Yusuf Waluyo Jati
Jakarta - Industri oleokimia nasional berproduksi mendekati kapasitas maksimal pada semester I/2010 seiring dengan tingginya permintaan di pasar ekspor dan domestik.
Dengan utilisasi maksimal, produksi di tiga subsektor oleokimia seperti fatty acid, fatty alcohol, dan glycerine melonjak dibandingkan dengan tahun lalu. Produksi fatty acid diperkirakan mencapai 395.000 ton, fatty alcohol sekitar 155.000 ton, dan gliserin mendekati 55.000 ton.
Pada 2009, kapasitas produksi oleokimia mencapai 1,21 juta ton atau 11,86% dari total kapasitas produksi dunia sebesar 10,2 juta ton. Namun, pemanfaatan kapasitas terpasang pada semester I/2009 hanya 62,61% atau setara dengan 378.791 ton.
Adapun total produksi sepanjang 2009 mencapai 757.581 ton. Dari total produksi tersebut, sekitar 71,45% atau 541.265 ton diekspor dan sisanya untuk konsumsi domestik.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia (Apolin) Steve Goe King An mengatakan kinerja industri oleokimia sepanjang semester I/2010 ternyata lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama 2009, kendati industri oleokimia dunia mulai mengalami kelebihan pasokan.
"Untuk semester I/2010, utilisasi produsen oleokimia nasional diperkirakan hampir 100%. Harga CPO [minyak sawit mentah] yang digunakan untuk memproduksi oleokimia berbasis nabati juga relatif bagus," katanya kepada Bisnis kemarin.
Menurut dia, harga CPO saat ini bertahan di kisaran US$700 per ton sehingga produsen oleokimia bersemangat memacu produksi karena akan mendapatkan keuntungan yang sangat wajar di tengah harga tersebut.
"Pada 2008, harga CPO naik drastis dan sempat menyentuh US$1.400 per ton, sehingga kondisinya tidak bagus untuk bisnis oleokimia. Pada 2009, terjadi krisis keuangan global sehingga permintaan berkurang. Kondisi saat ini sangat jauh berbeda. Ada perbaikan," jelasnya.
Ekspansi
Jika utilisasi mencapai titik maksimum, kata Steve, dibutuhkan ekspansi untuk mengatasi permintaan yang terus bertambah.
Beberapa perusahaan oleokimia di dalam negeri seperti Wilmar Indonesia akan membangun pabrik baru oleokimia di Gresik, Jawa Timur. "Saya dengar Wilmar sudah mulai berproduksi di Gresik," katanya.
Sebelumnya, Business Development Wilmar Indonesia Max Ramajaya menjelaskan Wilmar akan membangun pabrik oleokimia berbasis fatty acid dengan kapasitas hingga 200.000 ton per tahun.
Pabrik baru tersebut merupakan bagian dari megaproyek senilai US$500 juta yang telah dirintis sejak pertengahan 2009. Jika pabrik telah berdiri, Wilmar kemungkinan akan memperbesar lagi kapasitas produksi oleokimia.
Direktur Industri Kimia Hilir Ditjen Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Alexander Barus mengatakan selain sektor oleokimia, pemerintah juga menargetkan produksi biodiesel mencapai 400.000-500.000 kiloliter pada 2010.
"Selama beberapa tahun terakhir, produksi biodiesel tak beranjak dari angka 200.000 kiloliter," katanya.
Padahal, total kapasitas produksi biodiesel nasional dari 18 perusahaan biodiesel mencapai 3,18 juta kiloliter per tahun. Artinya, jika produksi biodiesel hanya mencapai 200.000 ton per tahun, utilisasi 18 perusahaan tersebut rerata hanya mencapai 6,28% per tahun.
Kondisi bisnis biodiesel yang belum mengalami kemajuan ini, lanjut Alex, akibat implementasi mandatori BBN (bahan bakar nabati) belum diimplementasikan. Padahal, Inpres No. 45/2009 tentang mekanisme subsidi sudah diterbitkan.
Selama ini, lanjut Alexander, industri hilir CPO berperan penting dalam perekonomian sebagai penghasil devisa, penyerap tenaga kerja, dan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat.
Sejak 2003 hingga 2009, ujarnya, pengembangan industri hilir CPO berbasis oleokimia dan biodiesel justru terus menunjukkan tren menurun.
Untuk memulihkan kondisi bisnis di sektor hilir ini, pemerintah memfokuskan program revitalisasi industri hilir kelapa sawit.
