PELAKSANAAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA PELAKSANAANNYA OLEH PEKERJA
Posted by Labels: TENAGA KERJA
Dalam perkembangan dan pertumbuhan bangsa di masa yang akan datang, pekerja memegang peranan yang bertambah penting, sebab bangsa kita sedang bergerak dari bangsa agraris menuju ke arah bangsa industri dan karena itu pembangunan ketenagakerjaan diarahkan pada pembentukan tenaga kerja profesional yang mandiri, beretos kerja tinggi dan merupakan upaya menyeluruh yang ditujukan pada peningkatan, pembentukan dan pengembangan pekerja yang berkualitas, produktif, efisien dan berjiwa wirausaha sehingga mampu mengisi, menciptakan, memperluas lapangan kerja serta kesempatan usaha.
Sejalan dengan kemajuan industri, dunia usaha juga harus meningkatkan perhatian terhadap pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, sebab keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja mutlak bagi para pekerja tetapi juga penting bagi kelangsungan dan kemajuan perusahaan dan untuk itu perlu diterapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi pada setiap tempat kerja. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Presiden RI pada acara penandaan dimulainya Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional Tahun 1997, tanggal 15 Januari 1997 di Istana Negara Jakarta.
Dengan perkembangan teknologi dewasa ini, proses produksi barang dan jasa banyak menggunakan bahan-bahan berbahaya dan peralatan yang mengandung resiko bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia yang bertindak sebagai operator senantiasa dihadapkan pada situasi yaitu melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam bekerja serta menghadapi resiko bahaya.
Oleh karena itu pemerintah selalu berusaha menyusun ketentuan-ketentuan dan norma-norma keselamatan dan kesehatan kerja dalam bentuk peraturan perundang-undangan serta perangkat teknis pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai tingkat kesehatan dan keselamatan yang tinggi, agar terjamin kontinuitas usaha dan pengembangan potensi ekonomi. Sebagai sumber produksi, maka perusahaan harus dapat dipergunakan secara aman dan efisien dengan unsur ekonomi yang panjang.
Dalam rangka itulah maka peran serta aktif dari tenaga kerja semakin dibutuhkan. Tetapi mengingat tantangan dan risiko kerja yang dihadapi juga semakin tinggi, maka terhadap tenaga kerja perlu diberikan perlindungan dan peningkatan kesejahteraannnya. Salah satu upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para pekerja adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatana dan Kesehatan Kerja.
Pelaksanaan perlindungan terhadap tenaga kerja menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 adalah perlindungan yang layak bagi semua tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari, terutama dalam bidang keselamatan kerja. Perlindungan ini dimaksudkan perlindungan bagi tenaga kerja terhadap pemerasan (eksploitasi) tenaga kerja oleh pengusaha, seperti misalnya untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah, mempekerjakan pekerja untuk pekerjaan yang berat dan untuk waktu yang tidak terbatas.
Jadi maksud dari norma keselamatan kerja tersebut adalah menjaga agar tenaga kerja melakukan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, yang mana norma ini harus diperhatikan oleh pengusaha sebagai pemberi kerja karena setiap tenaga kerja berhak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Kewajiban untuk melaksanakan norma keselamatan kerja seperti yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ternyataa tidak semata-mata dibebankan kepada pihak pengusaha saja, melainkan juga merupakan kewajiban bagi setiap tenaga kerja di dalam proses produksi. Artinya perlindungan keselamatan kerja yang diberikan oleh pengusaha menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tersebut harus diterima dan ditaati sepenuhnya oleh tenaga kerja. Jadi masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mana yang harus dilaksanakan guna terlaksananya norma keselamatan kerja tersebut.
Begitu pula halnya antara pengusaha dan pekerja di perusahaan misalnya di perusahaan Plywood, pabrik, maka dengan sendiri tempat kerja di perusahaan tersebut banyak mengandung risiko keselamatan kerja yang sangat tinggi, sehingga untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja, maka terhadap para pihak diharapkan mentaati setiap kewajiban yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970.
