RSS Feed

Legitimasi RSPO di Uji | Belajar dari 3 Kasus

Posted by Flora Sawita

Legitimasi RSPO di Uji: Belajar dari 3 Kasus
Rabu, 28 April 2010 12:39 | Ditulis oleh Saurlin


Tanaman dan buah kelapa sawit
Minyak sawit sejak lama sudah menjadi primadona di dunia. Bukan karena catatan FOE International bahwa setiap satu dari sepuluh produk makanan yang ada di super market Eropa dipastikan mengandung minyak sawit, tetapi juga demand meningkat seiring dengan pemanfaatannya untuk kebutuhan energi (biofuel) di Eropa yang terus meningkat (komitmen memakai energi terbarukan hingga 20 persen dari total konsumsi energi sampai 2020) (Greasy Palms, FoE, 2005).

“Demam” eco-labelling di Eropa meluas seiring dengan perhatian global terhadap masalah lingkungan yang meningkat. Namun, masalah lingkungan hidup secara global juga meningkat. Gelombang bencana juga meningkat tajam. Anomali perubahan musim dan munculnya wabah penyakit, ditengarai berhubungan dengan masalah lingkungan hidup yang rusak. Ekspansi perkebunan sawit, meski debatable, ditengarai sebagai salah satu penyebabnya. Maka, tuntutan terhadap minyak sawit yang ramah lingkungan dengan labelisasi “halal atau haram” dibutuhkan. Sekitar tahun 2004, Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) muncul di tengah kebutuhan ini.


Legitimasi RSPO DiujiTerdapat tiga kasus besar menyangkut isu minyak sawit di Indonesia yang bisa menjadi pelajaran berharga. Kasus berturut-turut itu, yang pertama adalah kasus pemutusan kontrak pendanaan IFC-WB kepada Wilmar Group pada 2007. Awalnya, pada 2006 Wilmar Group mendapat tentangan keras dari Friends of The Earth International bersama beberapa LSM lokal. Hasilnya, IFC-WB (Divisi Pendanaan Swasta-World Bank) memutus hubungan dengan Wilmar pada 2007. Kasus Wilmar ini awalnya melalui prosedur RSPO, yakni memanfaatkan mekanisme Grievance Panel oleh salah satu anggotanya di Indonesia, Sawit Watch bekerjasama dengan NGO di luar RSPO seperti FoE dan LSM lokal di Kalimantan Barat. Ketidaksiapan kelembagaan membuat proses “peradilan” RSPO ini tidak berjalan.

Laporan justru ditanggapi oleh CAO-WB (Compliance Advisor Ombudsman-World Bank), dengan serius membentuk tim dan kunjungan kelapangan yang hasilnya merekomendasikan IFC untuk menghentikan sementara dukungannya kepada Wilmar. Kemudian lahan seluas 86.039 hektare dikembalikan oleh PT Wilmar Sambar Plantation, salah satu perusahaan dibawah Wilmar Group kepada masyarakat lokal (Saurlin, 2009). Diawal “karir”-nya menyelesaikan persoalan lingkungan hidup, RSPO belum berhasil karena alasan belum siap secara kelembagaan saat itu.

Kasus kedua adalah pemutusan kontrak jual beli minyak sawit antara Unilever dengan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART), Sinar Mas Group pada 2009. Kasus ini berawal dari laporan Greenpeace, sebuah organisasi non pemerintah transnasional. Belum selesai disitu, kasus ketiga pemutusan kontrak jual beli minyak sawit mentah juga dilakukan secara sepihak kepada perusahaan yang sama Nestle pada 2010, atas laporan pengrusakan lingkungan hidup dari organisasi yang sama. Seperti bola salju, dua korporasi lainnya, Sainsbury's dan Shell juga menyatakan di media bahwa mereka tidak akan membeli minyak sawit dari Sinar Mas Group.

Pertanyaannya adalah mengapa kasus-kasus besar seputar sawit ini justru tidak dibahas di RSPO oleh para stakeholder-nya. Dalam upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup, stakeholder RSPO seperti gagap dibandingkan dengan advokasi jaringan transnasional yang dimainkan oleh NGO lingkungan hidup lainnya.


Pembelajaran dari Kehadiran RSPOAda beberapa hal yang menarik dengan kehadiran RSPO sebagai bagian dari rezim baru yang berhasil mempertemukan rantai produksi hingga konsumen sawit. Pertarungan di antara stakeholder RSPO, pada akhirnya berhasil memasukkan unsur perlindungan lingkungan hidup dan pengakuan terhadap hak-hak kolektif dan masyarakat lokal dalam prinsip dan kriteria RSPO, selain mencantumkan kepentingan bisnis tentunya. Artinya, “syahwat” mencari keuntungan, dicoba direm dengan kepentingan lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

RSPO juga menjadi media untuk membuka mata kaum pebisnis terhadap kerusakan ekologi dan sosial, yang tidak tahu banyak kondisi sesungguhnya di lapangan, terutama bankir, investor, dan retailer. Selain itu, pertemuan-pertemuan RSPO sering diramaikan dengan kehadiran para dampingan LSM anggota RSPO dan menyampaikan testimoni penting berkaitan dengan kondisi di lapangan. LSM anggota RSPO juga sering menghadirkan hasil-hasil penelitian kritis di lapangan dan dipresentasikan di hadapan para stakeholder bisnis. Saat ini, RSPO mulai menjual label “halal” minyak sawit, untuk mereduksi jual beli sawit tidak halal lingkungan dan hak asasi manusia di masa yang akan datang.

