Medan.- Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho mengaku heran, ketika disebutkan belum satu pun daerah yang mengajukan untuk mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan ke pemerintah pusat. Begitupun, dia mengatakan, pihaknya segera akan menagih kembali
agar pemerintah pusat memberikan 25-30% dari hasil perkebunan ke Sumut."Kalau dikatakan belum pernah saya juga heran kenapa bisa begitu. Pempropsu sudah berungkali mengusulkan hal tersebut secara resmi. Begitupun dengan resume pertemuan 16 gubernur daerah penghasil perkebunan yang disampaikan kepada pemerintah pusat, kalau itu bukan usulan, lalu apa?" kata Gatot saat ditanyakan mengenai DBH perkebunan, di kantornya di Medan, Rabu (2/11).
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI saat kunjungan kerja ke Kota Pekanbaru mengusulkan agar pemerintah daerah penghasil minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) bisa mendapatkan DBH megingat pemerintah pusat menarik bea keluar atas ekspor CPO, di mana angkanya bisa mencapai Rp5 triliun setiap tahun. Menurut Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis, usulan tersebut diperlukan mengingat selama ini daerah penghasil minyak kelapa sawit tidak pernah mengajukannya guna mendapatkan DBH sebagaimana hasil minyak bumi.
Gatot mengatakan Sumut selama ini sangat getol meminta DBH tersebut. Bahkan, katanya, pengusaha dan petani kelapa sawit ikut menagih DBH tersebut karena selama ini belum begitu menikmati hasil perkebunannya. "Kita sudah sering mengusulkan hal itu, namun sampai sekarang realisasinya belum ada. DBH tersebut bisa diberikan dalam bentuk perbaikan infrastruktur, khususnya di daerah yang menjadi sentra-sentra perkebunan, sehingga diharapkan bisa memperlancar jalur distribusi," jelasnya.
Pada beberapa kesempatan, kata Gatot, dirinya juga terus menyuarakan agar DBH tersebut segera dikucurkan ke Sumut sebagai salah satu daerah penghasil perkebunan yang masuk jajaran atas nasional. Terlebih, katanya, ekspor CPO asal Sumut masih mendominasi perolehan devisa ekspor nasional dari komoditas CPO."Dalam usulan yang kita sampaikan, sebenarnya angka 25 sampai 30 persen tersebut tidak terlalu besar sebagai daerah penghasil,” katanya.
Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara Timbas Prasad
Ginting mengatakan, usulan DBH perkebunan khususnya minyak sawit sudah dilakukan sejak 5-7 tahun lalu, tapi tidak pernah direalisasikan pemerintah pusat. “Jadi tidak benar kalau ada yang menyatakan kalau daerah tidak pernah menuntut pengembalian dana bea keluar ekspor (BK) CPO," ujarnya saat dihubungi MedanBisnis.
Dikatakannya, pengembalian dana CPO yang diambil dari ketentuan BK itu sangat besar dan memang sudah pantas diberikan kepada daerah penghasil komoditas perkebunan seperti Sumatera Utara. Dana itu dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur daerah, riset terhadap peningkatan kualitas produksi dan produktivitas tanaman kelapa sawit agar tidak kalah dengan produksi perusahaan perkebunan besar.
Untuk itu, lanjut Timbas, seharusnya pemerintah dapat mendukung usulan DBH atau paling tidak DPR dapat merivis Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan agar tidak hanya hasil minyak bumi dan gas saja yang mendapatkan DBH, namun juga kelapa sawit. "Kalau memang mendukung daerah untuk mendapatkan DBH dari BK CPO yang ditetapkan, seharusnya DPR mau merivisi UU tersebut," katanya.
Apalagi, dana yang diperoleh pemerintah dari BK CPO terus bertambah yakni hingga September 2011 diperkirakan sudah mencapai RP 3,5 triliun atau bertambah dibandingkan tahun 2010 sebanyak Rp 1,7 triliun. "Kita perkirakan hingga akhir tahun ini dana yang didapat dari BK bisa mencapai Rp 4 triliun dan untuk itu jangan didiamkan saja,” imbuhnya.
Untuk dana yang dituntut dari BK CPO, tambah Timbas, sebesar 90% atau lebih tinggi dari DBH hasil minyak bumi dan gas sebesar 30% hingga 35%. Besaran persen dana ini dilihat karena kelapa sawit ditanam rakyat dan pengusaha-pengusaha di daerah masing-masing penghasil komoditas tersebut, katanya, sedangkan minyak bumi dan gas sudah ada dari Tuhan.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Anizar Simanjuntak, mengatakan, pengajuan DBH kelapa sawit sudah pernah diajukan kepada pemerintah pusat. "Jadi kalau daerah dibilang tidak ada mengajukan ini karena DPR kurang perhatian maka tidak tahu akan hal tersebut,” ucapnya.
Pengamat ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU), Jhon Tafbu Ritonga mengatakan, meminta DBH sudah dilakukan sejak lama dari gubernurnya Rijal Nurdin, Rudolf dan Syamsul Arifin dengan beberapa kali diminta Gubsu dengan surat. "Tapi hasilnya nihil dan tidak digubris Jakarta," imbuhnya.
Begitupun, dia mengatakan, perlu diingatkan agar daerah tidak meminta hanya DBH, melainkan dana perimbangan. "Minta tambah dana perimbangan saja," pungkas Ritonga. (n herman saleh)/MB
0 comments:
Posting Komentar