MEDAN-Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menyosialisasikan konsep Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) atau Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia.
Sosialisasi yang dilaksanakan di......
Medan, Kamis, 17 November 2011, itu diikuti pemangku kepentingan di bidang perkebunan sawit di Sumut, mulai dari pejabat Dinas Perkebunan kabupaten/kota hingga pengelola perkebunan pribadi dan PTPN di Sumut.
Dirjen Perkebunan Kementan Gamal Nasir mengatakan, sosialisasi itu dilakukan karena adanya anggapan jika pemanasan global dan perubahan ilim yang terjadi belakangan ini sering dikaitkan dengan keberadaan perkebunan sawit.
Karena itu, Kementan bersama Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyosialisasikan konsep tersebut yang mengutamakan keberlanjutan perkebunan sawit dengan memperhatikan tiga aspek penting yakni ekonomi, kelestarian lingkungan, serta kelestarian sosial budaya.
Dengan konsep ISPO yang merupakan aturan yang dibuat bangsa sendiri itu, seluruh proses pembangunan kelapa sawit di tanah air harus berkelanjutan dengan mendorong seluruh mata rantai kegiatan produksi dan pengolahan usaha perkebunan sawit yang ramah lingkungan.
Secara umum, produksi kelapa sawit nasional mengalami kemajuan pesat sejak dikembangkan mulai 1979 dengan jumlah perkebunan hanya seluas 260.000 hektare. Setelah 30 tahun berlalu atau pada 2009, jumlah perkebunan sawit nasional sudah mencapai 7,9 juta hektare yang 39,2 persen diantaranya adalah perkebunan.
"Jika digabung dengan minyak sawit Malaysia, produksi kita sekitar 85 persen dari total produksi minyat sawit dunia," katanya.
Direktur Tanaman Tahunan Ditjen Perkebunan Kementan Rismansyah Danasaputra mengatakan, penerapan ISPO terkait cukup banyaknya isu negatif tentang perkebunan kelapa sawit selama ini.
Ketika pertama kali dipasarkan, minyak goreng hasil perkebunan sawit pernah diisukan sebagai zat yang tidak sehat dan dapat menyebabkan penyakit jantung bagi masyarakat yang menggunakannya.
Setelah dilakukan riset oleh berbagai ilmua dunia, isu tersebut tidak benar, katanya.
Kemudian, kata dia, muncul lagi berbagai isu lain seperti perusak lingkungan, penyebab kekeringan, menimbulkan konflik social di tengah-tengah masyarakat hingga dituduh sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menurunnya jumlah satwa yang dilindungi.
Setelah adanya penelitian secara mendalam, ternyata isu tersebut juga tidak benar karena dinilai tidak lebih dari kampanye butuk dari proses persaingan yang tidak sehat.
Karena itu, pihaknya menyosialisasikan ISPO yang memiliki tujuh prinsip yakni Sistem perizinan dan manajemen perkebunan, Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit, Pengelolaan dan pemantauan lingkungan, Tanggung jawab terhadap pekerja, Tanggung jawab sosial dan komunitas, Pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat, dan Peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Sumut Aspan Sofian Batubara mengatakan, seluruh pengelola perkebunan sawit, terutama di Sumut sangat diharapkan dapat mengikuti kententuan dalam ISPO tersebut.
Selain itu, perkebunan di Sumut juga diharapkan dapat mempersiapkan diri untuk mendapatkan penilaian sesuai ketentuan ISPO yang akan diberlakukan sejak tahun 2012, baik terkait aturan administrasi mau pisik.
Tanpa mengenyampingkan konsep Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) yang merupakan buatan pihak luar, pihaknya mengharapkan seluruh pengelola perkebunan selalu mengutamakan konsep ISPO yang disusun sesuai ketentuan perundang-undangan nasional.(antara)/EKSP
0 comments:
Posting Komentar