RSS Feed

Harga Minyak Goreng bakal Melangit

Posted by Flora Sawita Labels: , ,

Penjualan kebun kelapa sawit milik Grup Salim oleh BPPN kepada Kumpulan Guthrie Berhad, Malaysia, masih mengundang pro-kontra. Harga minyak goreng siap-siap meroket ?
Ini kisah tentang `si licin`, minyak goreng. Bahan pokok ini, sempat dikuasai oleh Grup Salim sejak paro terakhir Orde Baru. Tapi, seiring pergantian kekuasaan ditambah terpaan krisis ekonomi, imperium Salim di segala sektor (termasuk minyak goreng dan bahan bakunya), ikut terkikis. Satu per satu asetnya diambil alih oleh pemerintah lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Juga kebun kelapa sawit seluas 280 ribu hektare miliknya, yang menjadi bahan baku minyak goreng.
Maka, saat BPPN mulai melelang aset yang dikuasainya dan dikejar-kejar dead linepemasukan uang ke kas negara, maka kebun kelapa sawit bekas milik Salim ini pun ikut dijual. Yang beruntung, adalah Kumpulan Guthrie Berhad, Malaysia. Mereka membeli kebun itu senilai Rp 3,3 triliun. Saat itu juga (27 November 2000), kebun kelapa sawit terluas di Indonesia itu menjadi hak perusahaan investasi terbesar milik pemerintah Malaysia itu.
Transaksi senilai Rp 3,3 triliun itu menjadi transaksi terbesar kedua BPPN, setelah penjualan PT Astra Internasional Tbk, bulan lalu. Kemenangan Guthrie mengajukan penawaran tertinggi membeli perkebunan sawit grup Salim, sekaligus mengamankan posisinya dalam bisnis perkebunan regional. Kini, perusahaan Malaysia ini memiliki 100 ribu hektare lahan perkebunan di Malaysia, yang 80 persen di antaranya berupa kebun kelapa sawit. Hal ini dikhawatirkan akan menjadikan negeri jiran itu memonopoli perdagangan crude palm oil (CPO) dunia.
Toh, Chief Executive Guthrie Berhad Tan Sri Dato Abdul Khalid Ibrahim berjanji, pihaknya bermaksud mengalihkan kepiawaian dalam mengelola bisnis perkebunan untuk tujuan meningkatkan nilai dan keuntungan kepada para pegawai dan pemegang saham dari Indonesia pada umumnya. Hal itu ditempuh dengan menyisihkan 10 persen saham untuk pegawai dan rakyat Indonesia.
Pro dan kontra
Namun, penjualan perkebunan kelapa sawit Grup Salim yang juga menjadi perkebunan swasta terbesar di Indonesia itu, tetap mengundang pro dan kontra dari kalangan perindustrian, perkebunan, serta pengamat perekonomian. Mengingat imbas atau masa depan produksi minyak goreng dalam negeri, dikhawatirkan bakal menjadi bulan-bulanan.
BPPN tentu saja bersikukuh mengatakan bahwa penjualan tersebut sah dan sesuai dengan aturan yang ada. Karena perkebunan tersebut adalah salah satu dari 100 perusahaan yang diserahkan Salim ke BPPN. Tapi, Direktur Jenderal Perkebunan Agus Pakpahan, menyayangkan penjualan kebun kelapa sawit milik Grup Salim oleh BPPN kepada Guthrie Berhad, Malaysia. Pasalnya, "Perkebunan kelapa sawit milik Salim itu adalah salah satu perkebunan terbaik yang dimiliki swasta Indonesia dan mampu menghasilkan devisa cukup besar sekalipun dalam keadaan krisis," Agus menjelaskan.
Dengan dibelinya perkebunan tersebut oleh pihak asing, tambah Agus, maka pemerintah Indonesia tidak dapat mengontrolnya. Padahal keberadaan lahan perkebunan daerah tidak hanya berfungsi ekonomis atau bisnis, tapi juga memiliki fungsi sosial dan ekologi. "Mereka bisa memainkan harga, sehingga akan mempengaruhi produk perkebunan lain di Tanah Air, yang rugi adalah petani kita sendiri," ucapnya.
Bahkan, dampaknya yang paling dahsyat bagi Indonesia dalam jangka panjang adalah konsentrasi industri hilir yang diperkirakan sekitar 168-200 jenis dan memiliki nilai tambah yang besar, tidak lagi berada di Indonesia. Posisinya akan bergeser ke Malaysia. Dan Indonesia hanya sebagai penyedia bahan baku saja. Kalaupun terdapat nilai tambah, masih kata Agus, itu hanya bersifat komplementer terhadap kebijakan Malaysia.
Bukan itu saja, kalangan pengusaha internasional dan pejabat perindustrian juga berpendapat perkebunan kelapa sawit Indonesia memiliki keuntungan bagi pengusaha terutama karena murahnya biaya tenaga kerja dan depresiasi rupiah. "Input dihitung dengan rupiah, sementara minyak kelapa sawit mentah (CPO) dijual dalam dolar AS. Kombinasi ini tidak dapat disaingi negara mana pun," ucap mereka.
Suara miring ihwal penjualan perkebunan kelapa sawit Grup Salim oleh BPPN, juga diungkapkan Ir Thomas Darmawan, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia. "Saya sangat menyayangkan penjualan ini. Selain dijual dengan harga murah oleh BPPN, penjualan tersebut terkesan karena mendapat tekanan dari internasional," ujarnya.
Lagi pula, kritik Thomas, persyaratan BPPN sangat berat untuk dicapai oleh pengusaha nasional. "Masa dalam penjualan yang begitu besar harus dibayar dengan cash," sesalnya. "Sekarang saja harga minyak goreng mencapai harga terendah 260-300 dolar. Padahal sebelumnya kita pernah mencapai 600-700 dolar. Dengan dijualnya perkebunan terbesar Indonesia ke Malaysia, bisa saja target estimasi tahun 2001 sebesar 400-450 dolar, sulit tercapai," ungkap Thomas.
Tapi, anggota asosiasi minyak goreng, AIMMI DKI Jakarta, Adiwicaksono tak mempersoalkan penjualan itu. Ia justru mendukung tindakan BPPN. "Namanya usaha, mana yang lebih menguntungkan itu yang dicari. Wajar-wajar saja, kalau BPPN melepas perkebunan kelapa sawit Salim Grup ke Malaysia, karena mereka mengajukan penawaran tertinggi dengan pembayaran yang jelas," katanya.
Dukungan pada BPPN juga diutarakan pengamat sekaligus Director Centre for Agriculture Policy Studies (CAPS), HS Dillon. Menurutnya, kalau sekarang perusahaan kelapa sawit milik Grup Salim diambil alih Guthrie Malaysia hal itu baik sekali. "Biar semua orang tahu betapa buruknya mental konglomerat Indoneaia yang membiarkan dananya parkir di luar negeri, sementara usahanya di sini dibiarkan bangkrut. Hal itu menandakan pengusaha kita bermental pencuri," katanya. Memang, Salim banyak membuat simalakama. (DF/TK/CR-3/T-3/T-1)

