Dalam jangka waktu tujuh mendatang, kebutuhan minyak nabati global mencapai lebih dari 236 juta ton. Peluang ini dapat dimanfaatkan pelaku sawit nasional untuk memperbesar suplainya ke pasar dunia. Siapkah Indonesia?
Proyeksi kebutuhan minyak nabati dunia pada 2020 menjadi topik pembahasan yang menarik dalam “Oilworld Outlook Conference” yang diselenggarakan Oilworld di Hamburg, Jerman, 2013 lalu. Beragam isu mulai dari suplai, permintaan, dan harga minyak nabati menjadi topik hangat yang diperbincangkan dalam konferesi ini.
Derom Bangun, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), turut hadir sekaligus memberikan presentasi pada konferensi yang berlangsung satu hari penuh. Menurut Derom Bangun, proyeksi minyak nabati dunia pada 2020 merujuk kepada kepada pertambahan penduduk dan peningkatan permintaan dari masing-masing negara, serta produksi jenis minyaknya.
Populasi penduduk dunia tahun 2020 berpotensi naik menjadi 7,72 miliar jiwa dari tahun 2010 yang berjumtah 6,92 miliar jiwa. Dari situ akan dilihat berapa jumlah produksi minyak sawit yang ideal supaya tidak terjadi kekurangan dan dapat mencukupi kebutuhan dunia.
Berdasarkan data Oilworld, total produksi 17 jenis minyak nabati dan lemak dunia mencapai 236 juta ton pada 2020. Angka ini bertambah dari tahun ini yang berjumlah 189,5 juta ton. Derom mengatakan, kenaikan produksi minyak nabati di tahun 2020 diperkirakan akan terserap seiring tingginya permintaan global.
Pasalnya, pertumbuhan produksi akan mengikuti peningkatan konsumsi per kapita minyak nabati dan lemak penduduk dunia. Selain itu, akan ada pengaruh dari perekonomian sebuah negara terhadap permintaan minyak nabati dan lemak. “Diperkirakan produksi akan naik secara linear tetapi permintaan tumbuh secara eksponen, sehingga permintaan akan tumbuh lebih cepat dari produksi,” ujamya.
Besarnya kebutuhan minyak dan lemak global direpresentasikan dari kebutuhan dari India dan Cina. Pada 2012 saja, populasi penduduk Cina yang mencapai 1,32 miliar jiwa mempunyai konsumsi minyak nabati dan lemak sebesar 25,32 kilogram per kapita.
Total jumlah kebutuhan Cina dapat mencapai 34,29 juta ton minyak dan lemak yang dominan disuplai minyak sawit dan minyak kedelai. Sementara, konsumsi minyak dan lemak India sebesar 15,2 kilogram per kapita dengan jumlah penduduk mencapai 1,24 miliar, maka total kebutuhan sebanyak 18,87 juta ton.
Di sisi lain, besaran produksi 17 minyak dan lemak dunia yang mencapai 236 juta ton ditopang dari produksi minyak sawit dan minyak kedelai. Dalam presentasi Thomas Mietke, Analis Oilworld, yang berjudul “The Oil World Supply and Demand Forecast for the Year 2020″ memperkirakan hasil panen minyak sawit per hektare akan melampaui produktivitas minyak kedelai.
Pada 2020 mendatang, diperkirakan jumlah produksi minyak sawit mentah atau CPO sebesar 78 juta ton. Disusul dengan produksi minyak kedelai berjumlah 53,2 juta, minyak bunga matahari sebesar 18,3 juta ton, dan minyak kanola 31,5 juta ton. Sisanya berasal dari 13 jenis minyak lain yang berjumlah 55 juta ton seperti minyak inti sawit, minyak kelapa, minyak kacang tanah, dan minyak zaitun.
Thomas Mielke menambahkan, produksi CPO dunia yang mencapai 78 juta ton ini disokong dua produsen utama, yaitu Indonesia memproduksi 42 juta ton dan produksi dari MaLaysia sebanyak 23 juta ton. Berikutnya ada Nigeria yang memproduksi sebesar 1,3 juta ton; Kolombia berjumlah 1,6 juta ton; Thailand berjumlah 2,8 juta ton; dan negara-negara lainnya berjumlah 7,3 juta ton.
Berbeda dengan analisis dari Thomas Mielke itu, Derom Bangun yang dikenal sebagai Duta Besar Sawit Indonesia, memproyeksikan pertumbuhan produksi Indonesia tidak akan melebihi angka 40 juta ton. Hal ini karena melambatnya perluasan lahan sawit dalam periode 2015-2020.
Saat ini, luas lahan kelapa sawit Indonesia mencapai 9,1 juta hektare. Di mana sekitar 3,79 juta hektare lahan sawit merupakan milik petani dengan produktivitas rata-rata sebesar 3,8 ton CPO per hektare per tahun. Itu sebabnya, Derom Bangun memperkirakan jumlah produksi CPO Indonesia cuma sebesar 38 juta ton sampai 2020.