Sumber: Bisnis.com, 30 Juni 2010
Jakarta - Industri oleokimia nasional berproduksi mendekati kapasitas maksimal pada semester I/2010 seiring dengan tingginya permintaan di pasar ekspor dan domestik.
Dengan utilisasi maksimal, produksi di tiga subsektor oleokimia seperti fatty acid, fatty alcohol, dan glycerine melonjak dibandingkan dengan tahun lalu. Produksi fatty acid diperkirakan mencapai 395.000 ton, fatty alcohol sekitar 155.000 ton, dan gliserin mendekati 55.000 ton.
Pada 2009, kapasitas produksi oleokimia mencapai 1,21 juta ton atau 11,86% dari total kapasitas produksi dunia sebesar 10,2 juta ton. Namun, pemanfaatan kapasitas terpasang pada semester I/2009 hanya 62,61% atau setara dengan 378.791 ton.
Adapun total produksi sepanjang 2009 mencapai 757.581 ton. Dari total produksi tersebut, sekitar 71,45% atau 541.265 ton diekspor dan sisanya untuk konsumsi domestik.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia (Apolin) Steve Goe King An mengatakan kinerja industri oleokimia sepanjang semester I/2010 ternyata lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama 2009, kendati industri oleokimia dunia mulai mengalami kelebihan pasokan.
"Untuk semester I/2010, utilisasi produsen oleokimia nasional diperkirakan hampir 100%. Harga CPO [minyak sawit mentah] yang digunakan untuk memproduksi oleokimia berbasis nabati juga relatif bagus," katanya kepada Bisnis kemarin.
Menurut dia, harga CPO saat ini bertahan di kisaran US$700 per ton sehingga produsen oleokimia bersemangat memacu produksi karena akan mendapatkan keuntungan yang sangat wajar di tengah harga tersebut.
"Pada 2008, harga CPO naik drastis dan sempat menyentuh US$1.400 per ton, sehingga kondisinya tidak bagus untuk bisnis oleokimia. Pada 2009, terjadi krisis keuangan global sehingga permintaan berkurang. Kondisi saat ini sangat jauh berbeda. Ada perbaikan," jelasnya.
Ekspansi
Jika utilisasi mencapai titik maksimum, kata Steve, dibutuhkan ekspansi untuk mengatasi permintaan yang terus bertambah.
Beberapa perusahaan oleokimia di dalam negeri seperti Wilmar Indonesia akan membangun pabrik baru oleokimia di Gresik, Jawa Timur. "Saya dengar Wilmar sudah mulai berproduksi di Gresik," katanya.
Sebelumnya, Business Development Wilmar Indonesia Max Ramajaya menjelaskan Wilmar akan membangun pabrik oleokimia berbasis fatty acid dengan kapasitas hingga 200.000 ton per tahun.
Pabrik baru tersebut merupakan bagian dari megaproyek senilai US$500 juta yang telah dirintis sejak pertengahan 2009. Jika pabrik telah berdiri, Wilmar kemungkinan akan memperbesar lagi kapasitas produksi oleokimia.
Direktur Industri Kimia Hilir Ditjen Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Alexander Barus mengatakan selain sektor oleokimia, pemerintah juga menargetkan produksi biodiesel mencapai 400.000-500.000 kiloliter pada 2010.
"Selama beberapa tahun terakhir, produksi biodiesel tak beranjak dari angka 200.000 kiloliter," katanya.
Padahal, total kapasitas produksi biodiesel nasional dari 18 perusahaan biodiesel mencapai 3,18 juta kiloliter per tahun. Artinya, jika produksi biodiesel hanya mencapai 200.000 ton per tahun, utilisasi 18 perusahaan tersebut rerata hanya mencapai 6,28% per tahun.
Kondisi bisnis biodiesel yang belum mengalami kemajuan ini, lanjut Alex, akibat implementasi mandatori BBN (bahan bakar nabati) belum diimplementasikan. Padahal, Inpres No. 45/2009 tentang mekanisme subsidi sudah diterbitkan.
Selama ini, lanjut Alexander, industri hilir CPO berperan penting dalam perekonomian sebagai penghasil devisa, penyerap tenaga kerja, dan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat.
Sejak 2003 hingga 2009, ujarnya, pengembangan industri hilir CPO berbasis oleokimia dan biodiesel justru terus menunjukkan tren menurun.
Untuk memulihkan kondisi bisnis di sektor hilir ini, pemerintah memfokuskan program revitalisasi industri hilir kelapa sawit.
Sumber: Bisnis.com, 30 Juni 2010
0 comments:
Posting Komentar