 ekor dari 210 ekor atau 0,95%) dan tidak ada gejala yang mencurigakan bahwa kematian ayam disebabkan oleh perlakuan. Penelitian terdahulu juga tidak mengindikasikan adanya perbedaan mortalitas karena pemberian LSF pada ayam broiler (Sinurat, et.al., 2000). Oleh karena itu, data mortalitas tidak disajikan dalam tabel. Hasil ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya bahwa penggunaan produk LSF tidak membahayakan kesehatan ayam broiler dan tiadak menyebabkab perubahan persentase karkas yang dihasilkan, hati, rempela, maupun lemak abdomen
III. Kesimpulan
Untuk pertambahan bobot badan terlihat bahwa penggunaan produk lumpur sawit fermentasi pada taraf 5 % adalah yang tertinggi, hal ini mungkin merupakan petunjuk bahwa produk fermentasi mengandung suatu zat pemacu pertumbuhan/growth promotant yang hanya efektif bila diberikan pada dosis rendah, kemungkinan aktivitas zat tersebut cukup tinggi di alam produk segar, sehingga efektifitasnya tidak terlihat lagi secara nyata sampai pada penggunaan produk fermentasi taraf 10%.
Konversi bahan kering ransum kontrol tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rata-rata konversi bahan kering ransum yang mengandung lumpur sawit fermentasi peningkatan kadar lumpur sawit fermentasi dari 5% menjadi 15 % nyata menyebabkan konversi bahan kering semakin jelek, tetapi konversi bahan kering ransum dengan kadar 10% LSF tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum 5 % maupun 15 %.
Mortalitas ayam pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinurat (2001) ini sangat rendah (hanya 2 ekor dari 210 ekor atau 0,95%) dan tidak ada gejala yang mencurigakan bahwa kematian ayam disebabkan oleh perlakuan. Penelitian terdahulu juga tidak mengindikasikan adanya perbedaan mortalitas karena pemberian LSF pada ayam broiler (Sinurat, et.al., 2000). Oleh karena itu, data mortalitas tidak disajikan dalam tabel. Hasil ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya bahwa penggunaan produk LSF tidak membahayakan kesehatan ayam broiler dan tiadak menyebabkab perubahan persentase karkas yang dihasilkan, hati, rempela, maupun lemak abdomen
III. Kesimpulan
- Fermentasi lumpur sawit dengan kapang Aspergillus niger selama 4 hari menghasilkan kandungan protein kasar dan serat kasar yang baik. Kandungan protein kasar meningkat menjadi 35,43% dari 13,25% dan serat kasar turun dari 16,3% menjadi 13,8%.
- Ransum dengan kandungan 5% lumpur sawit fermentasi memberikan hasil yang terbaik untuk pertambahan bobot ayam pedaging.
- Pemberian lumpur sawit fermentasi sampai pada taraf 15% ini tidak menimbulkan respon yang negatif terhadap karkas, lemak abdomen, dan organ (hati dan rempela) pada ayam broiler.
DAFTAR PUSTAKA
Bintang , L. A. K., A. P. Sinurat, T. Purwadaria, dan T. Pasaribu. 2000. Nilai gizi lumpur kelapa sawit hasil fermentasi pada berbagai proses inkubasi. J. Ilmu Ternak Vet. 5 (1) : 7-11
http://index.php.htm. Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi Aspergillus niger dalam Ransum terhadap pertumbuhan ayam broiler
Mairizal. 2008. Upaya peningkatankualitas lumpur sawit melalui fermentasi dengan Aspergillus niger serta aplikasinya dalam ransum ayam broiler. Jambi
Mirwandhono, E. 2004. Pemanfaatan lumpur kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger, Rhizhopus oligosporus dan Thricoderma viridae dalam ransum ayam pedaging. Sumatera utara
Pasaribu, T(et.al). 1998. Peningkatan Nilai gizi lumpur sawit melalui proses fermentasi : Pengaruh jenis kapang, suhu dan lama proses enzimatis. J. Ilmu Ternak Vet. 3(4) : 237-242.
Purwadaria, T., AP. Sinurat, Supriyati, H. Hamid, dan I.A.K. Bintang. 1999. Evaluasi nilai gizi lumpur sawit fermentasi dengan Aspergillus niger setelah proses pengeringan dengan pemanasan. J. Ilmu Ternak Vet. 4 (4) : 257-263).
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, P. Ketaren, D. Zainuddin dan I.P. Kompiang. 2000. Lumpur sawit kering dan produk fermentasinya sebagai bahan pakan ayam broiler. J. Ilmu Ternak Vet. 5 (2) : 107-112.
Sinurat, A.P., I. A. Bintang, T. Purwadaria, dan T. Pasaribu. 2001. Pemanfaatan lumpur sawit dan prouk fermentasinya untuk ransum unggas. J. Ilmu Ternak Vet. 6 (1) : 28-33
Supriyati, T. Pasaribu, H. Hamid, dan A.P. Sinurat. 1998. Fermentasi bungkil inti sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. J. Ilmu Ternak Vet. 3 (3): 165-170.
Bintang , L. A. K., A. P. Sinurat, T. Purwadaria, dan T. Pasaribu. 2000. Nilai gizi lumpur kelapa sawit hasil fermentasi pada berbagai proses inkubasi. J. Ilmu Ternak Vet. 5 (1) : 7-11
http://index.php.htm. Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi Aspergillus niger dalam Ransum terhadap pertumbuhan ayam broiler
Mairizal. 2008. Upaya peningkatankualitas lumpur sawit melalui fermentasi dengan Aspergillus niger serta aplikasinya dalam ransum ayam broiler. Jambi
Mirwandhono, E. 2004. Pemanfaatan lumpur kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger, Rhizhopus oligosporus dan Thricoderma viridae dalam ransum ayam pedaging. Sumatera utara
Pasaribu, T(et.al). 1998. Peningkatan Nilai gizi lumpur sawit melalui proses fermentasi : Pengaruh jenis kapang, suhu dan lama proses enzimatis. J. Ilmu Ternak Vet. 3(4) : 237-242.
Purwadaria, T., AP. Sinurat, Supriyati, H. Hamid, dan I.A.K. Bintang. 1999. Evaluasi nilai gizi lumpur sawit fermentasi dengan Aspergillus niger setelah proses pengeringan dengan pemanasan. J. Ilmu Ternak Vet. 4 (4) : 257-263).
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, P. Ketaren, D. Zainuddin dan I.P. Kompiang. 2000. Lumpur sawit kering dan produk fermentasinya sebagai bahan pakan ayam broiler. J. Ilmu Ternak Vet. 5 (2) : 107-112.
Sinurat, A.P., I. A. Bintang, T. Purwadaria, dan T. Pasaribu. 2001. Pemanfaatan lumpur sawit dan prouk fermentasinya untuk ransum unggas. J. Ilmu Ternak Vet. 6 (1) : 28-33
Supriyati, T. Pasaribu, H. Hamid, dan A.P. Sinurat. 1998. Fermentasi bungkil inti sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. J. Ilmu Ternak Vet. 3 (3): 165-170.
0 comments:
Posting Komentar