RSS Feed

MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN MELALUI DIVERSIFIKASI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Posted by Flora Sawita Labels:



Kebutuhan pangan di dunia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di dunia. dengan adanya pertumbuhan penduduk ini akan mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya kerawanan pangan. Di Indonesia sendiri, permasalah pangan tidak dapat kita hindari, walaupun kita sering disebut sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya adalah petani. Kenyataannya masih banyak kekurangan pangan yang melanda Indonesia, hal ini seiring dengan meningkatnya penduduk.
Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya permasalahan yang menghambat untuk menuju ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi ancaman dan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang pangan.
Ketahanan pangan minimal harus ada dua unsur pokok, yaitu ketersediaan dan aksebelitas masyarakat terhadap pangan (Bustanul Arifin, 2004). Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan :
a.Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman.
b.Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
c.Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia.
d.Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran kimia, biologis dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
e.Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standart perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.
f.Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunnya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
g.Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun yang tidak.
h.Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup.
Definisi Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut:
a.Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
b.Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.
c.Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
d.Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
Ketahanan pangan merupakan konsep yang komplek dan terkait dengan mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari distribusi, produksi, konsumsi dan status gizi. Konsep ketahanan pangan (food security) dapat diterapkan untuk menyatakan ketahanan pangan pada beberapa tingkatan : (1). global, (2). nasional, (3). regional dan (4). tingkat rumah tangga di tingkat rumah tangga dan individu. Ketahanan pangan rumah tangga didefinisikan dalam beberapa alternatif rumusan :
a.Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah, mutu dan beragam sesuai budaya setempat dari waktu ke waktu agar hidup sehat.
b.Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat.
c.Kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar hidup sehat (Usep Sobar Sudrajat, 2004).
Konsep Ketahanan Pangan merupakan bagian utama konsep Pertanian Berkelanjutan. Tujuan utama program Pertanian Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan adalah meningkatkan produksi pangan dengan cara yang berkelanjutan serta memperkuat ketahanan pangan. Dalam Pertanian Berkelanjutan peningkatan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dilaksanakan secara berkelanjutan dengan dampak yang seminimal mungkin bagi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat serta kualitas hidup penduduk di pedesaan. Program ini meliputi berbagai kegiatan mulai dari prakarsa pendidikan, pemanfaatan insentif ekonomi, pengembangan teknologi yang tepat guna hingga dapat menjamin persediaan pangan yang cukup dan bergizi, akses kelompok-kelompok rawan terhadap persediaan pangan tersebut, produksi untuk dilempar ke pasar, peningkatan pekerjaan dan penciptaan penghasilan untuk mengentaskan kemiskinan, serta pengelolaan sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan.
Tujuan dari ketahanan pangan harus diorentasikan untuk pencapaian pemenuhan hak atas pangan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan ketahanan pangan nasional dan lokal. Berjalannya sistem ketahanan pangan tersebut sangat tergantung pada dari adanya kebijakan dan kinerja sektor ekonomi, sosial dan politik. Kebijakan pemerintah dalam aspek ekonomi, sosial maupun politik juga sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan.
Berikut ini ada empat akar permasalahan pada distribusi pangan, yang dihadapi :
(1)dukungan infrastruktur, yaitu kurangnya dukungan akses terhadap pembangunan sarana jalan, jembatan, dan lainnya.
(2)sarana transportasi, yakni kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat di dalam pemeliharaan sarana transportasi kita.
(3)sistem transportasi, yakni sistem transportasi negara kita yang masih kurang efektif dan efisien. Selain itu juga kurangnya koordinasi antara setiap moda transportasi mengakibatkan bahan pangan yang diangkut sering terlambat sampai ke tempat tujuan.
(4)masalah keamanan dan pungutan liar, yakni pungutan liar yang dilakukan oleh preman sepanjang jalur transportasi di Indonesia masih sering terjadi.
Aspek Konsumsi
Permasalahan dari aspek konsumsi diawali dengan suatu keadaan dimana masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi terhadap bahan pangan beras. Berdasarkan data tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras sekitar 134 kg per kapita. Walaupun kita menyadari bahwa beras merupakan bahan pangan pokok utama masyarakat Indonesia. Keadaan ini dapat mengancam ketahanan pangan negara kita. Jika kita melihat bahwa produksi beras Indonesia dari tahun ke tahun yang menurun tidak diimbangi dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras yang terus meningkat. Walaupun selama ini keadaan ini bisa teratasi dengan mengimport beras. Namun sampai kapan negara ini akan terus mengimport beras? Pertanyaan ini perlu kita perhatikan.
Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh dua faktor, diantaranya : tingkat pengetahuan masyarakat tersebut terhadap bahan pangan atau makanan yang dikonsumsi dan pendapatan masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bahan pangan juga sangat mempengaruhi pola konsumsi masyarakat tersebut. Apabila suatu masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahan pangan yang sehat, bergizi, dan aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat tersebut tentunya akan lebih seksama dalam menentukan pola konsumsi makanan mereka. Selain itu, pendapatan masyarakat sangat berpengaruh di dalam menentukan pola konsumsi masyarakat. Semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula pola pangan harapan masyarakat tersebut.
Aspek Kemiskinan
Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi masyarakat akan berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa. Oleh karena itu daptlah kita lihat dari tahun ke tahun kemiskinan yang dikaitkan dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan pendapatan masyarakat yang rendah sangat berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di Indonesia.
Dari berbagai aspek permasalahan di atas, sebenarnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh bangsa kita agar memiliki ketahanan pangan yang baik. Diantara solusi tersebut ialah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.
Selanjutnya ialah mendukung secara nyata kegiatan peningkatan pendapatan in situ (income generating activity in situ). Peningkatan pendapatan in situ bertujuan meningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pertanian berbasis sumber daya lokal. Pengertian dari in situ adalah daerah asalnya. Sehingga kegiatan peningkatan pendapatan ini dipusatkan pada daerah asal dengan memanfaatkan sumber daya lokal setempat. Kegiatan ini dapat mengikuti permodelan klaster dimana dalam penerapannya memerlukan integrasi dari berbagai pihak, diantaranya melibatkan sejumlah besar kelompok petani di beberapa wilayah sekaligus. Kegiatan ini juga harus melibatkan integrasi proses hulu-hilir rantai produksi makanan. Pertumbuhan dari kegiatan hulu-hilir membutuhkan dukungan dari teknologi. Teknologi dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Inilah tugas dari akademisi. Akademisi berperan untuk melahirkan penelitian yang tidak hanya dapat diterapkan pada skala lab namun juga dapat diterapkan pada skala industri. Akademisi menjembatani teknologi sehingga dapat diterapkan pada skala industrialisasi. Hal ini meningkatkan efektifitas dan efisiensi industrialisasi. Model kelompok industri meliputi serangkaian program, diantaranya :
1.Pengembangan sumber daya manusia oleh partner industri
2.Persiapan penanaman modal untuk inisiasi konstruksi dan sistem produksi
3.Pengembangan brbagai macam produk pangan yang dapat di proses secara komersial dan dijual ke pasaran
4.Penerapan konsultasi dan pengawasan dalam penanganan komoditas dan keamanan produk kepada para petani sehingga dapat memenuhi kualitas standart yang diterapkan oleh industri
5.Penerapan konsultasi dan pengawasan dalam penanganan komoditas dan keamanan produk kepada para petani sehingga dapat memenuhi kualitas standart yang diterapkan oleh industri
6.Pengembangan dan penerapan operasi prosedur standar dari pabrik.
7.Inisiasi dan memperkuat jaringan dengan perusahaan untuk pemasaran produk
Klaster merupakan kumpulan berbagai kelompok petani, dimana satu kelompok petani merupakan satu industri kecil yang bekerjasama untuk memproses bahan tertentu dan mengubahnya menjadi bahan setengah jadi utnuk siap dipasok ke industri.
Teknologi berperan penting di dalam penginovasian produk sehingga dapat memiliki nilai tambah. Oleh karena itu perlu adanya industrialisasi pengembangan teknologi dari skala lab ke skala industri. Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Stakeholder dalam Badan Usaha Milik Petani (BUMP) memiliki fungsi sebagai berikut :
1.Kelompok Tani :
Pengupayaan konservasi penanaman tanaman lokal berdasar pada sistem bercocok tanam yang baik (good agriculture practices), menghasilkan komoditas lokal yang dapat memenuhi standar kualitas
2.Pemerintah lokal :
Mengkoordinasi fasilitas dan program inventarisasi untuk rotasi tanaman dan supervisi petani, bekerjasama dengan pihak akademisi untuk meningkatkan produktivitas, bekerjasama dengan pihak industri dalam meningkatkan kontribusi petani di dalam program pengembangan industri, menyediakan alternatif modal untuk pertanian, dan mendukung pengembangan kooperasi dari KUD (Koperasi Unit Desa).