Produksi tadi dapat terealisasi asalkan ada lahan produktif kelapa sawit seluas minimal 9,5 juta hektare. Rata-rata pertumbuhan luas lahan di Indonesia dari 2015-2020 dibawah periode 1990-2000 yang sebesar 10%-12%. Dalam enam tahun mendatang, rata-rata pertumbuhan lahan sawit hanya berkisar 5%-6%.
“Produksi CPO Indonesia tidak akan lebih dari 40 juta ton karena terhambat sulitnya perluasan lahan dan perijinan. Apalagi muncul perhatian besar kepada masalah lingkungan sehingga kenaikan produksi tidak akan begitu besar,” kata Derom.
Dukungan lain berasal dari produktivitas CPO yang wajib ditingkatkan sampai 4 ton per hektare per tahun. Menurut Derom Bangun, ekspor minyak sawit Indonesia kepada pasar dunia tidak akan optimal setelah muncul mandatori pengunaan minyak sawit untuk biofuel di dalam negeri.
Karena pencampuran bahan bakar fosil dengan biodiesel wajib mencapai 10% pada 2014 dan sebanyak 20% pada tahun 2020. Apalagi, pembangkit listrik juga membutuhkan biodiesel untuk campuran mereka minimal sebesar 30% pada 2020.
Pada 2020 nanti, tingginya kebutuhan minyak nabati dunia merupakan peluang Indonesia untuk mengisi permintaan. Mengingat dengan jumlah produksi CPO 38 juta ton, Indonesia akan mengungguli negara produsen minyak sawit lain. Artinya, Indonesia dapat memainkan peranan dan nilai tawar produk sawitnya di luar negeri.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), mengatakan kewajiban penggunaan biodiesel ini menciptakan posisi tawar yang bagus terhadap produk CPO Indonesia. “Kalau Eropa masih menciptakan regulasi yang menghambat perdagangan ekspor CPO, tidak perlu kita jual ke sana,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Derom Bangun menyebutkan di Eropa semakin minim komentar bernada negatif yang ditujukan kepada produk ketapa sawit Indonesia. Beberapa tahun lalu, seringkali terdengar ucapan stop pemakaian minyak sawit. Lalu berubah menjadi permintaan untuk pakai minyak sawit yang sustainable. Negara-negara di Uni Eropa tidak akan berani untuk stop konsumsi CPO, karena kebutuhan mereka mencapai 6 juta ton.
“Dari mana Uni Eropa mau cari pengganti CPO yang berjumlah 6 juta ton itu? Apakah mau gunakan minyak kedelai? Jika subtitusinya minyak kedelai, maka jelas membutuhkan penambahan lahan di sana. Masalahnya, mau buka lahan baru dimana?” Tanya Derom Bangun.
Produksi CPO 31,6 Juta Ton
Pada 2014, Derom Bangun memproyeksikan produksi CPO Indonesia mencapai 31,6 juta ton. Jumlah tersebut berasal dari produksi di tahun ini 29,5 juta ton, dan ditambah sisa stok tahun 2013 yang berjumlah 2,1 juta ton.
Derom Bangun mengatakan produksi CPO tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini yang berjumlah sekitar 26,2 juta ton. Di tahun ini, sudah dilaporkan realisasi produksi lebih rendah akibat masalah iklim dan biologis misalnya terganggu penyerbukan, pembentukan TBS terlambat, dan pematangannya.
Beberapa emiten sawit melaporkan produksinya tumbuh 5% sampai 10%. Pertumbuhan ini di bawah angka tahun 2012. Untuk tahun depan, menurut Derom, kondisi cuaca lebih normal dari tahun ini.
Faktor lain berasal dari pematangan buah yang tertunda pada tahun 2013, baru matang pada tahun 2014.
“Produksi bertambah dari hasil penanaman lahan pada 2009 dan 2010,” ujarnya.
Dari total produksi 31,6 juta ton tadi, volume ekspor CPO dan produk turunannya dari Indonesia diperkirakan mencapai 18 juta ton. Konsumsi CPO Indonesia akan meningkat menjadi 11,3 juta ton pada 2014 karena ditopang penggunaan konsumsi lokal untuk sektor industri, pangan, dan biodiesel. Ini berarti, konsumsi domestik tahun depan lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sekitar 9 juta ton. (Qayuum Amri)
Kelapa sawit terbukti memberikan peran yang nyata dalam pembangunan
perekonomian, sosial dan lingkungan di Indonesia. Peran tersebut
terutama dalam hal: penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan
masyarakat, perolehan devisa bagi negara, mendukung industri dalam
negeri berbasis bahan dasar kelapa sawit, pemanfaatan lahan kritis,
sumber oksigen bagi kehidupan dan menyerap karbon dari udara.Luas areal
ini akan berkembang terus sejalan dengan kebijakan revitalisasi
perkebunan, kelapa sawit bukan monopoli perusahaan skala besar milik
pemerintah dan swasta, tetapi terbuka luas untuk diusahakan pekebun
rakyat. CPO berasal dari pengolahan Tandan Buah Segar (TBS). Setiap ton
TBS yang diolah dapat menghasilkan 140 200 kg CPO dan limbah/produk
samping, antara lain: limbah padat, limbah cair dan gas. Limbah cair
yang dihasilkan cukup banyak, yaitu berkisar antara 600 700 kg. Bilamana
limbah/produk samping ini tidak diolah akan menimbulkan masalah berupa;
penumpukan limbah dan resiko cairan dan gas. Potensi Limbah Kelapa
Sawit Limbah Kelapa Sawit memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan
memberi nilai ekonomi dalam bidang pertanian dan industri, yaitu; pupuk,
kompos, kertas, arang, dan sebagainya. Limbah Kelapa Sawit terdiri dari
tandan kosong, pelepah, daun, serat buah, cangkang, limbah cair dan
gas. Pada Tabel 1 disajikan Jenis, Potensi dan Manfaat Limbah Kelapa
Sawit. Limbah kelapa sawit menghasilkan unsur hara makro yang diperlukan
tanaman, seperti Nitrogen, Posfor, Kalium, Magnesium dan Calsium.
