Revitalisasi Kelapa Sawit Jerat Petani dengan Utang
Posted byJumat, 13 November 2009 | 03:21 WIB
Samarinda, Kompas - Program revitalisasi perkebunan kelapa sawit perlu dikaji ulang. Program itu menjerat petani dengan utang yang memberatkan.
Demikian penilaian petani, penggiat lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi di Kalimantan Timur yang dihubungi secara terpisah, Kamis (12/11).
Ketua Kelompok Tani Margosantoso Kabupaten Pasir Sarono mengatakan, revitalisasi ibarat program yang membuai petani. Revitalisasi mengandalkan perusahaan (inti) untuk membuatkan dan merawat kebun petani (plasma) sampai kelapa sawit siap produksi pada umur tanaman empat tahun.
Biaya pembuatan dan perawatan tanaman diberikan dengan sistem kredit berbunga dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah, seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Kaltim. Kredit itu menjadi utang petani yang pelunasannya dicicil oleh perusahaan lewat pemotongan hasil panen yang dijual ke pabrik.
”Kalau dipahami sepintas, petani ibarat duduk-duduk enak menunggu pembayaran. Namun, sejatinya petani menanggung kredit berbunga tinggi yang pelunasannya bisa lebih dari 10 tahun,” kata Sarono, petani dari Desa Suatang Baru, Kecamatan Paserblengkong.
Ketua Forum Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto menyatakan, sistem kredit itu menjerat petani dengan utang. Bunga kredit terkini menurut pemerintah hanya 7 persen per tahun. Namun, dari penelusuran SPKS, bunga kredit dari bank sebenarnya ditambah 10 persen per tahun. Pemerintah menanggung bunga kredit yang 10 persen selama empat tahun.
Mulai tahun kelima sampai kredit lunas, petani dibebani pelunasan dengan bunga minimal 17 persen per tahun. Apabila kredit yang dikucurkan Rp 29 juta, nilai yang harus dilunasi dalam penghitungan SPKS mencapai Rp 120 juta.
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Aji Sofyan Effendi, menyarankan, petani diberi pinjaman tanpa bunga untuk membangun dan merawat kebun sendiri dengan pengawasan dan bimbingan tenaga teknis pemerintah.
Ketika panen, demikian Aji Sofyan, pemerintah harus menjamin perusahaan membeli dengan harga layak. Pemerintah kabupaten/kota disarankan mengalokasikan anggaran untuk membantu petani mengurus penerbitan sertifikat lahan.
Program revitalisasi di Kaltim baru menjangkau 19.374 petani dari sasaran 56.216 petani. Sebanyak 36.382 petani belum bisa ikut karena lahan belum bersertifikat hak milik sehingga tidak bisa menjadi agunan kredit.
Menurut Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Tanjungpura, Pontianak, Sutarman, petani yang lahannya belum bersertifikat bisa melaksanakan program revitalisasi dan mendapatkan kredit sepanjang ada jaminan dari pemerintah.
Ahli agronomi Universitas Tanjungpura, Iwan Sasli, mengemukakan, pemerintah perlu melakukan reformasi agraria yang berpihak kepada petani. Salah satunya, memberikan sertifikat kepada petani yang selama ini mengusahakan lahan pertanian.(BRO/WHY)
0 comments:
Posting Komentar