Media Indonesia, 07 Des 2000

0 comments:

Posting Komentar

Label

2011 News Africa AGRIBISNIS Agriculture Business Agriculture Land APINDO Argentina Australia Bangladesh benih bermutu benih kakao benih kelapa benih palsu benih sawit benih sawit unggul Berita Berita Detikcom Berita Info Jambi Berita Kompas Berita Padang Ekspres Berita Riau Pos Berita riau terkini Berita Riau Today Berita Tempo bibit sawit unggul Biodiesel biofuel biogas budidaya sawit Bursa Malaysia Cattle and Livestock China Cocoa Company Profile Corn corporation Cotton CPO Tender Summary Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel Oil (PKO) Dairy Dairy Products Edible Oil Euorope European Union (EU) FDA and USDA Fertilizer Flood Food Inflation Food Security Fruit Futures Futures Cocoa and Coffee Futures Edible Oil Futures Soybeans Futures Wheat Grain HUKUM India Indonesia Info Sawit Investasi Invitation Jarak pagar Kakao Kapas Karet Kebun Sawit BUMN Kebun Sawit Swasta Kelapa sawit Kopi Law Lowongan Kerja Malaysia Meat MPOB News Nilam Oil Palm Oil Palm - Elaeis guineensis Pakistan palm oil Palm Oil News Panduan Pabrik Kelapa Sawit pembelian benih sawit Penawaran menarik PENGUPAHAN perburuhan PERDA pertanian Pesticide and Herbicide Poultry REGULASI Rice RSPO SAWIT Serba-serbi South America soybean Tebu Technical Comment (CBOT Soyoil) Technical Comment (DJI) Technical Comment (FCPO) Technical Comment (FKLI) Technical Comment (KLSE) Technical Comment (NYMEX Crude) Technical Comment (SSE) Technical Comment (USD/MYR) Teknik Kimia Thailand Trader's Event Trader's highlight Ukraine umum USA Usaha benih varietas unggul Vietnam Wheat