13 Januari 2010
PEKANBARU (RP)-Jika tidak ada perubahan, 31 Januari 2010 mendatang, pemerintah mencanangkan penetapan lokasi pembangunan cluster (pengelompokan) industri sawit yang terletak di tiga provinsi. Tiga daerah itu ada di Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Timur (Kaltim).
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Riau, Herliyan Saleh menyebutkan, setelah dicanangkan, maka dalam waktu lima tahun, cluster industri sawit sudah berproduksi. Jadi, tahun 2015 mendatang cluster industri sawit itu sudah bisa memenuhi keperluan dalam negeri dan ekspor.
Untuk di Riau, ujar Herlian, lokasi tak ada permasalahan. Sebab tujuan utamanya adalah menetapkan di Riau menjadi salah satu tempat cluster industri sawit. Jadi bisa saja ditetapkan di Kuala Enok, Buton dan juga Dumai. Jika dilihat dari infrastruktur Dumai memang lebih siap.
‘’Berdasarkan penyampaian pusat kepada saya, untuk pencanangan daerah cluster Industri Sawit dilaksanakan 31 Januari 2010 mendatang,’’ kata Herlian kepada Riau Pos, Selasa (12/1).
Dalam pencanangan ini nantinya, pusat langsung menetapkan di mana saja lokasi pembangunan cluster industri sawit di Riau. Soal lokasinya pusat yang menetapkan, karena itu wewenang pusat. Riau sudah mengusulkan tiga lokasi strategis, yakni Dumai, Kuala Enok dan Tanjung Buton. Tapi dari usulan tersebut, kata Herlian, Pemprov Riau tidak menegaskan lokasi mana yang lebih prioritas. ‘’Hanya saja dari segi kesiapan infrastruktur, Dumai memiliki kelebihan dan kesiapan infrastruktur dibandingkan dua daerah lain itu,’’ lanjut Herliyan Saleh.
Daerah cluster industri sawit nantinya, menurut Herliyan, langkah awal yang dilakukan adalah dengan menyiapkan masterplan cluster industri. Setelah dibuat masterplan, baru bisa dilihat berapa investasi, produk turunan yang dibuat serta tenaga kerja yang dibutuhkan.
‘’Saat ini kita belum punya masterplan. Setelah ada keputusan resmi nantinya baru kita buat. Sebab kita sudah tetapkan anggaran masterplan dalam APBD tahun 2010 ini. Untuk rencana awal, diperkirakan produksi sawit yang dilakukan mencapai 7-9 produk turunan,’’ jelasnya.
Sedangkan untuk investasi, diperkirakan untuk satu produk industri saja akan menyedot investasi sekitar Rp10 triliun, sedangkan untuk jumlah tenaga kerja masih belum ada gambaran.
Dijelaskannya, produk turunan kelapa sawit, yang selama ini hanya CPO, ke depan akan diolah menjadi minyak goreng, sabun, margarin dan produk turunan lainnya. Produk itu untuk keperluan dalam negeri dan bisa diekspor. ‘’Jadi yang biasanya kita ekspor CPO, tapi ke depan bisa menekan ekspor CPO hingga 50 persen jika saja industri produk turunnan kelapa sawit dilaksanakan,’’ tegasnya.
Satu Tahun Ekspor 6,1 Juta Ton CPO
Di Riau saat ini sudah menjadi daerah pengekspor terbesar CPO. Pasalnya dari ekspor Nasional Riau melakukan ekspor CPO sebesar 40 persen jika dibandingkan dengan daerah lain. Berdasarkan data yang ada, dalam satu tahun Riau mengekspor sebesar 6,1 juta ton CPO ke luar negeri.
Berdasarkan data 2007, Riau sanggup memproduksi sekitar 5,1 juta ton CPO setiap tahun. ‘’Saat sekarang ekspor CPO dari Riau bisa mencapai 6,1 juta ton, termasuk tambahan produksi dari daerah lain, salah satunya Sumatera Utara (Sumut),’’ jelas Herliyan Saleh.
Kemudian ia mengatakan, total produksi ekspor CPO dari pelabuhan di Riau itu persentasenya bisa mencapai 40 persen, dari total ekspor CPO Indonesia ke luar negeri.
