Palm | Kelapa Sawit

Kualalumpur, 2 Nopember 2009. Seminar-seminar yang digagas pada rangkaian acara RT 7 kali ini ternyata tidak jauh berbeda dengan RT sebelumnya. Pembicara yang mengisi sesi-sesi seminar didominasi oleh para pengusaha dan investor yang selalu mengemukakan gagasan serta ide cemerlang yang sangat jauh dan tidak menyentuh sama sekali pada akar persoalan yang dialami oleh kaum mayoritas yang menggerakkan roda industry ini, yaitu petani sawit.

Adapun pembicaraan yang spesifik membicarakan petani kelapa sawit tentang sertifikasi kelompok itu pun di wakili oleh pihak yang bukan petani kelapa sawit yang tidak mewakili aspirasi dan perasaan kaum mayoritas yang tertindas hak nya.
Petani kelapa sawit sangat menyesalkan, tidak ada satu pun podium dalam RSPO ini di berikan kepada petani kelapa sawit. Menurut Lamhot, sekjen SPKS Rokan Hulu Riau, memberikan tanggapan terkait ini. Menurutnya, RSPO ini betul-betul tidak akuntabel dan hanya menyediakan podium bagi pengusaha. Ini bukti bahwa RSPO ini hanya mengusahakan sustainabilitas bagi perkebunan besar bukan bagi petani.

Dalam presentasi dari para pembicara tentang sertifikasi kelompok, petani kelapa sawit melalui SPKS menyerukan pernyataan sikap sebagai berikut.

1.Sertifikasi harus terlebih dahulu memperbaiki skema kemitraan di Indonesia yang sangat timpang.

2.Sertifikasi kelompok terlebih dahulu memperbaiki kebijakan pemerintah republik Indonesia yang merugikan petani kelapa sawit indonesia.

3.Seluruh pihak di dunia, harus memperhatikan nasib petani Indonesia.

Pandangan ini di bacakan dalam pertemuan hari pertama pelaksanaan RSPO 7. Dengan beberapa statement umum itu, tentunya RSPO akan sangat sulit melakukan sertifikasi bagi petani kelapa sawit. RSPO harus menjawab tantangan-tantangan persoalan kemitraan di Indonesia. sehingga sertifikasi tersebut bagi petani tidak merugikan bagi kaum tani Indonesia. pernyataan ini di bacakan oleh ariffin petani sawit yang tergabung dalam SPKS kabupaten sekadau Kalimantan barat.

Pernyataan SPKS tersebut kemudian memunculkan pandangan dari kelompok pengusaha, investor dan petani asal Malaysia. Perdebatannya kemudian mengacu pada perbedaan taraf kehidupan petani kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia dan komitmen pengusaha perkebunan untuk perbaikan taraf kehidupan petani Indonesia.

Menurut mansuetus darto, ketua forum nasional, memandang bahwa RSPO merupakan podium bagi petani kelapa sawit untuk kampanye. Sehingga pembacaan Pernyataan tersebut sangat relefan mengingat petani kelapa sawit tidak pernah di berikan ruang untuk berbicara. RSPO semestinya lebih mereformasi kelembagaannya dalam merespon tuntutan kesulitan kaum tani hari ini. Begitu pun halnya task Force Smallholder Indonesia, yang justru tidak menggambarkan perasaan petani kelapa sawit Indonesia. sehingga tidak salah, presentasi dari TFS di perdebatkan oleh petani kelapa sawit.