Salah satu kewajiban bagi pengusaha adalah menempatkan secara tertulis dalam tempat kerja semua syarat keselamatan kerja, semua gambar keselamatan kerja dan semua bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca. Di samping itu perusahaan juga diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri terhadap pekerja seperti misalnya ; topi (helm), sepatu, sarung tangan, masker dan lain sebagainya. Sedangkan kewajiban pokok bagi pekerja dalam keselamatan kerja tersebut adalah memakai semua alat-alat perlindungan diri yang telah disediakan oleh pengusaha.
B.Permasalahan
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah “Mengapa masih ada pekerja di Perusahaan yang tidak melaksanakan norma keselamatan dan kesehatan kerja”
A.Tinjauan Umum Tentang Kesemalatan dan Kesehatan Kerja
Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh yang ditujukan pada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berjiwa wirausaha sehingga mampu mengisi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan kerja. Kemudian yang akan dibina dan dikembangkan dalam pembangunan ketenagakerjaan ini adalah perbaikan syarat-syarat kerja serta perlindungan tenaga kerja dan menghindarkan terjadinya kecelakaan kerja.
Jadi pada dasarnya norma keselamatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja/perusahaan dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi digunakan secara aman dan efisien.
Dasar hukum yang digunakan dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, di mana dasar pertimbangan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut adalah karena setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan terhadap orang lain yang berada di tempat kerja perlu juga terjamin keselamatannya.
Adapun yang dimaksud dengan tempat kerja menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 adalah :
Tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2
Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau berhubungan dengan tempat kerja terseabut.
Tempat kerja seperti yang dimaksud oleh Pasal 1 ayat (1) tersebut di atas diperjelas di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, yang menyatakan sebagai berikut :
(1)Yang diatur oleh Undang-Undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia ;
(2)Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja dimana :
a.Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b.Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi ;
c.Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan ;
d.Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan ;
e.Dilakukan pertambangan atau pengolahan : emas, perak, logam atau biji logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan ;
f.Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara ;
g.Dikerjakan bongkar muat barang di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang ;
h.Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air ;
i.Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan ;
j.Dilakkukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah ;
k.Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting ;
l.Dilakukan pekerjaan di dalam tangki, sumur atau lobang ;
m.Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran ;
n.Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah ;
o.Dilakukan pencemaran, penyiaran atau penerimaan radio radar, televisi atau telepon ;
p.Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset penelitian yang menggunakan alat teknis ‘
q.Diangkutkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air ;
r.Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
(3)Dengan peraturan perundang dapat ditunjuk sebagai tempat kerja ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
Melihat ruang lingkup keselamatan kerja sebagaimana yang diuraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa hampir semua pengurus atau pengusaha dan pekerja yang terlibat dalam proses produksi wajib mentaati norma keselamatan kerja seperti yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan pengurus menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ialah “Orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya berdiri sendiri”. Sedangkan yang dimaksud dengan pengusaha menurut ayat (2) adalah sebagai berikut :
a.Orang atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja ;
b.Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja ;
c.Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum yang termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka pengurus atau pengusaha dan para pekerja di perusahaan wajib menyelenggarakan norma keselamatan kerja. Artinya pengurus atau pengusaha dan tempat kerja di perusahaan sudah termasuk dalam ruang lingkup Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970.
Adapun salah satu kewajiban pengusaha menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 adalah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja seperti yang tertuang di dalam Pasal 3 ayat (1), yaitu syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a.Mencegah dan mengurangi kecelakaan ;
b.Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran ;
c.Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan ;
d.Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya ;
e.Memberi pertolongan pada kecelakaan ;
f.Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja ;
g.Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran ;
h.Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan ;
i.Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai ;
j.Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik ;
k.Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup ;
l.Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban ;
m.Memperoleh keserasian antar tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya ;
n.Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang ;
o.Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan ;
p.Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang ;
q.Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya ;
r.Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
B.Tinjauan umum Tentang Usaha Keselamatan Kerja
Industrialisasi akan diikuti oleh penerapan teknologi tinggi, penggunaan bahan dan peralatan makin kompleks dan rumit, tenaga kerja yang semakin ahli dan terampil. Namun tidak selamanya penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan yang beraneka macam dan ragam dalam suatu industri diikuti dengan selaras oleh kealhian dan keterampilan tenaga kerjanya yang mengoperasikan peralatan dan mempergunakan bahan dalam proses produksi industri.
