RSS Feed

Peraturan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan | Bibit Tanaman

Posted by Flora Sawita Labels: , , ,


DEPARTEMEN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL
JAKARTA
11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi
dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;
12. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata
Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan
dan Satwa Liar;
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 yang
telah disempurnakan dengan Permenhut No. P.17/Menhut-II/2005,
Permenhut No. P.35/Menhut-II/2005, Permenhut No. P.46/Menhut-
II/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan;
14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.10/Menhut-II/2007 tentang
Perbenihan Tanaman Hutan.

M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN
PERHUTANAN SOSIAL TENTANG TATA USAHA BENIH DAN/ATAU
BIBIT TANAMAN HUTAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Perbenihan tanaman hutan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan konservasi
sumberdaya genetik, pemuliaan tanaman hutan, pengadaan, peredaran benih
dan/atau bibit.
2. Benih tanaman hutan yang selanjutnya di dalam peraturan ini disebut benih adalah
bahan tanaman yang berupa bagian generatif atau bagian vegetatif tanaman yang
digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiak-kan tanaman.
3. Benih generatif adalah benih yang berupa bagian generatif tanaman (biji).
4. Benih vegetatif adalah benih yang berupa bagian vegetatif tanaman (antara lain:
mata tunas, akar, daun, dan jaringan tanaman).
5. Bibit tanaman hutan yang selanjutnya di dalam peraturan ini disebut bibit adalah
tumbuhan muda hasil perbanyakan dan/atau pengembangbiakan secara generatif
(biji) maupun vegetatif.
6. Tata usaha benih tanaman hutan adalah kegiatan menyusun dan menata dokumen
benih tanaman hutan sejak dari perencanaan pengunduhan sampai dengan distribusi
benih.
7. Tata usaha bibit tanaman hutan adalah kegiatan menyusun dan menata dokumen
bibit tanaman hutan sejak dari persiapan benih sampai dengan distribusi bibit.
8. Pengelola sumber benih adalah orang atau pihak yang mengurus sumber benih
bersertifikat miliknya, atau memanfaatkan sumber benih bersertifikat milik orang atau
pihak lain berdasarkan perjanjian kerja sama.
9. Pengadaan benih adalah kegiatan yang meliputi kegiatan pengunduhan benih,
penanganan benih, pengujian benih, pengepakan benih dan penyimpanan benih.
10. Pengadaan bibit adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penyiapan benih, penaburan
benih, penyapihan bibit, aklimatisasi bibit, pemeliharaan bibit dan sortasi bibit.
11. Peredaran benih adalah kegiatan yang meliputi pengemasan, pengangkutan,
penyimpanan, dan distribusi benih.
12. Peredaran bibit adalah kegiatan yang meliputi pengemasan, pengangkutan, dan
distribusi bibit.
13. Pengada benih dan/atau bibit adalah Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Kabupaten/Kota, BUMN/BUMD/BUMS, Koperasi atau Perorangan yang mempunyai
kegiatan pengadaan benih dan/atau bibit.
14. Pengedar benih dan/atau bibit adalah pemerintah, pemerintah provinsi,
kabupaten/kota, BUMN/BUMD/BUMS, koperasi atau perorangan yang mempunyai
kegiatan peredaran benih dan/atau bibit.
15. Pengguna benih/bibit adalah perorangan atau badan hukum yang melakukan
kegiatan pemanfaatan benih/bibit.
16. Dokumen benih adalah catatan tertulis tentang pengelolaan benih dan/atau bibit yang
disimpan sebagai bukti apabila diperlukan.
17. Sumber benih bersertifikat adalah suatu tegakan hutan di semua kawasan kecuali
Cagar Alam serta Zona Inti dan Zona Rimba pada Taman Nasional, dan di luar
kawasan hutan yang dikelola guna memproduksi benih berkualitas yang sudah
disertifikasi oleh Balai.
18. Pengujian Mutu Benih adalah kegiatan pengujian yang meliputi pengujian kadar air,
daya Kecambah, kemurnian dan berat 1000 butir melalui uji laboratorium
berdasarkan standar International Seed Testing Association (ISTA).
19. Pengunduhan buah/benih adalah kegiatan pengambilan buah/benih dari pohon yang
berdomisili dalam sekelompok tegakan yang telah ditunjuk dan disertifikasi oleh Balai
sebagai sumber benih bersertifikat.
20. Sortasi buah adalah kegiatan pemilahan buah yang masak dan sehat dari buah muda
serta tidak terserang hama penyakit.
21. Ekstraksi benih adalah kegiatan memisahkan benih dari buahnya.
22. Sortasi benih adalah kegiatan memisahkan benih dari kotoran dan campuran benih
lainnya.
23. Penaburan benih adalah pendederan biji dilakukan terhadap biji yang berukuran kecil
yang akan disapih ke dalam bak tabur.
24. Penyapihan bibit adalah memindahkan kecambah kedalam polybag.
25. Sortasi bibit adalah memisahkan bibit yang mati, bibit tidak normal dan bibit normal.
26. Direktorat Jenderal adalah Direktorat yang diserahi tugas dan tanggung jawab
dibidang perbenihan tanaman hutan
27. Balai adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal yang diserahi tugas dan
bertanggung jawab menangani perbenihan tanaman hutan
28. Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan bertanggung
jawab di bidang kehutanan tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
29. Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas yang diserahi tugas dan
bertanggung jawab bidang kehutanan tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Maksud dari penyusunan Tata Usaha Benih dan/atau Bibit Tanaman Hutan adalah
mengatur kewajiban semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan tata usaha
pengadaan dan pengedaran benih dan/atau bibit tanaman hutan yang berasal dari
sumber benih bersertifikat.
(2) Tujuan dari penyusunan Tata Usaha Benih dan/atau Bibit Tanaman Hutan adalah
benih dan/atau bibit dapat tertelusuri asal-usul dan jumlahnya serta terjamin dan
terjaga kualitasnya.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 3
Tata Usaha Benih dan/atau Bibit Tanaman Hutan meliputi :
a. Tata Usaha Benih
b. Tata Usaha Bibit
c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian

BAB II
TATA USAHA BENIH
Bagian Kesatu
Tata Usaha Pengadaan dan Pengedaran Benih
Pasal 4
(1) Pengadaan dan pengedaran benih harus berasal dari sumber benih bersertifikat.
(2) Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa benih generatif dan benih
vegetatif.
Pasal 5
(1) Pengadaan benih generatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi kegiatan
pengunduhan benih, penanganan benih, dan pengujian mutu benih.
(2) Penanganan benih generatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sortasi
buah, pengeringan buah, ekstraksi benih, sortasi benih, pengeringan benih,
penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih.
(3) Pengedaran benih generatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi kegiatan
penanganan benih, distribusi benih, dan pengujian mutu benih.
Pasal 6
(1) Pengadaan benih vegetatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 adalah kegiatan
pengumpulan benih.
(2) Pengedaran benih vegetatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 adalah kegiatan
distribusi benih vegetatif.

Bagian Kedua
Deskripsi Tata Usaha Benih Generatif
Paragraf Kesatu
Tata Usaha Perencanaan Pengunduhan Benih
Pasal 7
(1) Pengada benih selaku pengelola sumber benih yang akan melaksanakan pengadaan
benih wajib membuat perencanaan pengunduhan benih.
(2) Perencanaan pengunduhan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
rencana inventarisasi potensi produksi benih dan rencana pengunduhan benih .
(3) Perencanaan pengunduhan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan
kepada Dinas Kabupaten/Kota setempat 2 (dua) bulan sebelum melakukan
pengunduhan dengan tembusan kepada Balai dan Dinas Provinsi dengan
menggunakan blanko RLPS Bn 001.
(4) Berdasarkan surat rencana pengunduhan benih sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Dinas Kabupaten/Kota wajib melakukan pemeriksaan.
(5) Pemeriksaan oleh Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilaksanakan oleh petugas yang telah memiliki ketrampilan di bidang perbenihan
tanaman hutan.
(6) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Dinas Provinsi atas
usulan dari Dinas Kabupaten/Kota.
(7) Laporan inventarisasi potensi produksi benih sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan perkiraan target benih yang akan diunduh yang dituangkan dalam blanko
RLPS Bn 002.
Paragraf Kedua
Tata Usaha Pengunduhan Benih
Pasal 8
(1) Pengunduhan benih dilaksanakan berdasarkan perkiraan target benih yang akan
diunduh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7).
(2) Hasil pengunduhan benih wajib dicatat atau didokumentasikan dalam Catatan
pengadaan benih dengan menggunakan blanko RLPS Bn G 010 dan label
pengunduhan buah blanko RLPS Bn G 003.
Paragraf Ketiga
Tata Usaha Penanganan Benih
Pasal 9
(1) Kegiatan penanganan benih meliputi sortasi buah, pengeringan buah, ekstraksi
benih, sortasi benih, pengeringan benih, dan penyimpanan benih.
(2) Hasil kegiatan penanganan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat
dalam :
(a) blanko RLPS Bn G 004 dan blanko RLPS Bn G 010 untuk sortasi buah
(b) blanko RLPS Bn G 005 dan blanko RLPS Bn G 010 untuk pengeringan buah
(c) blanko RLPS Bn G 006 dan blanko RLPS Bn G 010 untuk ekstraksi benih
(d) blanko RLPS Bn G 007 dan blanko RLPS Bn G 010 untuk sortasi benih
(e) blanko RLPS Bn G 008 dan blanko RLPS Bn G 010 untuk pengeringan benih
(f) blanko RLPS Bn G 009 dan blanko RLPS Bn G 010 untuk penyimpanan benih
Pasal 10
(1) Benih yang disimpan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) merupakan
hasil kegiatan pengadaan benih.
(2) Hasil kegiatan pengadaan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan
kepada Dinas Kabupaten/Kota dan tembusan kepada Balai dengan menggunakan
blanko RLPS Bn 011.
Paragraf Keempat
Tata Usaha Distribusi Benih
Pasal 11
(1) Benih yang didistribusikan wajib dicatat, diuji mutunya, dan dibuatkan surat
pengiriman yang dilampiri dengan surat keterangan asal usul benih sebagaimana
blanko RLPS Bn G 014.
(2) Pencatatan distribusi benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Catatan
mutasi benih sebagaimana blanko RLPS Bn G 012.
(3) Catatan mutasi benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Dinas
Kabupaten/Kota setempat dan Balai untuk setiap 6 (enam) bulan.
(4) Surat pengiriman benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada
pembeli benih dengan tembusan Balai dan Dinas Kabupaten/Kota dimana pengada
benih dan pembeli benih berdomisili dengan menggunakan blanko RLPS Bn 013.
(5) Kegiatan pengujian mutu benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan
mengikuti peraturan sertifikasi mutu benih yang berlaku.