Minyak sawit dan produk minyak sawit lainnya dapat diolah lebih lanjut
menjadi minyak goreng, mentega, dan bahan baku untuk industri. Pada
industri makanan, minyak sawit digunakan untuk mentega, shortening,
coklat, diitive, minyak goring, es krim dan lain sebagainya. Pada
industri obat-obatan dan kosmetik digunakan untuk krim, shampo, lotion,
pomade, vitamin, dan β-karoten. Sedangkan pada industri kimia digunakan
sebagai bahan kimia untuk pembuatan detergen, sabun, dan minyak.
Berbagai penelitian telah dilakukan menunjukkan bahwa limbah kelapa
sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan. Berikut akan
dijelaskan manfaat limbah kelapa sawit.
1. TKKS untuk pupuk organik
Tandan kosong kelapa sawit daoat
dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit
mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut
sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari
sisi ekonomi.
Ada beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut :
a.Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah
mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh
micro-organisme. Pada prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan
nisbah C / N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N
tanah. Nisbah C / N yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap
oleh tanaman.
b. Pupuk Kalium
Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat
dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut
ternyata memiliki kandungan 30-40%, K2O, 7%P2O5, 9%CaO, dan 3%MgO.
Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200ppmFe, 1.00 ppm
Mn, 400 ppmZn, dan 100 ppmCu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang
mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan
menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL;
2,2 ton kiersit; dan 0,7ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada
abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 –
9.
c. Bahan Serat
Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat
kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret
sebagai bahan pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan
ukuran kecil dan bahan pengepak industri.
2. Tempurung buah sawit untuk arang aktif
Tempurung kelapa sawit
merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup
besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat
dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak, karet,
gula, dan farmasi.
3. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas
Kebutuhan pulp kertas
di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi
untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu
alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong
kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat.
4. Batang kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel
Batang kelapa
sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi
produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat
sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai
papan partikel. Dari setiapbatang kelapa sawit dapat diperoleh kayu
sebanyak 0.34 m3.
5. Batang dan pelepah sawit untuk pakan ternak
Batang dan pelepah
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga
cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak, yaitu
pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan yang
ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap.
Jakarta - Sinar Mas Group melalui pilarnya Asia Pulp & Paper (APP)
mengadakan kegiatan “Peduli dan Berbagi Alquran untuk Negeri” di
Pekanbaru, Riau. Turut mendukung kegiatan ini keluarga besar Sinar Mas
lainnya yakni PT Arara Abadi dan PT Ivo Mas Tunggal.
Sebanyak 10.000 Alquran diwakafkan kepada masyarakat Riau seperti
pemerintah daerah, kepolisian, Tentara Nasional Indonesia (TNI), hingga
lembaga-lembaga dakwah.
"APP telah berinisiatif mengadakan wakaf Alquran guna membantu
masyarakat yang membutuhkan," kata Direktur APP Suhendra Wiriadinata
Suhendra dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/7).
Sebagai negara dengan penduduk Islam terbanyak di dunia, Indonesia
memiliki kebutuhan kitab suci Alquran yang sangat besar. Kementerian
Agama memperkirakan kebutuhan itu mencapai 2 juta mushaf per tahun pada
tahun 2011. Namun, hingga kini pencetakan secara nasional baru bisa
memenuhi sekitar 50-60.000 mushaf. “Praktik wakaf ini juga menjadi
bagian dari upaya kami dalam memperkokoh tali silaturahmi dengan
masyarakat,” ujar Suhendra.
Menutut dia, Sinar Mas berupaya memberikan manfaat atas kehadirannya di
masyarakat. Untuk diketahui salah satu unit usaha APP yakni PT Indah
Kiat Pulp & Paper Tbk-Perawang Mills beroperasi di Riau. Begitu juga
dengan PT Arara Abadi yang merupakan pemasok kayu APP, serta PT Ivo Mas
Tunggal yang merupakan bagian dari PT Smart Tbk, pilar bisnis Sinar Mas
di lini perkebunan sawit.