Maka dari itu, kata Herliyan dengan berjalannya kegiatan cluster industri sawit, akan memberikan dampak perekonomian Riau lebih meningkat. Bahkan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara nasional.(esi/yon/zar/ksm)
PEKANBARU (RP)-Jika tidak ada perubahan, 31 Januari 2010 mendatang, pemerintah mencanangkan penetapan lokasi pembangunan cluster (pengelompokan) industri sawit yang terletak di tiga provinsi. Tiga daerah itu ada di Riau, Sumatera Utara dan Kalimantan Timur (Kaltim).
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Riau, Herliyan Saleh menyebutkan, setelah dicanangkan, maka dalam waktu lima tahun, cluster industri sawit sudah berproduksi. Jadi, tahun 2015 mendatang cluster industri sawit itu sudah bisa memenuhi keperluan dalam negeri dan ekspor.
Untuk di Riau, ujar Herlian, lokasi tak ada permasalahan. Sebab tujuan utamanya adalah menetapkan di Riau menjadi salah satu tempat cluster industri sawit. Jadi bisa saja ditetapkan di Kuala Enok, Buton dan juga Dumai. Jika dilihat dari infrastruktur Dumai memang lebih siap.
‘’Berdasarkan penyampaian pusat kepada saya, untuk pencanangan daerah cluster Industri Sawit dilaksanakan 31 Januari 2010 mendatang,’’ kata Herlian kepada Riau Pos, Selasa (12/1).
Dalam pencanangan ini nantinya, pusat langsung menetapkan di mana saja lokasi pembangunan cluster industri sawit di Riau. Soal lokasinya pusat yang menetapkan, karena itu wewenang pusat. Riau sudah mengusulkan tiga lokasi strategis, yakni Dumai, Kuala Enok dan Tanjung Buton. Tapi dari usulan tersebut, kata Herlian, Pemprov Riau tidak menegaskan lokasi mana yang lebih prioritas. ‘’Hanya saja dari segi kesiapan infrastruktur, Dumai memiliki kelebihan dan kesiapan infrastruktur dibandingkan dua daerah lain itu,’’ lanjut Herliyan Saleh.
Daerah cluster industri sawit nantinya, menurut Herliyan, langkah awal yang dilakukan adalah dengan menyiapkan masterplan cluster industri. Setelah dibuat masterplan, baru bisa dilihat berapa investasi, produk turunan yang dibuat serta tenaga kerja yang dibutuhkan.
‘’Saat ini kita belum punya masterplan. Setelah ada keputusan resmi nantinya baru kita buat. Sebab kita sudah tetapkan anggaran masterplan dalam APBD tahun 2010 ini. Untuk rencana awal, diperkirakan produksi sawit yang dilakukan mencapai 7-9 produk turunan,’’ jelasnya.
Sedangkan untuk investasi, diperkirakan untuk satu produk industri saja akan menyedot investasi sekitar Rp10 triliun, sedangkan untuk jumlah tenaga kerja masih belum ada gambaran.
Dijelaskannya, produk turunan kelapa sawit, yang selama ini hanya CPO, ke depan akan diolah menjadi minyak goreng, sabun, margarin dan produk turunan lainnya. Produk itu untuk keperluan dalam negeri dan bisa diekspor. ‘’Jadi yang biasanya kita ekspor CPO, tapi ke depan bisa menekan ekspor CPO hingga 50 persen jika saja industri produk turunnan kelapa sawit dilaksanakan,’’ tegasnya.
Satu Tahun Ekspor 6,1 Juta Ton CPO
Di Riau saat ini sudah menjadi daerah pengekspor terbesar CPO. Pasalnya dari ekspor Nasional Riau melakukan ekspor CPO sebesar 40 persen jika dibandingkan dengan daerah lain. Berdasarkan data yang ada, dalam satu tahun Riau mengekspor sebesar 6,1 juta ton CPO ke luar negeri.
Berdasarkan data 2007, Riau sanggup memproduksi sekitar 5,1 juta ton CPO setiap tahun. ‘’Saat sekarang ekspor CPO dari Riau bisa mencapai 6,1 juta ton, termasuk tambahan produksi dari daerah lain, salah satunya Sumatera Utara (Sumut),’’ jelas Herliyan Saleh.
Kemudian ia mengatakan, total produksi ekspor CPO dari pelabuhan di Riau itu persentasenya bisa mencapai 40 persen, dari total ekspor CPO Indonesia ke luar negeri.
Maka dari itu, kata Herliyan dengan berjalannya kegiatan cluster industri sawit, akan memberikan dampak perekonomian Riau lebih meningkat. Bahkan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara nasional.(esi/yon/zar/ksm)
0 comments:
Posting Komentar