Bagian Ketiga
Deskripsi Tata Usaha Benih Vegetatif
Paragraf Kesatu
Tata Usaha Perencanaan Pengumpulan Benih
Pasal 12
Tata usaha perencanaan pengumpulan benih vegetatif prosedurnya dilaksanakan
sebagaimana diatur dalam Pasal 7.
Paragraf Kedua
Tata Usaha Pengumpulan Benih
Pasal 13
(1) Pengadaan benih meliputi kegiatan pengumpualn benih berdasarkan perkiraan target
benih yang akan dikumpulkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7).
(2) Hasil pengumpulan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat dalam
blanko RLPS Bn 015 dan dilaporkan Kepada Dinas Kabupaten/Kota dengan
tembusan Balai.
Paragraf Ketiga
Tata Usaha Distribusi Benih
Pasal 14
(1) Benih yang didistribusikan wajib dilengkapi dengan surat pengiriman yang dilampiri
dengan surat keterangan asal usul benih.
(2) Surat pengiriman benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada
pembeli benih dengan tembusan kepada Balai dan Dinas Kabupaten/Kota di mana
pengada dan pembeli benih berdomisili.

BAB III
TATA USAHA BIBIT
Bagian Kesatu
Tata Usaha Pengadaan dan Pengedaran Bibit
Pasal 15
(1) Bibit yang diadakan oleh pengada bibit dan diedarkan oleh pengedar bibit berasal
dari sumber benih bersertifikat yang dibuktikan dengan surat keterangan asal usul
benih dan bukti pengiriman benih.
(2) Pengada bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menggunakan benih
generatif melakukan penyediaan benih, penaburan benih/pengumpulan anakan
(cabutan), penyapihan bibit, pemeliharaan bibit, sortasi bibit, dan penilaian mutu bibit.
(3) Pengada bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menggunakan benih
vegetatif melakukan penyediaan benih, pembuatan bibit, pemeliharaan bibit, sortasi
bibit, dan penilaian mutu bibit.
(4) Pembuatan bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa penyapihan
plantlet, penempelan entris, penyemaian stek pucuk, dan lain-lain kegiatan
perbanyakan bibit.
(5) Penyediaan benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dapat dilakukan
dengan cara pembelian atau menggunakan benih dari sumber benih yang dikelola
oleh pengada bibit.
(6) Pengedar bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penyediaan bibit,
pemeliharaan bibit, distribusi bibit, dan penilaian mutu bibit.
(7) Penyediaan bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan cara
pembelian.

