JAKARTA - Peraturan Daerah (Perda) seringkali dijadikan alat legitimasi pejabat daerah untuk melakukan tindak pidana korupsi. Modusnya, menjadikan perda sebagai senjata untuk mengesahkan pungutan liar (pungli).
Terkait hal tersebut, sepanjang 2002-2010, Kementerian Dalam Negeri telah membatalkan 1.800 perda bermasalah yang diduga dijadikan senjata untuk korupsi. Berdasarkan catatan kemendagri yang diterima
Jambi Independent, lima besar daerah yang paling banyak mengeluarkan perda bermasalah adalah Sumut dengan 180 perda, Jawa Timur 138 perda, Jawa Barat 115 perda, Jambi 94 perda dan Riau 80 perda.
Di Jambi, secara rinci sembilan perda yang dikeluarkan Pemprov, 76 perda di pemkab dan sembilan perda yang dikeluarkan pemkot. “Semua perda itu sudah dibatalkan lewat SK Mendagri. Untuk 2011, masih ditemukan 329 perda bermasalah, tapi masih dikaji apakah juga dibatalkan atau tidak,” ujar juru bicara Kemendagri, Reydonyzar Moenek, di ruang kerjanya, kemarin (5/12).
Menurutnya, pembatalan 1.800 perda itu setelah pihaknya melakukan pengkajian terhadap 2.400 Perda dari 4.000 Perda yang patut dikaji. “Hasil kajian itu menunjukkan bahwa terdapat 1.800-an perda bermasalah dan langsung dibatalkan menteri,” katanya.
Mantan Kabiro Humas Pemda Sumbar ini mengakui, perda bermasalah itu terkait dengan kecenderungan pemda untuk menciptakan berbagai pungutan. Menurutnya, ada kecenderungan pemda menciptakan pungli dengan cara menciptakan pajak baru serta memperluas objek pajak dan objek retribusi di luar ketentuan undang-undang. “Bahkan, perda-perda tersebut bertentangan dengan kepentingan umum, menghambat arus barang antardaerah, dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi,” tegasnya.
Perda bermasalah ini, katanya, harus dihentikan penerapannya karena bertentangan dengan kepentingan umum maupun peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda bermasalah juga tidak mendukung upaya menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif di daerah. “Perlu ditegaskan, perda bermasalah yang sudah dibatalkan pemerintah tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Kalau masih dilakukan, ini melanggar aturan dan bisa masuk pidana,” tandasnya.
Mendagri telah memberi arahan kepada gubernur agar tidak mencantumkan lagi PAD dari perda yang telah dibatalkan ketika mengevaluasi rancangan Perda tentang APBD kabupaten/kota. Kebijakan ini disampaikan melalui Surat Edaran Mendagri perihal Pengawasan Perda. Sayangnya, Kemendagri enggan membuka perda apa saja yang dibatalkan itu.
Anggota Komisi III DPR RI Bidang Hukum, Bambang Soesatyo mengatakan perda yang dibatalkan itu karena tidak memenuhi rasa keadilan, berlaku diskriminatif terhadap masyarakat. Selama ini, kata dia, pemda cenderung menciptakan perda yang justru membebani usaha. “Contoh yang paling anyar adalah Pajak Warung yang berkembang di pertengahan 2011, yang sempat diprotes masyarakat. Bahkan, Kadin sempat mengeluhkan ada 1.000 perda yang memberatkan dunia usaha,” ujarnya.
Politisi Golkar ini menjelaskan, pembatalan ribuan perda bermasalah jelas merupakan kerugian bagi Negara. Bila dihitung, kerugian Negara bisa mencapai Rp 15 triliun. Sebab, katanya, biaya pembuatan satu perda paling tidak sekitar Rp 300 juta.
Bambang mengatakan banyak pejabat daerah berusaha menguasai SDA dan ekonominya bagi kepentingan pribadi lewat perda. Dia mencontohkan kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati Seluma Bengkulu, Murman Effendi. Menurutnya, Murman ditahan KPK terkait adanya aliran dana yang diduga suap pada pembuatan Perda No 12 Tahun 2010 tentang Pengikatan Dana Anggaran Pembangunan Infrastruktur peningkatan jalan. “KPK mencium ada kejanggalan dalam pengesahan perda tersebut. Saya yakin, di daerah lain juga pasti terjadi hal serupa. Harusnya KPK, kejaksaan dan polisi jeli melihat ini,” jelasnya.
Menurutnya, banyak pejabat daerah menjadikan perda sebagai proyek mencari uang. Uang mulai mengalir dari penyusunan konsep, berlanjut ke draf, kemudian dibahas di dewan. “Tahap-tahap penyusunan ini menyedot dana hingga ratusan juta rupiah. Padahal perda itu tak mungkin diterapkan di masyarakat,” tandasnya.(J-I)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
2011 News
Africa
AGRIBISNIS
Agriculture Business
Agriculture Land
APINDO
Argentina
Australia
Bangladesh
benih bermutu
benih kakao
benih kelapa
benih palsu
benih sawit
benih sawit unggul
Berita
Berita Detikcom
Berita Info Jambi
Berita Kompas
Berita Padang Ekspres
Berita Riau Pos
Berita riau terkini
Berita Riau Today
Berita Tempo
bibit sawit unggul
Biodiesel
biofuel
biogas
budidaya sawit
Bursa Malaysia
Cattle and Livestock
China
Cocoa
Company Profile
Corn
corporation
Cotton
CPO Tender Summary
Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel Oil (PKO)
Dairy
Dairy Products
Edible Oil
Euorope
European Union (EU)
FDA and USDA
Fertilizer
Flood
Food Inflation
Food Security
Fruit
Futures
Futures Cocoa and Coffee
Futures Edible Oil
Futures Soybeans
Futures Wheat
Grain
HUKUM
India
Indonesia
Info Sawit
Investasi
Invitation
Jarak pagar
Kakao
Kapas
Karet
Kebun Sawit BUMN
Kebun Sawit Swasta
Kelapa sawit
Kopi
Law
Lowongan Kerja
Malaysia
Meat
MPOB
News
Nilam
Oil Palm
Oil Palm - Elaeis guineensis
Pakistan
palm oil
Palm Oil News
Panduan Pabrik Kelapa Sawit
pembelian benih sawit
Penawaran menarik
PENGUPAHAN
perburuhan
PERDA
pertanian
Pesticide and Herbicide
Poultry
REGULASI
Rice
RSPO
SAWIT
Serba-serbi
South America
soybean
Tebu
Technical Comment (CBOT Soyoil)
Technical Comment (DJI)
Technical Comment (FCPO)
Technical Comment (FKLI)
Technical Comment (KLSE)
Technical Comment (NYMEX Crude)
Technical Comment (SSE)
Technical Comment (USD/MYR)
Teknik Kimia
Thailand
Trader's Event
Trader's highlight
Ukraine
umum
USA
Usaha benih
varietas unggul
Vietnam
Wheat
0 comments:
Posting Komentar