Pabrik pembuat lem salah satu contohnya. Untuk kebutuhan kayu lapis adalah sebagai tempat kerja dimana dibuat, diolah, dipakai, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, beracun, menimbulkan infeksi dan bersuhu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tempat kerja seperti itu mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan kerja bagi pekerjanya.
Keselamatan dalam penggunaan peralatan dan kemampuan serta keterampilan tenaga kerja yang kurang memadai, dapat menimbulkan suatu kemungkinan yang besar, berupa kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja. Hal ini jelas akan menimbulkan kerugian jiwa dan material baik bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah dan masyarakat luas.
Oleh karena itu perlindungan terhadap faktor-faktor bahaya lingkungan kerja adalah kebutuhan yang sifatnya mendasar bagi tenaga kerja, agar tenaga kerja dapat melaksanakan tugasnya dalam bekerja sekaligus terhindar dari risiko bahaya yang ditimbulkannya. Realisasi dari upaya perlindungan ini salah satunya adalah pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang mewajibkan semua pihak untuk melaksanakan norma keselamatan kerja tersebut, bahkan lebih dari itu diberikan sanksi bagi siapa saja yang tidak mentaatinya.
Secara umum usaha keselamatan kerja mempunyai sasaran sebagai berikut :
1.Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktivitas kerja.
2.Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat.
3.Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Sedangkan secara khusus usaha keselamatan kerja mempunyai sasaran sebagai berikut :
1.Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja.
2.Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku dan bahan hasil produksi.
3.Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara pekerja dengan manusia atau manusia dengan pekerjaan.
Walaupun sudah diupayakn semaksimal mungkin dihindarkan terjadinya kecelakaan kerja melalui berbagai alat perlindungan diri, namun pada umumnya terjadinya kecelakaan di tempat kerja sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia dan sebagian kecil disebabkan oleh faktor teknis. Hal ini dapat terjadi biasanya karena kelalaian atau kesengajaan para pekerja untuk tidak memakai alat-alat perlindungan diri dalam bekerja dalam bekerja guna keselamatannya, padahal di lain pihak alat-alat perlindungan untuk bekerja tersebut sudah disediakan secara lengkap oleh pengusaha.
Kesadaran dan tanggung jawab pekerja dalam melaksanakan norma keselamatan kerja juga sangat dibutuhkan, sebab dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi yang tinggi sangat tergantung kepada sistem manajemen yang diterapkan dan kualitas pekerja yang digunakan. Ciri tenaga kerja yang dibutuhkan dalam era globalisasi sekarang ini antara lain adalah tenaga kerja yang mempunyai kualitas dan daya saing tinggi, penuh inisiatif dan kreatifitas, memiliki mobilitas tinggi dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan yang ada.
A.Ketentuan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dalam pembangunan ketenagakerjaan perlu dibina dan dikembangkan perbaikan syarat-syarat kerja serta perlindungan tenaga kerja dalam sistem hubungan industrial pancasila menuju peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan tercapainya kecelakaan nihil
Jadi norma keselamatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya ditempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi digunakan secara aman dan efisien.
Dengan demikian maksud dari norma keselamatan kerja ini adalah suatu aturan-aturan yagn berusaha untuk menjaga tenaga kerja dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan keselamatan dan kesehatan serta kesusilaan dalam seseorang itu melakukan atau karena ia melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja
Sedangkan tujuan dari norma keselamatan kerja ini adalah memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan peri-kehidupan sebagai manusia pada umumnya dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarg. Oleh karena itu norma keselamatan kerja harus dilaksanakan dalam sistem manajemen, oleh unit khusus dalam struktur oreganisasi perusahaan sehingga ia akan selalu terkait dalam setiap kebijaksanaan, perencanaan, pengambilan keputusan dan langkah manajemen.
Usaha norma keselamatan kerja pada dasarnya mempunyai sasaran umum yaitu sebagai berikut :
a.Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktivitas kerja.
b.Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
c.Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien.
Sedangkan secara khusus usaha norma keselamatan kerja mempunyai sasaran antara lain :
a.Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja.
b.Mengamankan mesin, instalasi, alat kerja, bahan baku dan bahan hasil produksi.
c.Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara pekerja dengan manusia atau manusia dengan pekerjaan.
Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka agar norma keselamatan kerja dapat dilaksanakan dengan baik, diperlukan pembinaan dan pengawasan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Peran, fungsi dan partisipasi aktif semua pihak yang terkait sangat diharapkan dalam melaksanakan dan meningkatkan usaha keselamatan kerja.
Dengan meningkatkan usaha keselamatan kerja, dengan sendirinya akan dapat menciptakan suasana kerja yang aman, nyaman dan sehat sehingga tenaga kerja dapat bekerja secara efisien dan produktif. Disamping itu dengan tercapainya sasaran tersebut berarti sejalan dengan tujuan pembangunan untuk memanusiakan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Adapun berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan sebagai berikut :
1.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2.Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Kerja.
4.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1981 tentang Wajib Lapor Penyakit Akibat Kerja.
5.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.03/MEN/1992 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
6.Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.05/MEN/1996 tetang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
B.Hak dan Kewajiban para Pihak dalam Pelaksanaan Norma Keselamatan Kerja
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga kerja khususnya, serta guna meningkatkan hasil dan usaha produksi maka akan selalu terkait dengan penggunaan dan penerapan berbagai tingkat teknik dan teknologi, baik dari yang tradisional sampai dengan yang mutahir.
Penggunaan teknik dan teknologi di samping dapat membawa kesejahteraan bagi umat manusia, juga dapat membawa bencana yaitu apabila tidak dibina secara tepat, antara lain berupa peningkatan sumber-sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran, peledakan, penyakit akibat kerja dan lain-lain. Timbulnya peristiwa-peristiwa tersebut diatas jelas tidak diinginkan oleh semua pihak, khususnya pengusaha dan tenaga kerjanya, karena peristiwa tersebut akan menimbulkan akibat-akibat negatif yaitu berupa kerugian ekonomi baik langsung maupun tidak langsung, serta dapat pula mengakibatkan penderitaan manusia.
Dengan demikian sudah sewajarnyalah apabila upaya penanggulangan peristiwa-peristiwa tersebut dilakukan secara bersama antara pengusaha dan tenaga kerja, yaitu melalui pelaksanaan fungsi serta tugas-tugasnya dengan sebagaimana mestinya, yang pada akhirnya akan sangat membantu dan meningkatkan beban tugas serta mendukung tercapainya tujuan masing-masing pihak.
Pelaksanaan fungsi serta tugas-tugas tersebut tidak lain adalah melaksanakan semua hak dan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik pelaksanaan oleh pihak pekerja maupun pelaksanaan yang dilakukan oleh pihak pengusaha secara berimbang. Artinya apa yang menjadi kewajiban pihak pekerja berarti merupakan hak bagi pihak perusahaan yang harus diterimanya, begitu pula sebaliknya.
Zainal Asikin, SH, SU, mengungkapkan tentang hak dan kewajiban para pihak di dalam norma keselamatan kerja, yaitu sebagai berikut :
a.Kewajiban Pengusaha :
Menurut Undang-Undang Keselamtan Kerja, pengusaha diwajibkan untuk :
1.Memberikan kesehatan badan, kondisi mental dan tenaga fisiknya dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun terhadap pekerja yang sudah ada secara berkala pada dokter yang telah ditunjuk oleh pengusaha dan yang ditunjuk oleh petugas pengawas.
2.Menunjuk dan menjelaskan kepada tenaga kerja yang baru tentang :
a.Kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya.
b.Semua pengamanan dan alat perlindungan yang harus ada dalam tempat kerjanya.
c.Alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d.Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan.
3.Secara tertulis menempatkan ditempat kerja yang dipimpinya semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan.
4.Memasang ditempat kerja yang dipimpinya semua gambar keselamatan kerja dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat yang mudah dilihat dan terbaca oleh semua pekerja.
5.Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan kepada pekerja.
Menurut peraturan keamanan kerja (Veilighedregelement), pengusaha diswajibkan untuk :
1.Memberikan keterangan yang diperlukan oleh pegawai pengawas.
