ISPO : Menjadikan Kebijakan yang Jahat dan Korup untuk Mencapai Sustainable Palm Oil
(hanya akan terwujud kesengsaraan masyarakat adat, petani kelapa sawit dan buruh kebun yang permanen)
Oleh : Mansuetus Darto
Ketua Forum Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit
Akan lebih baik dalam tulisan ini terlebih dahulu penulis memaparkan soal RSPO agar memudahkan kita memahami soal ISPO. RSPO dan ISPO adalah dua hal yang berbeda namun menjual produck yang sama yakni keberlanjutan. Selain itu juga, munculnya ISPO tidak terlepas dari munculnya RSPO yang sudah terlebih dahulu terbentuk. RSPO adalah inisiatif global dan ISPO adalah inisiatif dalam negri. Tulisan ini bukan bermaksud untuk menyudutkan ISPO namun berupaya untuk menggerakkan ISPO sebagai sebuah organisasi yang kaku menjadi lebih bergerak memperbaharui kebijakan yang tidak berdaulat kepada petani kelapa sawit, buruh kebun dan masyarakat adat.
Munculnya Round Table Sustainable Palm Oil atau yang biasa dengan sebutan RSPO telah memobilisasi pikiran masyarakat global akan pentingnya produk sawit yang lestari. RSPO mengklaim bahwa dengan produck sawit lesttari, kerusakan budaya, lingkungan dan ekonomi dan social masyarakat (buruh, petani dan masyarakat adat) dapat di atasi. Untuk itu, RSPO menetapkan 8 prinsip dan 39 kriteria sebagai kitap suci atau panduan akan munculnya produk yang lestari. Aturan tersebut dijalankan oleh perusahaan kebun, petani skema (plasma) dan petani swadaya. Untuk mengetahui 3 sektor tersebut menghasilkan produk yang lestari akan di uji kelayakannya berdasarkan prinsip dan criteria oleh lembaga independen melalui proses sertifikasi.
Indonesia dan Malaysia sebagai Negara produsen CPO terbesar di dunia juga turut terlibat dalam forum RSPO ini sebagai bentuk komitment akan keberlanjutan. Bahkan beberapa perusahaan kebun telah mendapatkan sertifikasi dari RSPO.
Semenjak munculnya RSPO ini telah banyak kritikan dari dalam dan luar sendiri. Misalnya dari beberapa perusahaan terdapat keluhan akan proses-proses yang dilewati misalnya lama nya perusahaan kebun mendapatkan sertifikasi, ongkos yang mahal dalam proses-proses keberlanjutan RSPO serta ancaman akan pembatasan perluasan kelapa sawit skala luas sementara dari kelompok masyarakat masih banyak perusahaan anggota RSPO yang masih melanjutkan pengrusakan ekonomi budaya dan lingkungan masyarakat adat serta minimnya perhatian bagi petani dan buruh kebun.
Melihat kenyataan dinamika perjalanan RSPO terlihat bahwa prinsip dan criteria telah mengancam ekspansi bisnis kebun besar dengan mengakomodasi prinsip FPIC yang dibuktikan dengan dokumen persetujuan masyarakat adat pemilik tanah, moratorium kawasan hutan-konservasi serta pelarangan pembukaan di lahan gambut.
Tentunya hal-hal tersebut membikin Gerang bagi pelaku usaha kebun besar yang selama ini di manjakan oleh kebijakan pemerintah republic Indonesia yang menyokong pengusaha kebun dalam memperluas kelapa sawit skala besar. Tentunya, RSPO sebagai forum internasional dalam hal ini telah mengintervensi dan merubah karakter pelaku bisnis kelapa sawit dalam negri untuk berperilaku mengihormati asas keberlanjutan. Walaupun, RSPO itu sendiri adalah bentuk kebutuhan bisnis asing akan produk dalam negri dengan prasyarat khusus serta tidak mengakomodir tuntutan masyarakat Indonesia akan reforma agrarian (tanah untuk rakyat) namun dapat menciptakan perubahan yang sifatnya minimalis parsial. namun forum ini tidak juga mengatur atau melarang kelompok masyarakat Indonesia untuk melakukan revolusi struktur perkebunan Indonesia yang tidak adil sehingga peran kelompok masyarakat Indonesia tentunya masih memiliki peran yang cukup penting untuk membuat perubahan yang minimalis parsial menjadi perubahan yang maksimal sebagaimana cita-citanya.