3.Industri :
(a)mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok industri yang tergabung dalam empat pilar, yakni kelompok petani, pemerintah lokal, industri, dan akademisi.
(b) mempersiapkan rencana strategis untuk pengembangan masa depan industri.
(c)percepatan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan di dalam teknologi proses, manajerial sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan industri, termasuk penanaman kembali modal.
(d)membuka pasar dan menjamin pemasaran produk.
(e)memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak industriuntuk pemasaran produk.
4.Akamedisi :
(a)memfasilitasi pengembangan dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal yang memiliki potensi pasar.
(b)merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri.
Dari keempat elemen ini, tentu saja diperlukan adanya kerjasama dan integrasi yang baik dari setiap stakeholder sehingga dapat menjalankan program pengembangan industri sumber daya lokal.
Kegiatan peningkatan pendapatan melalui pengembangan kelompok industri diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan dalam waktu jangka panjang, diantaranya :
(a)meningkatkan nilai tambah dari komoditi lokal.
(b)menyediakan komoditi lokal yang memiliki potensi secara komersial.
(c)mendorong pengembangan desa melalui kegiatan peningkatan pendapatan berdasar padapertanian lokal.
(d)mendukung ketahanan pangan dalam jangka panjang.
(e)memberikan solusi terhadap permasalahan pengangguran dan kemiskinan terutama pada masyarakat pedesaan. Melalui diversifikasi pangan dan kegiatan peningkatan peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya lokal diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu jangka panjang.
1.Subsistem Ketersediaan pangan (food availability) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu daerah baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. Pada ketahananpangan dapat diintegrasikan dengan subsistem usahatani pada sistem agribisnis. Para pelaku budidaya seperti petani dan lainnya dapat mengusahakan atau melakukan budidaya berbagai macam tanaman pangan, tidak hanya padi, namun juga tanaman lainnya yang bisa dijadikan sebagai alternatif diversifikasi pangan, seperti jagung, kedelai dan lainnya, sehingga ketersediaan pangan dalam negeri akan benar-benar tercapai dan tidak hanya bertumpu pada satu komoditas pangan saja.
2.Subsistem akses pangan (food access) yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), dapat diintegrasikan juga dengan subsistem agribisnis hilir. Lebih tepatnya adalah dengan adanya kegiatan distribusi atau kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Sehingga dengan adanya kegiatan distribusi ini, konsumen dapat mengakses produk-produk yang dibutuhkan untuk dikonsumsi.
3.Subsistem penyerapan pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumah tangga / individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita (Riely et.al, 1999) dapat diintegrasikan dengan subsistem agribisnis hilir, tepatnya
Pada kegiatan pengolahan produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir. Industri pengolahan produk harus mengutamakan keamanan pangan, kemudian dengan adanya pengolahan tersebut diharapkan menghasilkan produk siap konsumsi yang mempunyai nilai tambah ,seperti kandungan gizi. Sehingga penyerapan pangan terhadap gizi dan lainnya oleh konsumen dapat terealisasikan.
Setelah mengetahui tentang definisi dan juga subsistem ketahananpangan, maka dapat dilakukan analisis bahwa agribisnis memang dapat dijadikan sebagai cara ataupun solusi dalam mendukung maupun meningkatkan ketahananpangan Nasional maupun regional, karena agribisnis yang merupakan sebuah sistem dapat kemudian diintegrasikan serta diaplikasikan untuk mendukung berbagai subsistem ketahananpangan, sehingga diharapkan tujuan dari ketahananpangan akan tercapai. Hal ini sesuai dengan teori bahwa fokus dari sistem agribisnis adalah adanya keberlanjutan (sustainable). Sedangkan subsistem ketahananpangan berfokus pada stabilitas (stability).
Ketiga Subsistem sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dapat dibuat sebuah ilustrasi yang menggambarkan atau menunjukkan bahwa sistem agribisnis dapat dintegrasikan dengan berbagai subsistem ketahanan pangan, sehingga diharapkan
dapat mewujudkan dan meningkatkan ketahanan pangan Nasional maupun regional.
Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat sub-sistem, yaitu:
1.ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk.
2.distribusi pangan yang lancar dan merata.
3.konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada kesehatan.