2.Bagi perusahaan yang baru satu bulan mulai berjalan, pengusahanya diwajibkan untuk melaporkan kepada Bupati keterangan tentang :
a.Macam perusahaan yang diselenggarakan,
b.Macam dan daya penggerak dan jumlah mesin yang diperlukan,
c.Jumlah orang yang bekerja atau yang bisanya digunakan,
d.Siapa memberi izin didirikannya perusahaan.
b.Hak dan Kewajiban Pekerja :
1.Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas.
2.Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan.
3.Memenuhi dan mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan petugas pengawas.
4.Meminta kepada pengusaha agar dilaksanakan smua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
Pada dasarnya hak dan kewajiban para pihak seperti yang dikemukakan oleh Zainal Asikin, SH, SU, tersebut diatas mengacu kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 yaitu terdapat pada pasal 8, pasal 9 ayat (1) dan pasal 14 untuk kewajiban pengusaha, sedangkan untuk hak dan kewajiban pekerja yaitu pasal 12.
Sebenarnya mengenai kewajiban pengusaha menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tersebut sudah dimulai sejak pasal 2 dan pasal 3-nya, yaitu yang menyangkut tentang Ruang Lingku dan Syarat-syarat Keselamatan Kerja (seperti yang sudah dikemukakan pada Bab I terdahulu). Kemudian selain pasal-pasal tersebut diatas, maka pasal-pasal yang juga menyangkut kewajiban pengusaha adalah pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) serta pasal 11 ayat (1) yang masing-masing menyatakan sebagai berikut :
Pasal 9 ayat (3) :
Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
Pasal 9 ayat (4) :
Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
Pasal 11 ayat (1) :
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
Semua hak dan kewajiban para pihak tersebut diatas harus dilaksanakan secara konsekuen agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar, artinya pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan tenang dan pengusaha juga dapat melaksanakan kegiatan usahanya dengan tenang, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan produktivitas yang menguntungkan semua pihak.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi keselamtan kerja adalah untuk meningkatkan keterampilan dalam melakukan pekerjaan yang aman dan efisien guna meningkatkan produktivitas kerja tersebut. Produktivitas adalah ratio terbaik antara masukan (input) dengan keluaran (output), sedangkan efisien adalah pemanfaatan sumber-sumber yang ada seperti tenaga, waktu, dana dan sebagainya yang terbatas untuk dapat dimanfaatkan secara efektif dengan upaya antara lain melalui penekanan pemborosan sampai sekecil-kecilnya.
Dengan demikian produktivitas adalah esensial bagi kemajuan, karena pada hakekatnya produkitvitas adalah pertumbuhan yang mengarah pada peningkatan pendapatan per kapita yang pada akhirnya untuk mencapai kemakmuran. Antara keselamatan kerja dengan produktivitasnya secara nyata, bahkan produktivitasnya seringkali akan menjadi nihil sama sekali.
Pekerja yang sakit, maka produktivitasnya akan menurun. Pengaruh lingkungan kerja yang buruk terhadap kesehatan pekerja dalam skala yang lebih luas akan sangat mempengaruhi produktivitas perusahaan. Jadi pekerja yang tidak melaksanakan kewajibannya akan mengakibatkan timbulnya kerugian bagi pihak pengusaha, begitu pula sebaliknya, perusahaannya yang tidak melaksanakan kewajibannya akan menimbulkan kerugian bagi pihak pekerja.
c.Akibat Hukum Bagi Pekerja Yang Tidak Melaksanakan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Seperti diketahui bahwa pada masa lalu keberhasilan dunia usaha umumnya ditentukan oleh tingginya tingkat produktivitas, sistem produksi yang efisien, rendahnya harga pkok dan jasa yang ditawarkan. Akan tetapi dewasa ini selain hal tersebut juga ditentukan karakteristik tambaha lainnya, seperti mutu produk, ketepatan penyarahan, layanan purna jual, inovasi desain produk, pemasaran yang agresif dan distribusi yang efisien, termasuk selera dan kenyamanan pemakai.
Untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi yang tinggi, sangat tergantung pada sistem manajemen yang diterapkan dan kualitas pekerja yang digunakan. Ciri tenag kerja yang dibutuhkan dalam era perdagangan dewasa ini antara lain adalah tenaga kerja yang mempunyai kualitas dan daya saing tinggi, penuh inisiatif dan kreativitas, memiliki mobilitas tinggi dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan yang ada.
