Sabtu, 07/03/2009 | 14:59 WIB
KOTAJAMBI–Masih minimnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Jambi, mengakibatkan pengelolaan dan pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang dicanangkan Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, juga diberikan kesempatan untuk bekerjasama dengan badan-badan usaha daerah. Namun hal ini justru dikhawatirkan sebagian pihak dapat dimanfaatkan petani berdasi untuk bisnis.
”Bagaimana dengan pola yang diterapkan dinas kehutanan dalam pengelolaan ini. Apa tidak dikhawatirkan malah nantinya dimanfaatkan petani berdasi untuk peluang bisnis. Akibatnya masyarakat miskin yang jadi sasaran dirugikan,” ujar wartawan dalam pers conference di Dinas Kehutanan, Jumat (6/3).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, Budidaya mengatakan, pola yang diterapkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan HTR ini, ada 3 jenis yaitu pola mandiri pada masyarakat yang mampu. Dimana masyarakat yang mendapatkan izin bisa mengelola dan memanfaatkan sendiri hutan yang didapatnya, disamping itu mereka juga berkesempatan mendapatkan pinjaman dana dari BUML setempat.
Pola kedua yang diterapkan, kata Kadis sistem kemitraan, yaitu masyarakat dapat bekerjasama dengan BUMD dan BUMS untuk mengelola dan memanfaatkan hutan itu dengan perjanjian pembagian hasil usaha. Terakhir, dengan Developer, yaitu pihak developer yang membangun hutan itu dan nantinya masyarakat akan mengangsur pembayaran untuk pengelolaan kawasan itu.
”Pola kedua dan ketiga kita terapkan, karena khawatir masyarakat tidak mampu untuk membangun kawasan itu nantinya. Tapi tetap kita harapkan pola mandiri agar tidak ada yang merasa dirugikan,” katanya.
Untuk mencegah petani berdasi, Dishut juga menerapkan pihak pendamping dalam pemanfaatan hutan itu. Yaitu dengan memberdayakan LSM lokal yang dianggap mampu dan mempunyai kelebihan dibanding masyarakat awan agar membimbing masyarakat itu dalam pengelolaan. Syaratnya, LSM itu akan memimpin suatu kelompok yang terdiri sekitar 15 anggota masyarakat dengan luas kawasan sekitar 5-15 Ha. Tetapi LSM itu juga harus membuat rencana kerja terlebih dahulu.
Sementara, untuk kawasan yang sudah terlanjut ditanami sawit oleh masyarakat nantinya juga akan ditinjau lagi, pasalnya dalam aturan tidak diperbolehkan kawasan itu ditanami tanaman sawit. ”Namun jika sawit bernilai ekonomis yaitu sudah bisa menghasilkan, kemungkinan tetap diperbolehkan namun disamping tanaman itu tetap harus ditanami pohon kayu. Sedangkan untuk sawit yang masih kecil maka harus di musnahkan,” tandasnya. (infojambi.com/TON)
KOTAJAMBI–Masih minimnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Jambi, mengakibatkan pengelolaan dan pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang dicanangkan Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, juga diberikan kesempatan untuk bekerjasama dengan badan-badan usaha daerah. Namun hal ini justru dikhawatirkan sebagian pihak dapat dimanfaatkan petani berdasi untuk bisnis.
”Bagaimana dengan pola yang diterapkan dinas kehutanan dalam pengelolaan ini. Apa tidak dikhawatirkan malah nantinya dimanfaatkan petani berdasi untuk peluang bisnis. Akibatnya masyarakat miskin yang jadi sasaran dirugikan,” ujar wartawan dalam pers conference di Dinas Kehutanan, Jumat (6/3).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Jambi, Budidaya mengatakan, pola yang diterapkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan HTR ini, ada 3 jenis yaitu pola mandiri pada masyarakat yang mampu. Dimana masyarakat yang mendapatkan izin bisa mengelola dan memanfaatkan sendiri hutan yang didapatnya, disamping itu mereka juga berkesempatan mendapatkan pinjaman dana dari BUML setempat.
Pola kedua yang diterapkan, kata Kadis sistem kemitraan, yaitu masyarakat dapat bekerjasama dengan BUMD dan BUMS untuk mengelola dan memanfaatkan hutan itu dengan perjanjian pembagian hasil usaha. Terakhir, dengan Developer, yaitu pihak developer yang membangun hutan itu dan nantinya masyarakat akan mengangsur pembayaran untuk pengelolaan kawasan itu.
”Pola kedua dan ketiga kita terapkan, karena khawatir masyarakat tidak mampu untuk membangun kawasan itu nantinya. Tapi tetap kita harapkan pola mandiri agar tidak ada yang merasa dirugikan,” katanya.
Untuk mencegah petani berdasi, Dishut juga menerapkan pihak pendamping dalam pemanfaatan hutan itu. Yaitu dengan memberdayakan LSM lokal yang dianggap mampu dan mempunyai kelebihan dibanding masyarakat awan agar membimbing masyarakat itu dalam pengelolaan. Syaratnya, LSM itu akan memimpin suatu kelompok yang terdiri sekitar 15 anggota masyarakat dengan luas kawasan sekitar 5-15 Ha. Tetapi LSM itu juga harus membuat rencana kerja terlebih dahulu.
Sementara, untuk kawasan yang sudah terlanjut ditanami sawit oleh masyarakat nantinya juga akan ditinjau lagi, pasalnya dalam aturan tidak diperbolehkan kawasan itu ditanami tanaman sawit. ”Namun jika sawit bernilai ekonomis yaitu sudah bisa menghasilkan, kemungkinan tetap diperbolehkan namun disamping tanaman itu tetap harus ditanami pohon kayu. Sedangkan untuk sawit yang masih kecil maka harus di musnahkan,” tandasnya. (infojambi.com/TON)
http://infojambi.com/content/view/4889/103/lang,/
0 comments:
Posting Komentar