4.status gizi masyarakat .
Dengan demikian, sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin. Meskipun secara konseptual pengertian ketahanan pangan meliputi aspek mikro, namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering ditekankan pada aspek makro yaitu ketersediaan pangan. Agar aspek mikro tidak terabaikan, maka dalam dokumen ini digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi.
Status gizi (Nutritional status ) adalah outcome ketahanan pangan yang merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang. Umumnya satus gizi ini diukur
dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi.
Sampai saat ini, banyak kalangan praktis dan birokrat khususnya di Indonesia kurang memahami pengertian swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Akibat dari keadaan tersebut konsep ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan peningkatan produksi ataupun penyediaan pangan yang cukup. Swasembada pangan umumnya merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional, sedangkan ketahanan pangan lebih mengutamakan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi untuk sehat dan produktif. Berikut perbedaan swasembada pangan dengan ketahanan pangan yang disajikan dalam tebal :

Perbedaan Swasembada Pangan dengan Ketahanan Pangan
Indikator Swasembada Pangan Ketahanan Pangan
Lingkup Nasional Rumah tangga dan individu
Sasaran Komoditas pangan Manusia
Strategi Substitusi impor Peningkatan ketersediaan pangan,
akses pangan, dan penyerapan pangan
Output Peningkatan produksi Pangan Status gizi (penurunan : kelaparan, gizi kurang dan gizi buruk)
Outcome Kecukupan pangan oleh
produk domestik Manusia sehat dan produktif (angka
harapan hidup tinggi)
Pemberdayaan Petani
Petani yang seharusnya menjadi pelaksana dan subyek utama pembangunan pertanian di Indonesia saat ini sedang dalam keadaan yang tidak berdaya, tidak mandiri dan sangat tergantung pada pihak-pihak lain. Ketergantungan mereka terutama dengan program dan bantuan Pemerintah, dengan dunia swasta dalam memperoleh input produksi seperti benih, pupuk dan pestisida, dengan para tengkulak dalam penyediaan uang tunai. Mereka tidak mampu menentukan apa yang harus mereka lakukan. Program-program pemerintah pusat dan pemerintah daerah cenderung semakin meningkatkan ketergantungan mereka pada pemerintah. Karena ketergantungan dan ketidakberdayaan tersebut berbagai potensi manusiawi petani seperti inisiatif, kreativitas, inovasi, kearifan lokal menjadi semakin menghilang dan tidak berkembang. Berbagai kendala dan keterbatasan yang ada pada petani kita seperti, kualitas SDM, kepemilikan lahan dan modal, akses terhadap pasar dan informasi mengakibatkan petani tetap dalam posisi menjadi obyek pembangunan bukan sebagai subyek dan penentu pembangunan pertanian.
Semua pihak terutama Pemerintah dan dunia swasta agar menerima, mengakui, menghargai dan memfasilitasi hak petani untuk mandiri dan berdaya dalam mengambil keputusannya sendiri. Merekalah yang paling tahu apa yang diperlukan dan paling baik dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup mereka dalam kondisi sosial budayanya masing-masing.
Indikator Ketahanan Pangan
Maxwell dan Frankenberger (1992) menyatakan bahwa pencapaian ketahanan pangan dapat diukur dari berbagai indikator. Indikator tersebut dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditujukan oleh ketersediaan dan akses pangan, sedangkan indikator dampak meliputi indikator langsung maupun tak langsung.
Indikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumber daya alam, praktek pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan sosial. Indikator akses pangan meliputi antara lain sumber pendapatan, akses terhadap kredit modal. Indikator akses pangan juga meliputi strategi rumah tangga untuk memenuhi kekurangan pangan. Strategi tersebut dikenal sebagai koping ability indikator. Indikator dampak secara langsung adalah konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator dampak tak langsung meliputi penyimpanan pangan dan status gizi (Ali Khomsan dkk, 2004).
Kerawanan Pangan
Tanda-tanda rawan pangan yang erat kaitannya dengan usaha individu/rumah tangga untuk mengatasi kerawanan pangan (Sapuan, 2001).
a.Tanda-tanda pada kelompok pertama, berhubungan dengan gejala kekurangan produksi dan cadangan pangan suatu tempat yaitu :
1.Terjadinya eksplosi hama dan penyakit pada tanaman;
2.Terjadi bencana alam berupa kekeringan, banjir, gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya;
3.Terjadi kegagalan tanaman pangan makanan pokok; dan
4.Terjadinya penurunan persediaan bahan pangan setempat.
b.Sedangkan tanda-tanda rawan pangan kedua yang terkait akibat rawan pangan yaitu, kurang gizi dan gangguan kesehatan meliputi :
1.Bentuk tubuh individu kurus.