Kualitas pekerjamempunyai kolerasi yang erat dengan kecelakaan kerja, sedangkan kecelakaan kerja erat kaitannya dengan produktivitas. Program dalam norma keselamatan kerja akan berpengaruh terhadap program pengembangan sumber daya manusia. Hubungan timbal balik antara keselamatan kerja dengan pengembangan sumber daya manusia dapat dilihat sebagai berikut :
1.Program keselamatn kerja dan kesehatan kerja akan memperbaiki kualitas hidup kerja melalui jaminan keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menciptakan situasi kerja yang aman, tentram dan sehat sehingga dapat mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif.
2.Melalui program keselamatan kesehatan kerja terjadinya kerugian dapat dihindarkan sehingga perusahaan dapatmengembangkan usahanya dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
3.Program kesehatan dan keselamatan kerja menurut pekerja dan pengusaha untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam hal :
a.Kemampuan keahlian untuk meneliti dan mendesain teknologi yang bebas dari risiko kecelakaan kerja dan mendesain peralatan pengaman;
b.Kemampuan pengusaha untuk memproduksi dan menciptakan peralatan yang lebih aman dan canggih sesuai dengan tuntutan konsumen dan persaingan pasar;
c.Kemampuan pekerja untuk mengoperasikan alat-alat produksi dan alat-alat pengaman dengan baik dan tepat;
d.Menuntut adanya organisasi dan manajemen yang mantap dan dinamis dengan unit fungisional yang bertugas mengkoordinasikan program keselamatan dan kesehatan kerja.3
Semakin canggih peralatan dan teknologi yang dipergunakan, maka makin penting peranan latihan dilaksanakan. Dalam program latihan ini perlu ditekankan bukan hanya kemampuan teknis mengoperasikan peralatan saja, tetapi juga disi[lin kerja dan kemampuan mendeteksi secara awal akan kemungkinan kecelakaan yang dapat terjadi. Untuk itu perlu ditumbuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab atas pemeliharaan keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja.
Lingkungan kerja yang diciptakan sedemikian rupa sehingga mengikuti standar keselamatan dan kesehatan kerja akan mendukung peningkatan produktivitas. Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dengan manajemen perusahaan akan mendukung perusahaan untuk mampu berkompetisi secara aktif, positif dan sportif.
Untuk setiap pimpinan lingkungan kerja harus memberikan perhatian yang semakin besar dan merasa terpanggil serta merasa berkewajiban untuk selalu mengupayakan terjaminnya keselamatan kerja bagi pekerja, sehingga sasaran pekerja untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas tercapai sekaligus mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat terwujud.
Dalam kerangka itulah, maka Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 memberikan sanksi yang tegas apabila kewajiban-kewajiban seperti yang telah diuraikan tersebut diatas tidak dilaksanakan, yaitu seperti yang tertuang di dalam pasal 15 yang berupa hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
Di samping jumlah Rp. 100.000,- yang sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan dewasa ini, maka sanksi tersebut juga semata-mata hanya kepada pihak pengusaha yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam norma keselamatan kerja , sedangkan sanksi untuk pekerja diatur secara tegas.
Jika dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, maka pada pasal 108 ayat (1)-nya menyatakan :
Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a.Keselamatn dan kesehatn kerja;
b.Moral dan kesusilaan;
c.Perlakuan yang sesuai harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Kemudian lebih lanjut menurut pasal 185 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 dikatakan :
Barang siapa tidak memberikan perlindungan sebagaiman dimaksud dalam pasal 108 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Jadi jelaslah bahwa ternyata sanksi yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 juga cenderung diperuntukkan bagi pihak pengusaha. Permasalahan yang timbul sekarang adalah apa akibat hukum bagi pekerja yang karena tidak melaksanakn kewajibannya menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak pengusaha.
