LSM Asing Gembosi Industri Sawit RI | Terkait Isu Lingkungan Hidup
Posted by Labels: Berita, Lingkungan, orangutan, Palm Oil News
Kampanye negatif sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing terkait isu lingkungan, diduga tidak murni atas nama lingkungan. Diduga hal itu ditunggangi kepentingan politis lain untuk menyerang industri kelapa sawit Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Ketua Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia Bidang Advokasi, Promosi dan Kerjasama, Gumbira Said di Jakarta kemarin.
Gumbira mengatakan hal tersebut ketika diminta komentar terkait pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu tentang adanya sejumlah kritik dari LSM asing yang dinilai sudah mengintervensi kebijakan internal Indonesia. “LSM asing itu sepertinya memang mempunyai kepentingan tertentu terhadap industri kelapa sawit Indonesia.
Atau diperalat oleh sejumlah pengusaha besar Eropa yang merasa khawatir dengan perkembangan signifikan industri sawit kita,” katanya pada wartawan kemarin. Sebagai Guru Besar Teknologi Industri Pertanian IPB, Gumbira menambahkan, pihaknya sepakat dengan pernyataan Presiden SBY bahwa pihak asing hendaknya jangan masuk ke ranah kebijakan internal Indonesia. Terutama terkait persoalan lingkungan. “Indonesia toh sudah memiliki komitmen dalam moratorium terkait penurunan emisi di Norwegia.
Jadi, hendaknya LSM itu memahami bahwa Indonesia tidak diam terkait kebijakan lingkungan,” paparnya. Dilanjutkannya, pihak asing yang notabene berasal dari Eropa, mempunyai misi titipan dari pengusaha minyak nabati yang merasa terjepit pasarnya dengan perkembangan industri minyak sawit Indonesia. “Nah salah satu kiatnya adalah menebarkan kampanye negatif tentang lingkungan yang dibidikkan langsung ke Indonesia,” tambahnya. Ditegaskan bahwa pembangunan industri kelapa sawit memang tidak harus merusak lingkungan.
Namun, fakta di lapangan memang mesti diakui, ada sejumlah pengusaha nakal. “Ketika mereka melakukan perluasan lahan kelapa sawit, beberapa di antaranya memang melakukan perusakan lingkungan. Namun, itu sudah dilakukan langkah-langkah antisipasi dengan cara adanya pengawasan langsung dari pemerintah,” ungkapnya. Sementara, Direktur Program Tropenbos International Indonesia Programme, Petrus Gunarso menjelaskan, kendati pihaknya berasal dari LSM asing, namun justru mendukung pernyataan Presiden SBY tersebut.
“Apa yang dilontarkan LSM asing itu tidak seluruhnya benar. Namun, inti dari kampanye negatif yang dilemparkan LSM asing, jelas mengacu pada industri minyak nabati Eropa yang merasa terancam serta takut tersaingi dengan kelapa sawit yang makin menunjukan utilitasnya,” katanya. Terkait dengan sejumlah fakta di lapangan bahwa masih ada pelanggaran dilakukan pengusaha kelapa sawit saat melakukan perluasan lahan. Petrus mengatakan, persoalannya tidak semata-mata terletak pada pengusaha.
“Pengusaha bisa jadi mendapat ijin dari pemda setempat, atau mekanisme pemberian ijin yang keliru terkait peruntukan perluasan lahan untuk kelapa sawit,” tambahnya. Pihaknya menilai kebijakan pemerintah terkait perluasan lahan kelapa sawit sesungguhnya sudah benar.
Hanya prakteknya di lapangan berbeda. Dipertanyakan kenapa pemerintah yang memberi ijin perluasan lahan pada pengusaha tidak diarahkan pada lahan hutan yang rusak saja.“Kita memiliki hutan yang gundul dan luas sekali. Di sana kawasan hutan tetapi tidak ada hutan di dalamnya. Harusnya ekspansi sawit diarahkan ke sana, sekaligus mencari solusi emisi gas rumah kaca,” tukasnya. (dri)
sumber: indopos.co.id
Gumbira mengatakan hal tersebut ketika diminta komentar terkait pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu tentang adanya sejumlah kritik dari LSM asing yang dinilai sudah mengintervensi kebijakan internal Indonesia. “LSM asing itu sepertinya memang mempunyai kepentingan tertentu terhadap industri kelapa sawit Indonesia.
Atau diperalat oleh sejumlah pengusaha besar Eropa yang merasa khawatir dengan perkembangan signifikan industri sawit kita,” katanya pada wartawan kemarin. Sebagai Guru Besar Teknologi Industri Pertanian IPB, Gumbira menambahkan, pihaknya sepakat dengan pernyataan Presiden SBY bahwa pihak asing hendaknya jangan masuk ke ranah kebijakan internal Indonesia. Terutama terkait persoalan lingkungan. “Indonesia toh sudah memiliki komitmen dalam moratorium terkait penurunan emisi di Norwegia.
Jadi, hendaknya LSM itu memahami bahwa Indonesia tidak diam terkait kebijakan lingkungan,” paparnya. Dilanjutkannya, pihak asing yang notabene berasal dari Eropa, mempunyai misi titipan dari pengusaha minyak nabati yang merasa terjepit pasarnya dengan perkembangan industri minyak sawit Indonesia. “Nah salah satu kiatnya adalah menebarkan kampanye negatif tentang lingkungan yang dibidikkan langsung ke Indonesia,” tambahnya. Ditegaskan bahwa pembangunan industri kelapa sawit memang tidak harus merusak lingkungan.
Namun, fakta di lapangan memang mesti diakui, ada sejumlah pengusaha nakal. “Ketika mereka melakukan perluasan lahan kelapa sawit, beberapa di antaranya memang melakukan perusakan lingkungan. Namun, itu sudah dilakukan langkah-langkah antisipasi dengan cara adanya pengawasan langsung dari pemerintah,” ungkapnya. Sementara, Direktur Program Tropenbos International Indonesia Programme, Petrus Gunarso menjelaskan, kendati pihaknya berasal dari LSM asing, namun justru mendukung pernyataan Presiden SBY tersebut.
“Apa yang dilontarkan LSM asing itu tidak seluruhnya benar. Namun, inti dari kampanye negatif yang dilemparkan LSM asing, jelas mengacu pada industri minyak nabati Eropa yang merasa terancam serta takut tersaingi dengan kelapa sawit yang makin menunjukan utilitasnya,” katanya. Terkait dengan sejumlah fakta di lapangan bahwa masih ada pelanggaran dilakukan pengusaha kelapa sawit saat melakukan perluasan lahan. Petrus mengatakan, persoalannya tidak semata-mata terletak pada pengusaha.
“Pengusaha bisa jadi mendapat ijin dari pemda setempat, atau mekanisme pemberian ijin yang keliru terkait peruntukan perluasan lahan untuk kelapa sawit,” tambahnya. Pihaknya menilai kebijakan pemerintah terkait perluasan lahan kelapa sawit sesungguhnya sudah benar.
Hanya prakteknya di lapangan berbeda. Dipertanyakan kenapa pemerintah yang memberi ijin perluasan lahan pada pengusaha tidak diarahkan pada lahan hutan yang rusak saja.“Kita memiliki hutan yang gundul dan luas sekali. Di sana kawasan hutan tetapi tidak ada hutan di dalamnya. Harusnya ekspansi sawit diarahkan ke sana, sekaligus mencari solusi emisi gas rumah kaca,” tukasnya. (dri)
sumber: indopos.co.id
0 comments:
Posting Komentar