Dari beberapa aturan yang terkait dengan RSPO, telah memukul mundur banyak perusahaan kebun yang sembarangan membangun kebun yang jauh dari prinsip keberlanjutan. Dengan mengatas namakan nasionalisme, perusahaan-perusahaan kebun yang kemudian di fasilitasi oleh pemerintah melalui mentri pertanian membentuk ISPO.
Mengapa pentingnya bicara petani kelapa sawit, buruh kebun dan masyarakat adat dalam isu-isu perkelapa sawitan?
• Luas perkebunan kelapa sawit indonesia saat ini adalah 9,2 juta ha. Dan sebagian besar tanah yang digunakan untuk perkebunan tersebut adalah milik masyarakat adat Indonesia. Indonesia sebagai negara mayoritas penghasil CPO yang kemudian di peruntukkan hasilnya untuk masyarakat dunia melalui pasar global harus memfokuskan kepada perhatian akan masyarakat adat Indonesia. Kehidupan Negara dan juga masyarakat global atas produk turunan dari kelapa sawit adalah kontribusi masyarakat adat indonesia. Dan seharusnya konflik yang di alami oleh masyarakat adat dan degradasi budaya serta ekonomi politiknya harus di pertanggungjawabkan oleh negara maju yang mendapatkan hasil dari eksploitasi tanah masyarakat adat serta pemerintah republic Indonesia yang mendapatkan keuntungan ekonomi atas pertumbuhan yang ada dalam negri. Sayangnya, sampai saat ini tidak ada tanggungjawab pasar dan dunia serta bank-bank internasional serta Negara kesatuan republic Indonesia terhadap masyarakat adat indonesia.
• Petani kelapa sawit menguasai 3,5 juta ha perkebunan di indonesia yang dimiliki oleh 2, 5 juta petani kelapa sawit. Seharusnya juga, pemerintah kesatuan republic Indonesia serta dunia global dan pasar-pasar asing harus memberikan tanggungjawabnya bagi petani kelapa sawit indonesia karena sebagian dari hasil produksi petani diperuntukkan masyarakat dunia dan memberikan keuntungan bagi pemerintah indonesia. Sayangnya, dunia dan pasar asing belum memberikan tanggungjawab yang baik untuk memperhatikan nasib petani indonesia yang terbelenggu dalam kergantungan skema kemitraan dan diperlakukan tidak adil dan tidak memajukan petani indonesia.
• dari sekitar 114 juta tenaga kerja Indonesia pada tahun 2009, sebesar 19,70 juta orang (17,32 %) di antaranya merupakan tenaga kerja pada sub sector perkebunan. Karena itu, kontribusi buruh kebun sangat besar dalam peningkatan produksi kelapa sawit nasional. Sayangnya, pemerintah republic Indonesia dan juga masyarakat global belum memberikan tanggungjawabnya bagi kesejahteraan buruh yang permanen.
ketiga alasan tersebut di atas menjadi perhatian masyarakat Indonesia di dalam perkelapa sawitan agar negri ini dan juga masyarakat global dapat memperhatikan nasib masyarakat dalam perkebunan. Bahwa perjuangan masyarakat Indonesia dalam perkebunan belumlah mencapai titik maksimal sehubungan dengan rintangan akan komitment pemerintah republic Indonesia akan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat adat, petani dan buruh dan bahkan cendrung memiskin masyarakat.
Dari catatan SPKS, perjuangan masyarakat di dalam perkebunan yang di lakukan oleh petani kelapa sawit telah banyak di lakukan kriminalisasi. Pihak kepolisian selalu berdalih pada kebijakan pemerintah untuk penegakan hokum. Di bawah ini adalah table kriminalisasi petani kelapa sawit yang di lakukan oleh perusahaan kebun dan institusi Negara kepolisian republic Indonesia pada tahun 2010.
Table kriminalisasi petani kelapa sawit hingga Nopember 2010
Propinsi KABUPATEN PERUSAHAAN KORBAN (jiwa)
JUMLAH
Sumut Tapsel OPM 5
Sulteng Luwuk KLS 24
Riau rohul MAI 6
Bengkulu Seluma PT PN VIII 3
Riau Kuansing TBS 13
Kalbar Ketapang Sinar Mas 2
Kalbar Singkawang patiware 10
Kalbar Sintang Sintang Raya 6
kalbar sanggau BKP 1
Sumbar Pasaman Barat Anam Koto 3
jambi batang hari asiatik persada 35
Total 108
Apa hubungan isu-isu tersebut di atas dengan ISPO?
