REVISI..TIDAK..REVISI..TIDAK..
Posted byBegitulah kira-kira tarik ulur antara anggota Parlemen dengan Pemerintah dalam menyikapi Undang-Undang No.13 Ketenaga Kerjaan – 2003. Sampai saat ini-pun masih menjadi agenda Pemerintah dalam rangka memperbaiki iklim investasi, yang sejak sepuluh tahun terakhir tidak menunjukkan perbaikan sama sekali dan salah satu ganjalan utama masuknya investasi asing ini adalah Undang-Undang tersebut, sehingga Pemerintah mencoba merumuskan kembali bentuk Undang-Undang tersebut dengan mengajukan Revisi ke Parlemen.
Untuk buruh Undang-Undang No. 13 ini harga mati karena selama ini mereka telah menikmati bagaimana dipecat dengan pesangon 2 X pmtk, bagaimana mereka merasakan “resign” dengan menikmati uang jasa dll. Undang-Undang yang selama ini menina bobok-kan buruh bahkan dituduh sebagai salah satu penghambat peningkatan produktivitas buruh yang sebetulnya justru menjadi salah satu penarik investasi karena upah buruh yang relatif murah di negeri ini.
Menurut Kwik Kian Gie, Undang-Undang 13/2003 ini kelewatan bahkan absurd karena menguntungkan buruh luar biasa sekaligus merugikan pengusaha/majikan juga luar biasa.
Sehingga pada saat SBY – JK menjalankan pemerintahan, di-agendakanlah perubahan Undang-Undang tersebut kepada DPR sebagai upaya memperbaiki iklim investasi yang stagnan selama sepuluh tahun terakhir.
Dimata investor, faktor buruh menjadi salah satu pertimbangan utama karena tingkat kompetisi dunia yang sangat tajam, yang memicu pengusaha untuk memaksimalkan efisiensi produksi yang linier dengan kinerja buruh sebagai parameter produktifitas industri. Secara umum industri barbasis sawit-pun merasakan hal yang sama, oleochemical masih merupakan industri yang relatif muda bahkan orang bilang infant industry, jadi masih sangat membutuhkan kondusifitas ketenaga kerjaan agar dapat berkembang dengan baik.
Industri oleochemical-pun merasakan efek UU No.13/2003 ini bahkan dalam situasi yang seharusnya bisa berkembang tetapi sangat sedikit investor yang masuk karena salah satunya adalah kurang kondusifnya ketenaga kerjaan di tanah air, tentu saja diluar faktor infrastruktur serta kepastian hukum yang memang masih memprihatinkan. Dengan harga minyak bumi yang “stabil tinggi” maka oleochemical kembali mendapatkan momentum untuk mengambil posisi yang sebelumnya didominasi berbasis petrochemical termasuk sektor energi.
Beberapa industri sebetulnya telah memulai dengan apa yang pemerintah justru baru akan mengusahakan yaitu perundingan tripartite, antara pengusaha, buruh dan pemerintah. Sementara pengusaha pada dasarnya lebih “comfort” untuk beruding langsung dengan para pekerjanya tanpa adanya pengaruh pihak ketiga baik itu dari Pemerintah maupun dari sisi Serikat Buruh, cukup dengan perwakilan Serikat Kerja industri yang memang sangat kompeten membawakan aspirasi buruh yang diwakilinya yang hasilnya berupa KKB kepanjangan dari Kesepakatan Kerja Bersama.
KKB ini akan menjadi produk kesepakatan bipartite yang dapat menjembatani apabila terjadi kekosongan Undang-Undang yang apabila revisi sedang dilakukan.
Semoga kisruh UU No. 13-Ketenagakerjaan 2006 segera berakhir dengan “saling menguntungkan” untuk buruh yang melimpah yang butuh “kerjaan” maupun bagi investor/pengusaha agar mendapatkan buruh yang bekerja dengan tenang dan produktif.
Jakarta 15 Mei, 2006
KH
0 comments:
Posting Komentar