2.Ada penderita kurang kalori protein (KKP) atau kurang makanan (KM)
3.Terjadinya peningkatan jumlah orang sakit yang dicatat di Balai Kesehatan Puskesmas.
4.Peningkatan kematian bayi dan balita, dan
5.Peningkatan angka kelahiran dengan angka berat badan dibawah standar.
c.Tanda-tanda yang ketiga yang erat hubungannya dengan masalah sosial ekonomi dalam usaha individu atau rumah tangga untuk mengatasi masalah rawan pangan yang meliputi :
1.Bahan pangan yang kurang biasa dikonsumsi seperti gadung yang sudah mulai dimakan sebagian masyarakat khususnya pulau jawa.
2.Peningkatan jumlah masyarakat yang menggadaikan aset.
3.Peningkatan penjualan ternak, peralatan produksi (bajak dan sebagainya).
4. Meningkatkan kriminalitas.
Pemenuhan ketahanan pangan secara kualitatif tetapi juga harus fokus pada pentingnya pemenuhan kualitas gizi yang dikonsumsi."Pemenuhan gizi tersebut dapat diperoleh dari sektor perikanan sebagai salah satu sumber pemenuhan gizi dan protein,"
Peran sektor perikanan bagi ketahanan pangan, karena ikan sebagai protein hewani yang universal, tidak menimbulkan penyakit seperti flu babi, flu burung, atau
anthrax. Bahkan ikan mampu mencerdaskan dan menyehatkan.
Ketahanan Pangan di Tingkat Rumah Tangga
Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga sangat berkaitan dengan faktor kemiskinan. Ketahanan pangan terutama ditentukan oleh nilai ekonomis beras, sebab beras merupakan komoditas paling penting di Indonesia, terutama bagi kelompok sosial ekonomi rendah. Dengan demikian tingkat harga beras merupakan determinan utama kemiskinan di tingkat rumah tangga. Kebijakan tentang harga beras merupakan dilema bagi masyarakat baik produsen maupun konsumen. Harga beras yang tinggi akan merugikan kelompok masyarakat yang murni sebagai konsumenn seperti masyarakat perkotaan, sedangkan harga beras yang rendah akan merugikan masyarakat petani di pedesaan sebagai produsen beras (Timer, 2004).
Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga dipengaruhi oleh ketahanan pangan di tingkat nasional dan regional, namun tanpa disertai dengan distribusi dan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan, maka tidak akan tercapai ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Berikut solusi yang dapat diaplikasikan guna memenuhi ketahanan pangan di tingkat rumah tangga :
1.Pemanfaatan lahan yang ada di pekarangan rumah dengan menanam sejumlah kebutuhan dapur atau pangan seperti cabe, tomat, ketela rambat, terong, dan lainnya. Dengan begitu, mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan tanpa harus membeli di luar.
2.Memberdayakan keluarga dalam meningkatkan kesejahteraannya secara lahir dan batin.
3.Tim Penggerak Program Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) secara aktif melakukan pengoptimalan pencapaian 10 program pokok PKK yakni gotong royong, penghayatan dan pengamalan Pancasila, pangan, sandang, tata laksana rumah tangga, pendidikan dan ketrampilan, kesehatan, pengembangan kehidupan berkoperasi, kelestarian lingkungan hidup, dan perencanaan sehat.
4.Membuat tambak ikan (ikan mas, ikan lele, ikan bandeng dll), memelihara itik dan ayam guna memehuhi akan kebutuhan gizi dan ekonomi keluarga.
Kesimpulan dan Saran
1.Bahwa agribisnis dapat dijadikan sebagai cara ataupun soluisi dalam mendukung maupun meningkatkan ketahanan pangan Nasional maupun regional, karena agribisnis yang merupakan sebuah sistem dapat kemudian diintegrasikan serta diaplikasikan untuk mendukung berbagai subsistem ketahananpangan, sehingga diharapkan tujuan dari ketahananpangan akan tercapai. Hal ini sesuai dengan teori bahwa fokus dari sistem agribisnis adalah adanya keberlanjutan (sustainable). Sedangkan subsistem ketahananpangan berfokus pada stabilitas (stability).