ISPO memiliki model kerja yang sama dengan RSPO yakni mengarah kepada sertifikasi produk. Namun kitab suci yang di anut yakni prinsip dan criteria yang berbeda. Jika saya membandingkan, prinsip dan criteria RSPO berdasarkan kesepakatan multipihak yakni perusahaan, pasar, petani maka ISPO berdasarkan kebijakan yang ada yang mengatur kelapa sawit. Dalam document ISPO tercatat dasar-dasar kebijakannya yang kemudian di jadikan sebagai ketentuan dasar. Beberapa kebijakan yang ada yakni :
1. UU tentang sistem budidaya tanaman
2. UU tentang perkebunan
3. UU tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian
4. UU tentang lingkungan hidup
5. UU tentang perlindungan varietas tanaman
6. UU tentang kehutanan
7. PP tentang HGU, hak milik dan hak pakai atas tanah
8. PP perbenihan tanaman
9. PP tentang perlindungan tanaman
10. PP tentang analisi mengenai dampak lingkungan
11. Permentan tentang pedoman perizinan usaha perkebunan
12. Permentan tentang pedoman penilaian usaha perkebunan
13. Permentan tentang persyaratan penilai usaha perkebunan
14. Permentan tentang pengujuan, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas
15. Permentan tentang pemasukan dan pengeluaran benih
16. Permentan tentang produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina
17. Peraturan mentri agraria/BPN tentang izin lokasi
18. Keputusan bersama mentri tentang pelepasan kawan hutan dan pemberian hak guna usaha untuk pengembangan
19. Uu tentang tata ruang
20. Permentan tentang pengelolaan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit
21. Permentan tentang penentuan harga TBS
Sementara standar yang digunakan ISPO sebagai prinsip sustainable adalah sebagai berikut :
1. Sistem perijinan dan manajemen perkebunan
2. Penerapan pedoman tehnis budidaya perkebunan dan pengolahan kelapa sawit
3. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan
4. Tanggungjawab terhadap pekerja
5. Tanggungjawab perusahaan terhadap individu dan komunitas
6. Pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat
7. Komitment terhadap perbaikan ekonomi secara terus menerus
Penilaian terhadap perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi akan di berikan kepada perusahaan yang telah mendapatkan Ijin usaha perkebunan, ijin usaha perkebunan budidaya dan ijin usaha perkebunan pengolahan
Dengan melihat dasar-dasar sustainable ISPO dengan berlandaskan kepada kebijakan pemerintah maka rakyat di hadapkan pada masalah penting. Sebab persoalan yang ada selama ini terkait dengan isu-isu social, budaya serta ekonomi masyarakat dan degradasi lingkungan hidup di akibatkan oleh kebijakan pemerintah yang lebih banyak berpihak pada perusahaan besar dan memperbesar keuntungan.
Belum selesainya masyarakat adat berteriak soal perampasan lahan serta petani berteriak soal harga TBS dan buruh berteriak soal kesejahteraan, ISPO justru mempromosikan kebijakan pemerintah yang jahat dan korup.
Beberapa kebijakan “jahat & korup” yang kemudian di jadikan dasar pokok ISPO untk sustainable
Pertama; Bahwa selama ini tanah masyarakat dan hutan adat selalu di gusur untuk kepentingan perkebunan besar dan kemudian konflik dengan masyarakat, di akibatkan oleh kebijakan pemerintah soal ijin usaha yang tumpang tindih dengan wilayah kelola masyarakat adat. Seluruh sumber ekonomi non kayu seperti rotan dan hasil-hasil yang lainnya dipaksakan untuk dikonversi jadi perkebunan besar. Masyarakat yang tergantung dengan hasil hutan bukan kayu, melarat dan miskin.
Kedua; Pemerintah merestui penguasaan atau monopoli tanah untuk satu perusahaan hingga 100.000 ha dalam satu wilayah sementara rakyat Indonesia masih mengalami nasib tanpa tanah sehingga harus menjadi buruh harian lepas. Perusahaan kebun pun bahkan memiliki kekuasaan untuk mengelola tanah hingga 90 tahun melalui kebijakan hak guna usaha.
Ketiga; Pemerintah masih merestui konversi hutan dengan memiliki kewenangan untuk merubah status hutan menjadi kawasan budidaya untuk perkebunan. Tentu merupakan suatu kejahatan yang luar biasa untuk degradasi kawasan hutan Indonesia dan kerusakan lingkungan hidup.
Keempat; pemerintah mendukung pemanasan global dengan konversi lahan gambut untuk kawasan budidaya perkebunan melalui permentan budidaya perkebunan di kawasan gambut.
