ZAITUN DAN KRONI-KRONINYA
Zaitun dialah bernama,
tersiar gelar bersama Tursina,
menghijau rupa serupa lumut,
berkilau minyak senilai zamrud.
Wahai, gugusan buah zaitun,
kami musafir dari negeri tengah,
bukan petualang pemakan bangkai,
juga raja-raja yang gemar memerah
darah anak-anak merpati penunggu dahanmu
Darah untuk minyak, dan minyak bagi darah,
bukankah agung mereka bersabda?
Kami kumpulan peziarah,
menghampiri hendak menyapa,
mengenal tetes-tetesan keringatmu yang termasyur,
menyusur jejak kering daunmu yang berkelana jauh-jauh,
sebentar-sebentar mampir di gubuk petani kedelai,
kadang melintasi sela tandan-tandan sawit,
sesekali berjemur menemani bunga-bunga matahari,
lalu menyaksikan ombak pantai tak kunjung menggapai cinta pohon-pohon kelapa,
dan kau hela damai nafasmu pada kelopak kuning bunga kacang
sambil berkata,
"syukur dan syukurlah pada-Nya,
tiba waktu mengunjungi sobat-sobat tersisa,
wijen dan jagung itu, itulah mereka.
Akan tetapi, yang lewat-lewat jangan dilupa,
sebab engkau harus mengenal semua,
dan biarkan mereka mengabarkan betapa
rumit watak ciptaan-Nya, sedangkan itu setitik zarah belaka."
0 comments:
Posting Komentar