Senin, 4 April 2011 16:28
Pola kemitraan yang dijalin warga 8 desa di Bengkalis dengan PT MAS membuat masyarakat kecewa. Sampai saat ini realisasi bagi hasil tak jelas kapan dimulai.
Riauterkini-BENGKALIS- Pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan dengan program kemitraan antara PT Meskom Agro Sarimas (MAS) seluas 3.890 hektar sejak tahun 2002 hingga 2011, dengan masyarakat petani melalui Koperasi Meskom Sejati, hingga saat ini tak kunjung dirasakan oleh masyarakat 8 desa di Pulau Bengkalis. Pihak koperasi selaku perpanjangan tangan masyarakat petani mendesak agar merealisasikan bagi hasil kepada petani sesuai dengan kesepakatan revitalisasi perkebunan sawit di areal lahan di delapan desa tersebut. Belum adanya kepastian dan titik terang bagi hasil pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit di delapan desa di Kecamatan Bengkalis dan Bantan (Desa Meskom, Teluk Latal, Sebauk, Pangkalan Batang, Pedekik, Wonosari, Jangkang dan Bantan Tua) dengan perusahaan PT MAS atau Koperasi tersebut. Sejumlah kalangan menilai akan memicu bumerang dan menimbulkan persoalan. Sehingga Koperasi Meskom Sejati harus mencari solusi agar permasalahan ini segera diselesaikan.
”Pembagian hasil perkebunan kelapa sawit ini adalah hak masyarakat petani. Jadi, jangan berlarut-larut, segeralah berikan apa-apa yang menjadi hak masyarakat petani. Kalau alasan pihak koperasi yang menyebutkan pembagian hasil belum dapat dilakukan karena adanya status kepemilikan lahan di sejumlah desa yang belum selesai, semestinya mereka mengupayakan agar hal ini segera selesai.,” ujar salah seorang pengamat sosial, T. Zuhri, kepada wartawan belum lama ini di Bengkalis.
Menurut Zuhri, sangat tidak logis dengan nasib petani di delapan desa yang sampai hari ini belum jelas soal pembagian hasil sawit tersebut. Beralasan terkendala karena masih adanya persoalan yang belum selesai di tingkat desa. Padahal sepengetahuan pendataan yang dilakukan terkait pengelolaan perkebunan kelapa sawit ini, seperti siapa pemilik lahan, masyarakat dan kelompok taninya, serta luas lahan yang akan dikelola, sudah dilakukan sejak lama dan beberapa tahun yang lalu.
”Ada apa sebenarnya ini. Apa kendalanya jika sejak tahun 2002 hingga 2011 ini, terkait persoalan administrasi saja tidak bisa diselesaikan,” tanyanya.
Terpisah, Ketua Koperasi Meskom Sejati, Suhaimi menjelaskan pembagian hasil sawit memang belum dapat dilakukan. Dengan alasan adanya persoalan yang belum diselesaikan di tingkat desa, terutama menyangkut kepemilikan lahan sawit. Sementara itu, terhadap desa yang sudah selesai status kepemilikan lahannya, menurut Suhaimi, pembagian hasil memang akan dilakukan. Namun saat ini pihaknya baru bisa memberikan pinjaman sebesar Rp300 ribu pertriwulan (Rp100 ribu/bulan), dan itu sudah berjalan sejak tahun 2010 lalu. Dan untuk pembagian langsung belum bisa dilakukan, karena hasil panen yang diterima belum maksimal dan hanya mampu menutupi biaya pengeluaran.
“Untuk saat ini kita baru bisa memberikan pinjaman kepada anggota petani yang sudah memiliki KTA sekitar 1.700 orang Rp 100 ribu perbulannya. Keseluruhan hasil yang dipinjamkan ini, nantinya jika hasil yang diperoleh lebih besar, maka sisa hasil itu akan dikembalikan lagi ke anggota (petani),” jelas Suhaimi.***(dik)
0 comments:
Posting Komentar