Menyelamatkan Hutan
Posted byAdvertisement
Advertisement
powered_by.png, 1 kB
Home arrow Balai arrow Menyelamatkan Hutan, Juga yang Lain-lain
Menyelamatkan Hutan, Juga yang Lain-lain Print E-mail
Inilah hasilnya bila hutan dikelola dengan baik: hidup sehat, keselamatan alam, kayu yang berlimpah, dan berdatangannya wisatawan.
Seperti sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, melestarikan hutan dan alam mendatangkan banyak manfaat. Bumi jadi sehat, penghuninya juga sehat, dan devisa negara sehat juga. Itulah sederhananya sasaran Indonesia Conservation Expo atau Pameran Pelestarian [hutan dan alam] Indonesia dalam acara Konferensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).
Pameran ini bukan agenda resmi PBB, melainkan upaya Departemen Kehutanan Indonesia memberitahu dunia mengenai program perlindungan hutan dan konservasi alam yang dilakukan Indonesia selama ini. Kata Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, I Made Subadia, “Selain memberi gambaran betapa kaya bumi pertiwi ini, kami memberitahukan kepada dunia bahwa Indonesia telah melakukan sesuatu untuk mencegah deforestasi.”
Dalam Expo ini, makna kaya adalah keindahan dan keunikan alam, keanekaragaman fauna dan flora, dan lain sebagainya. Secara tidak langsung, “kekayaan” itulah yang selama ini mendatangkan devisa dari para wisatawan mancanegara. Konon, banyak orang di negeri maju yang jenuh hidup di antara baja, beton, listrik, dan komputer sehingga perlu “melarikan diri” ke hutan.
Menurut Departemen Kehutanan, hutan konservasi yang dikelolanya 26,8 juta ha, berupa hutan hujan tropis pegunungan, hutan dataran rendah, gua, gambut, perairan tawar, terumbu karang, dan pantai serta laut. Kawasan konservasi itu kira-kira 25% dari total luas hutan kita (102 juta ha) menurut data Departemen Kehutanan.
Adapun cara melestarikan hutan tersebut antara lain dengan menjadikannya taman nasional (10 lokasi), taman wisata (13 lokasi), dan1 hutan raya. Menurut Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, dari bisnis wisatanya, pada 2006 hutan konservasi memasukkan dana sekitar Rp 6,15 miliar. Angka tersebut tidak sebanding dengan nilai hutan berdasarkan Protokol Kyoto. Masih menurut Dirjen I Made Subadia, Taman Gunung Halimun Salak saja, misalnya, memiliki daya serap emisi karbon hingga 1,7 triliun ton. Menurut harga jual-beli emisi karbon di Protokol Kyoto, daya serap sebesar itu bernilai Rp 2 triliun.
Sampai di sini, tampaknya Expo ini memang promosi yang baik untuk Indonesia. Apalagi kalau disajikan juga penjelasan tentang berbagai hal berita yang mencemaskan berkaitan dengan penggundulan hutan dan penebangan liar. Menurut informasi Wahana Lingkungan Hidup, misalnya, antara akhir tahun 1990-an hingga 2000 terjadi penggundulan hutan lebih dari 3,5 juta per tahun sehingga hutan kita makin lama makin menyempit.
Bagaimana menjelaskan berbagai informasi (setidaknya dari pemerintah dan yang lain-lain) dalam satu pameran adalah tantangan buat organizer dan kliennya. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pengunjung dan akan menjadi nilai lebih bagi penyelenggara dan klien. Di masa ketika informasi mudah dan cepat diperoleh, kekurangakuratan data dan kekurangjelasan wacana bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap penyelenggara dan kliennya. Jadi, urusan organizer tidak mengatur ruangan supaya sedap dan informatif saja.
Tiara
Fast Fact
Nama pameran : Indonesia Conservation Expo
Event Organizer : Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dan Inambema
Tempat : Ballroom Ayodya Resort, Nusa Dua, Bali
Waktu : 9-10 Desember 2007
Peserta : 30 peserta (lembaga pemerintahan, sektor swasta, dan LSM)
0 comments:
Posting Komentar