Bagian Kedua
Deskripsi Tata Usaha Bibit
Paragraf Kesatu
Tata Usaha Perencanaan Pembuatan Bibit
Pasal 16
(1) Pengada bibit yang akan melaksanakan pembuatan bibit wajib membuat
perencanaan pembuatan bibit.
(2) Rencana pembuatan bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan 1 (satu)
bulan sebelum melakukan penaburan benih kepada Dinas Kabupaten/ Kota setempat
dengan tembusan kepada Balai dengan menggunakan blanko RLPS Bt 016.
(3) Berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dinas
Kabupaten/Kota setempat wajib melakukan pemeriksaan terhadap kapasitas
persemaian dan dokumen benih.
(4) Pemeriksaan oleh Dinas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan oleh petugas sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (6) dan ayat (7).
Paragraf Kedua
Tata Usaha Pembuatan Bibit
Pasal 17
(1) Penyediaan benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) yang
dilakukan dengan cara pembelian harus dilengkapi dengan surat pengiriman benih
sebagaimana blanko RLPS Bn 013 dan surat keterangan asal usul benih dari
pengada benih/pengelola sumber benih sebagaimana blanko RLPS Bn 014.
(2) Surat pengiriman benih dan surat keterangan asal usul benih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) selanjutnya diarsipkan sebagai dokumen penyediaan benih.
(3) Kegiatan penaburan benih/pengumpulan anakan/pembuatan bibit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) dicatat dengan menggunakan catatan
pembuatan bibit sebagaimana blanko RLPS Bt 016 dan label penaburan
benih/pengumpulan anakan/pembuatan bibit sebagaimana blanko RLPS Bt 017.
(4) Kegiatan penyapihan bibit dari benih generatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2) dan pembuatan bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
dicatat dengan menggunakan catatan pembuatan bibit sebagaimana blanko RLPS
Bt 016 dan label penyapihan bibit sebagaimana blanko RLPS Bt 018.
(5) Kegiatan sortasi bibit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) dicatat
dengan menggunakan catatan pembuatan bibit sebagaimana blanko RLPS Bt 016
dan label sortasi bibit sebagaimana blanko RLPS Bt 019.
Paragraf Ketiga
Tata Usaha Distribusi Bibit
Pasal 18
(1) Bibit yang didistribusikan wajib dicatat, dinilai mutunya, dibuatkan surat pengiriman
dan dilengkapi dengan surat keterangan asal usul benih.
(2) Pencatatan distribusi bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan
catatan mutasi bibit sebagaimana blanko RLPS Bt 020.
(3) Catatan mutasi bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Dinas Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Balai untuk setiap 6
(enam) bulan.
(4) Surat pengiriman bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada
pembeli bibit dengan tembusan Balai dan Dinas Kabupaten/Kota di mana pengada
bibit dan pembeli bibit berdomisili dengan menggunakan blanko RLPS Bt 021.
(5) Kegiatan penilaian mutu bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan
mengikuti peraturan sertifikasi mutu bibit yang berlaku.

BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 19
(1) Ditrektorat Jenderal melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
tata usaha benih dan/atau bibit tanaman hutan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian pedoman,
arahan, pelatihan dan supervisi.
(3) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemantauan dan
evaluasi.
(4) Balai wajib menyampaikan laporan tiga bulanan dan laporan tahunan kepada
Direktur Jenderal.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal :

DIREKTUR JENDERAL,
Ir. DARORI, MM
NIP. 080049355

Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth:
1. Menteri Kehutanan;
2. Para Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan;
3. Para Pejabat Eselon II lingkup Direktorat Jenderal RLPS;
4. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang
kehutanan seluruh Indonesia;
5. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang
kehutanan seluruh Indonesia;
6. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di seluruh Indonesia;
7. Kepala Balai Perbenihan Tanaman Hutan di seluruh Indonesia;

0 comments:

Posting Komentar

Label

2011 News Africa AGRIBISNIS Agriculture Business Agriculture Land APINDO Argentina Australia Bangladesh benih bermutu benih kakao benih kelapa benih palsu benih sawit benih sawit unggul Berita Berita Detikcom Berita Info Jambi Berita Kompas Berita Padang Ekspres Berita Riau Pos Berita riau terkini Berita Riau Today Berita Tempo bibit sawit unggul Biodiesel biofuel biogas budidaya sawit Bursa Malaysia Cattle and Livestock China Cocoa Company Profile Corn corporation Cotton CPO Tender Summary Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel Oil (PKO) Dairy Dairy Products Edible Oil Euorope European Union (EU) FDA and USDA Fertilizer Flood Food Inflation Food Security Fruit Futures Futures Cocoa and Coffee Futures Edible Oil Futures Soybeans Futures Wheat Grain HUKUM India Indonesia Info Sawit Investasi Invitation Jarak pagar Kakao Kapas Karet Kebun Sawit BUMN Kebun Sawit Swasta Kelapa sawit Kopi Law Lowongan Kerja Malaysia Meat MPOB News Nilam Oil Palm Oil Palm - Elaeis guineensis Pakistan palm oil Palm Oil News Panduan Pabrik Kelapa Sawit pembelian benih sawit Penawaran menarik PENGUPAHAN perburuhan PERDA pertanian Pesticide and Herbicide Poultry REGULASI Rice RSPO SAWIT Serba-serbi South America soybean Tebu Technical Comment (CBOT Soyoil) Technical Comment (DJI) Technical Comment (FCPO) Technical Comment (FKLI) Technical Comment (KLSE) Technical Comment (NYMEX Crude) Technical Comment (SSE) Technical Comment (USD/MYR) Teknik Kimia Thailand Trader's Event Trader's highlight Ukraine umum USA Usaha benih varietas unggul Vietnam Wheat