Di samping hal yang menarik di atas, nilai ‘merah’ di rapor RSPO ditandai dengan sedikitnya dukungan dari LSM ‘progresif’ yang concern dengan isu sawit. Buntutnya, mekanisme RSPO belum dimanfaatkan oleh mereka dalam memecahkan persoalan, seperti contoh yang disebutkan di atas. Dengan demikian, perlu dipertanyakan siapa sesungguhnya stakeholder utama minyak sawit yang ada di tubuh RSPO. Masih menjadi pertanyaan, apakah benar anggota RSPO sudah mencerminkan keterwakilan para pihak seputar minyak sawit.

Kedua, ketimpangan kekuatan di RSPO tidak menjadi pertimbangan. Meja RSPO dibayangkan flat, sehingga diasumsikan diskusi berlangsung fair yang dilakukan oleh semua stakeholder minyak sawit. Pada kenyataannya tidaklah demikian, the “world” is not flat.

Ketiga, LSM lingkungan dan sosial yang terlibat di RSPO terlalu “environmentalist minded” (masalah lingkungan hanya persoalan kaum aktivis lingkungan hidup, tidak dipandang sebagai masalah yang justru sangat erat dengan persoalan ketidakadilan sosial, akibatnya kampanye orang utan, harimau, gajah, dan hewan lainnya lebih mengemuka daripada kampanye terhadap kemiskinan dan kelaparan yang dialami masyarakat lokal dan buruh perkebunan sawit itu sendiri).

Keempat, tujuh kali RTM (Roundtable Meetings) masih seputar penguatan lembaga, penerimaan dan pengesahan anggota baru, penetapan prinsip, kriteria dan indikator, serta sertifikasi. Sementara, percepatan penghancuran hutan terus terjadi di lapangan. Belum ada contoh yang bisa ditunjukkan selain hanya bermain pada kesepakatan-kesepakatan tanpa implementasi.

Kelima, isu baru melibatkan petani kecil di RSPO merupakan topik krusial. Belum ada defenisi dan ukuran yang jelas tentang petani kecil perkebunan sawit. Sementara pelibatan mereka dalam diskusi, lobi-lobi, dan negosiasi yang memerlukan expertise adalah seperti mimpi, baik dari segi kapasitas sumber daya dan pembiayaannya.

Sumber :
http://bakumsu.or.id/news/index.php?option=com_content&view=article&id=404:legitimasi-rspo-di-uji-belajar-dari-3-kasus&catid=34:mei-2010

0 comments:

Posting Komentar

Label

2011 News Africa AGRIBISNIS Agriculture Business Agriculture Land APINDO Argentina Australia Bangladesh benih bermutu benih kakao benih kelapa benih palsu benih sawit benih sawit unggul Berita Berita Detikcom Berita Info Jambi Berita Kompas Berita Padang Ekspres Berita Riau Pos Berita riau terkini Berita Riau Today Berita Tempo bibit sawit unggul Biodiesel biofuel biogas budidaya sawit Bursa Malaysia Cattle and Livestock China Cocoa Company Profile Corn corporation Cotton CPO Tender Summary Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel Oil (PKO) Dairy Dairy Products Edible Oil Euorope European Union (EU) FDA and USDA Fertilizer Flood Food Inflation Food Security Fruit Futures Futures Cocoa and Coffee Futures Edible Oil Futures Soybeans Futures Wheat Grain HUKUM India Indonesia Info Sawit Investasi Invitation Jarak pagar Kakao Kapas Karet Kebun Sawit BUMN Kebun Sawit Swasta Kelapa sawit Kopi Law Lowongan Kerja Malaysia Meat MPOB News Nilam Oil Palm Oil Palm - Elaeis guineensis Pakistan palm oil Palm Oil News Panduan Pabrik Kelapa Sawit pembelian benih sawit Penawaran menarik PENGUPAHAN perburuhan PERDA pertanian Pesticide and Herbicide Poultry REGULASI Rice RSPO SAWIT Serba-serbi South America soybean Tebu Technical Comment (CBOT Soyoil) Technical Comment (DJI) Technical Comment (FCPO) Technical Comment (FKLI) Technical Comment (KLSE) Technical Comment (NYMEX Crude) Technical Comment (SSE) Technical Comment (USD/MYR) Teknik Kimia Thailand Trader's Event Trader's highlight Ukraine umum USA Usaha benih varietas unggul Vietnam Wheat