Kelima; melalui kebijakan pemerintah soal penentuan harga TBS dan sortasi buah, pemerintah melegalkan perampokan uang petani kelapa sawit melalui skema penentuan indek K yang di lakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Keenam; pemerintah terus mendukung monopoli di dalam perkebunan dengan menjadikan petani plasma sebagai buruh dan perusahaan inti sebagai pengelola seluruh unit kebun petani. Ini di ukung oleh kebijakan revitalisasi perkebunan melalui pola manajemen satu atap.
Ketujuh; pemerintah mendukung kriminalisasi bagi rakyat yang berjuang untuk keadilan dan kesejahteraan dalam perkebunan dan demi stabilitas dan keamanan investasi, masyarakat yang berjuang untuk keadilan di kriminalisasikan yang di legalkan melalui UU perkebunan.
Beberapa catatan tersebut di atas adalah reportase kecil soal kejahatan kebijakan pemerintah yang mengatur soal perkebunan. ISPO yang berniat untuk mendapatkan produk yang sustain seharusnya melihat dasar pokok kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat selama ini. Seharusnya ISPO terlebih dahulu melakukan revisi atau perubahan yang menyeluruh soal kebijakan perkebunan yang selama ini menyengsarakan masyarakat adat, buruh kebun dan petani kelapa sawit. ISPO tentunya memiliki kekuatan untuk merubah kebijakan karena kemunculan ISPO di promotori oleh pemerintah melalui departemen pertanian. Jika tidak, maka dapat di bilang bahwa ISPO hanya mengakomodir kepentingan pengusaha perkebunan kelapa sawit dan tentunya selagi kebijakan “jahat dan korup” tadi tidak di lakukan perubahan maka selama itu pula ISPO memberikan sertifikasi bagi produck yang di lahirkan dari darah manusia masyarakat adat, buruh dan petani kelapa sawit.
Dengan 7 standar yang di munculkan oleh ISPO untuk sustainable seperti yang sudah tercatat di atas, apakah mungkin bisa di wujudkan jika kebijakan pemerintah masih membolehkan penghancuran hutan, melegalkan buruh harian lepas, membolehkan pencurian perusahaan melalui Indek K dalam penentuan harga TBS untuk petani, membolehkan monopoli atas tanah hingga 90 tahun serta mendukung konversi gambut ?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
2011 News
Africa
AGRIBISNIS
Agriculture Business
Agriculture Land
APINDO
Argentina
Australia
Bangladesh
benih bermutu
benih kakao
benih kelapa
benih palsu
benih sawit
benih sawit unggul
Berita
Berita Detikcom
Berita Info Jambi
Berita Kompas
Berita Padang Ekspres
Berita Riau Pos
Berita riau terkini
Berita Riau Today
Berita Tempo
bibit sawit unggul
Biodiesel
biofuel
biogas
budidaya sawit
Bursa Malaysia
Cattle and Livestock
China
Cocoa
Company Profile
Corn
corporation
Cotton
CPO Tender Summary
Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel Oil (PKO)
Dairy
Dairy Products
Edible Oil
Euorope
European Union (EU)
FDA and USDA
Fertilizer
Flood
Food Inflation
Food Security
Fruit
Futures
Futures Cocoa and Coffee
Futures Edible Oil
Futures Soybeans
Futures Wheat
Grain
HUKUM
India
Indonesia
Info Sawit
Investasi
Invitation
Jarak pagar
Kakao
Kapas
Karet
Kebun Sawit BUMN
Kebun Sawit Swasta
Kelapa sawit
Kopi
Law
Lowongan Kerja
Malaysia
Meat
MPOB
News
Nilam
Oil Palm
Oil Palm - Elaeis guineensis
Pakistan
palm oil
Palm Oil News
Panduan Pabrik Kelapa Sawit
pembelian benih sawit
Penawaran menarik
PENGUPAHAN
perburuhan
PERDA
pertanian
Pesticide and Herbicide
Poultry
REGULASI
Rice
RSPO
SAWIT
Serba-serbi
South America
soybean
Tebu
Technical Comment (CBOT Soyoil)
Technical Comment (DJI)
Technical Comment (FCPO)
Technical Comment (FKLI)
Technical Comment (KLSE)
Technical Comment (NYMEX Crude)
Technical Comment (SSE)
Technical Comment (USD/MYR)
Teknik Kimia
Thailand
Trader's Event
Trader's highlight
Ukraine
umum
USA
Usaha benih
varietas unggul
Vietnam
Wheat
0 comments:
Posting Komentar