Palm | Kelapa Sawit

Siaran Pers
Serikat Petani Kelapa Sawit

Moratorium Sawit
“Jangan hanya menjawab Pengurangan Emisi Karbon tetapi harus lebih luas untuk menjawab persoalan-persoalan rakyat pada umumnya”

Bogor 31 Oktober 2010, Seiring dengan kebijakan moratorium untuk perkebunan kelapa sawit tentu sangat membantu untuk meminimalisir laju doforestasi hutan alam dan konversi lahan gambut untuk perkebunan yang termasuk dalam agenda pengurangan emisi. Begitu banyak kelompok pengusaha perkebunan yang resisten dengan moratorium karena terancam untuk tidak memperluas kawan perkebunanannya atau bahkan harus check out dari lokasi yang telah di ijinkan. Kami mengakui bahwa moratorium adalah kebijakan yang tepat untuk deforestasi di Indonesia namun kami mengusulkan untuk diperluas lagi untuk kesejahteraan rakyat.

Telah kita ketahui bahwa Moratorium tersebut terkait dengan kerjasama dengan Negara Norwegia untuk pengurangan emisi karbon dan itu sifatnya terbatas pada lingkup pengurangan emisi karbon yang kami nilai sebagai program pasar dan belum melingkup pada relasi atau peran Negara seutuhnya terhadap rakyat seperti kebijakan yang merugikan petani kelapa sawit, masyarakat adat dan buruh kebun. Selama periode kekuasaan rezim neopatrimonial Orde Baru hingga rezim transisi semakin menumpuknya kebijakan yang menyakitkan petani kelapa sawit yang menutup peluang untuk maju dan berkesejahteraan. Untuk menjawab persoalan ini, tentu harus ada moratorium pembukaan kebun kelapa sawit skala besar. Sayangnya moratorium ini terlalu sempit.

Moratorium yang di canangkan tersebut sebaiknya perlu diperluas yang tidak hanya berlaku pada kawasan hutan alam atau lokasi gambut namun secara keseluruhan investasi skala besar perkebunan. Artinya pemerintah perlu menghentikan juga pembukaan perkebunan yang berada diluar areal tersebut yang juga memiliki banyak masalah dalam keramahan social, budaya dan ekonomi. Moratorium itu sebaiknya tidak hanya merespon soal tuntutan global terkait emisi karbon tetapi juga harus ada tanggungjawab Negara atas persoalan-persoalan lain dengan masyarakat adat, buruh kebun dan petani kelapa sawit.

Sikap pemerintah hanya merespon tuntutan Negara-negara maju dan belum merespon tuntutan krusial problem rakyat yang sudah lama dituntut kepada Negara untuk segera di selesaikan. Sehingga sikap pemerintah mendua dan bersikap tidak adil bagi rakyat. Satu sisi pemerintah gencar mempromosikan moratorium namun di sisi lainnya pemerintah masih gencar memperluas kebun kelapa sawit yang justru menambah numpuk persoalan rakyat. SPKS mencatat hingga bulan oktober tahun 2010 saja sudah terdapat 119 petani yang di tangkap dan di penjarakan akibat pembukaan perkebunan kelapa sawit karena tumpang tindih dengan kawasan kelola rakyat dan skema kemitraan yang tidak adil.

Persoalan rakyat di dalam perkebunan dan konflik dalam perkebunan belum menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah untuk menata ulang sistem perkebunan dan bahkan di beberapa daerah, kepala daerah mengalami demam kelapa sawit. Misalnya gubernur Kalimantan Timur menarget 1 juta ha perkebunan kelapa sawit hingga akhir masa jabatannya dan hal yang samapun terjadi di provinsi Jambi yang menargetkan hal yang sama. Kami yakin ada kesalahan pendekatan pemerintah terkait soal peningkatan produksi CPO Indonesia untuk kebutuhan pasar dan sebaiknya merubah haluan pada optimalisasi produksi TBS dari perkebunan yang sudah ada (9,4 juta ha saat ini) karena tingkat produksi sangat rendah.

Sehingga penting bagi Pemerintah untuk memperluas moratorium tersebut untuk menjawab persoalan-persoalan social, ekonomi dan degradasi budaya masyarakat adat dan petani kelapa sawit di dalam perkebunan.

Yang perlu di lakukan saat ini oleh pemerintah dalam melakukan moratorium perkebunan kelapa sawit secara keseluruhan adalah;
1.Mengevaluasi skema kemitraan perkebunan kelapa sawit dengan petani untuk menemukan pola-pola yang sejajar dan berkeadilan untuk kesejahteraan petani kelapa sawit.
2.Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali terkait rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit skala luas dan ketegasan untuk membatasi Hak Guna Usaha Perusahaan kebun yang sudah di bangun dengan masa waktu satu siklus tanaman yang kemudian selanjutnya di distribusikan kepada rakyat (meneruskan agenda reforma agraria yang di canangkan pemerintah).
3.Perlu ada program Nasional untuk peningkatan produksi CPO Nasional dari pendekatan Perluasan Kebun dengan pendekatan Optimalisasi Produksi TBS dengan menargetkan sampai 24 ton/ ha/ tahun. Dengan cara perubahan haluan ini, kami yakin dapat mengurangi resiko konflik atas tumpang tindih wilayah kelola rakyat dan konflik dalam pola skema dan terkait dengan kesejahteraan rakyat.
4.Selama masa Moratorium perlu ada reformasi politik khususnya terkait dengan kebijakan-kebijakan terkait perkebunan dan mewujudkan transformasi struktur perkebunan untuk menciptakan keadilan, kesejahteraan rakyat dan kemandirian rakyat.

Kontak Person : Mansuetus Darto (Koordinator Forum Nasional SPKS)
No kontak : 082 -110 – 2 – 777 – 00
Secretariat : Jalan Sempur Kaler No 28 Boogor Jawa Barat