Menurut teori hukum perdata, maka secara keperdataan pengusaha yang dirugikan akibat perbuatan pekerja yang tidak melaksanakn kewajibannya dapat menggugat atau menuntut ganti rugi kepada pekerja yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena pekerja tersebut telah dianggap melakukan perbuatan melawan hukum seperti yang disebutkan oleh pasal 1365 KUH Perdata yaitu sebagai berikut : “Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut”.
d.Upaya Yang Dapat Ditempuh Pengusaha Terhadap Pekerja Yang Tidak Melaksanakan Norma Keselamatan Kerja
Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan khususnya dalam pembangunan ekonomi, telah berhasil meraih tingkatperumbuhan yang cukup tinggi. Indicator lain dari pertumbuhan tersebut adalah semakin tingginya kesempatan berusaha bagi para pelaku ekonomi melalui perdagangan dan industri yang semakin maju.
Kemajuan di bidang industri ditandai dengan semakin besarnya aset produksi sebagai akibat semakin besarnya volume usaha, variasi usaha serta peningkatan modal, canggihnya sarana dan prasarana yang didukung dengan sumber daya manusia yang memadai. Semakin besar aset dan canggihnya alat-alat priduksi, memerlukan sarana dan kualitas sumber daya yang memadai pula.
Setiap kecelakaan kerja menimbulkan berbagai kerugian, yaitu kerugian alat produksi, barang produsi atau perlengkapan kerja, biaya pengobatan atau kompensasi kepada pekerja yang cidera atau meninggal dunia, kerugian waktu kerja selama produksi terganggu, serta penurunan kualitas dan kuantitas hasil produksi. Semua kerugian langsung atau tidak langsung tersebut secara ekonomis dapat dihitung, baik diderita langsun oleh pekerja maupun yang menjadi beban pengusaha dan masyarakat pada umunya.
Di lain pihak, pekerja yang biasanya melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :
a)Pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjanya.
b)Keadaan fisik dan mental yang belum siap untuk tugas-tugasnya.
c)Tingkah laku dan kebiasaan yang ceroboh, sembrono, terlalu berani tanpa memperdulikan petunjuk, instruksi dan lain-lain .
d)Kurangnya perhatian dan pengawasan dari manajemen.
e)Kondisi yang berbahaya meliputi kondisi-kondisi sebagai berikut :
-mesin, pesawat, alat, instalasi, bahan dan lain-lain;
-lingkungan kerja;
-sifat pekerjaan;
-cara kerja;
-proses produksi;
yang tidak memenuhi syarat.4
Upaya yang diarahkan pada praktek norma keselamatan kerja niscaya akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik, dengan tingkat keselamatan yang tinggi, menuju produktivitas kerja yang lebih tinggi dari tenaga kerja. Perbaikan lingkungan kerja akan menurunkan angka absensi, keterlambatan, pindah pekerjaan dan rasa tidak puas tenaga kerja, yang pada gilirannya akan menurunkan kerugian ekonomi oleh adanya waktu tidak efektif. Perbaikan lingkungan kerja dan penigkatan produktivitas tenaga akan meningkatkan keuntungan (profit), yang mempunyai dampak positif dalam memperbaiki penghasilan dan kesejahteraan tenaga kerja.
Pengalaman menunjukkan bahwa manfaat ekonomis yang dihasilkan dari penerapan norma keselamatan kerja dapat melampaui biaya yang dikeluarkan. Norma keselamatan kerja adalah aspek yang amat penting dalam perlindungan tanaga kerja yang bertujuan agar tenaga kerja sehat, selamat, sejahtera dan bekerja produktif.
Bagi tenaga kerja, norma keselamatan kerja manghindarkan dan mencegah timbulnya faktor-faktor bahaya lingkungan agar :
1.Tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat kerja sehingga dicapai tingkat kesehatan yang tinggi.
2.Tenaga kerja tidak mengalami kecelakaan sehingga dicapai tingat keselamatanyang tinggi.
3.Tenaga kerja memperoleh rasa nyaman dalam bekerja.
4.Kesehatan fisik tenaga kerja terpelihara dengan baik bahkan dapat ditingkatkan.
5.Tercapainya keserasian, kesesuaian dan keharmonisan antara pekarja dengan karakteristik tenag kerja sebagai operator sehingga ergonomis.
6.Diperoleh kemudahan dalam melaksanakan pekarjaan sehingga dihindarkan dan dicegah tibulnya kelelahan.5
Kesemuanya itu dirasakan oleh tenaga kerja sehingga tenaga kerja merasa dilindungi dari brebagai aspek yang dapat membahayakan.
0 comments:
Posting Komentar