2.Pengembangan ketahanan pangan khususnya di tingkat rumah tangga, mempunyai prespektif pembangunan yang sangat mendasar karena :
a.Akses pangan dan gizi seimbang bagi seluruh rakyat sebagai pemenuhan kebutuhan dasar pangan merupakan hak yang paling asasi bagi manusia.
b.Poses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas sangat di pengaruhi oleh keberhasilan untuk memenuhi kecukupan pangan dan nutrisi.
3.Praktek pertanian konvensional yang boros energi tak terbarukan di samping membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat juga tidak mencapai sasaran ketahanan pangan secara mantap dan berlanjut.
4.Pertanian Berkelanjutan adalah pertanian yang layak ekonomi, secara lingkungan dapat dipertanggungjawabkan, secara sosial diterima, berkeadilan, dan secara sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan secara holistik.
5.Ketahanan Pangan yang berkelanjutan merupakan tujuan utama Pembangunan Berkelanjutan. Ketahanan pangan dengan memanfaatkan.
6.Keanekaragaman pertanian lokal akan membentuk ketahanan pangan nasional yang mantap dan berjangka panjang.
7.Semua pihak terkait agar memberikan perhatian, dukungan dan dorongan dalam usaha pemberdayaan petani serta menempatkan posisi mereka sama dan sejajar dengan pihak-pihak lain, sebagai pelaksana dan penentu keputusan program peningkatan produksi pertanian termasuk ketahanan pangan.
8.Peran Tim Penggerak Program Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) secara aktif untuk melakukan sosialisasi pemanfaatan lahan yang ada di pekarangan rumah dengan menanam sejumlah kebutuhan dapur atau pangan seperti cabe, tomat, ketela rambat, terong, dan lainnya. Dengan begitu, mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan tanpa harus membeli di luar.
9.Seharusnya pemerintah lebih berhati-hati dan mempertimbangkan dengan matang untuk melakukan impor seperti beras, daging dan kebutuhan lainnya pada kondisi saat ini. Apabila hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar elit, mengapa harus mengorbankan nasib para petani dan peternak kecil yang mengandalkan penghidupannya dari usaha tersebut.
10.Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah lainnya, Diversifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.
11.Indonesia seharusnya konsisten dengan komitmennya dalam melasanakan semua program yang terinci dalam dokumen Agenda 21, termasuk tentang Pertanian Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan.
&&&_eSa_&&&

0 comments:

Posting Komentar

Label

2011 News Africa AGRIBISNIS Agriculture Business Agriculture Land APINDO Argentina Australia Bangladesh benih bermutu benih kakao benih kelapa benih palsu benih sawit benih sawit unggul Berita Berita Detikcom Berita Info Jambi Berita Kompas Berita Padang Ekspres Berita Riau Pos Berita riau terkini Berita Riau Today Berita Tempo bibit sawit unggul Biodiesel biofuel biogas budidaya sawit Bursa Malaysia Cattle and Livestock China Cocoa Company Profile Corn corporation Cotton CPO Tender Summary Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel Oil (PKO) Dairy Dairy Products Edible Oil Euorope European Union (EU) FDA and USDA Fertilizer Flood Food Inflation Food Security Fruit Futures Futures Cocoa and Coffee Futures Edible Oil Futures Soybeans Futures Wheat Grain HUKUM India Indonesia Info Sawit Investasi Invitation Jarak pagar Kakao Kapas Karet Kebun Sawit BUMN Kebun Sawit Swasta Kelapa sawit Kopi Law Lowongan Kerja Malaysia Meat MPOB News Nilam Oil Palm Oil Palm - Elaeis guineensis Pakistan palm oil Palm Oil News Panduan Pabrik Kelapa Sawit pembelian benih sawit Penawaran menarik PENGUPAHAN perburuhan PERDA pertanian Pesticide and Herbicide Poultry REGULASI Rice RSPO SAWIT Serba-serbi South America soybean Tebu Technical Comment (CBOT Soyoil) Technical Comment (DJI) Technical Comment (FCPO) Technical Comment (FKLI) Technical Comment (KLSE) Technical Comment (NYMEX Crude) Technical Comment (SSE) Technical Comment (USD/MYR) Teknik Kimia Thailand Trader's Event Trader's highlight Ukraine umum USA Usaha benih varietas unggul Vietnam Wheat