Medan, Kompas - Sekitar 120.000 hektar hutan di Sumatera Utara beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dalam lima tahun terakhir. Alih fungsi hutan itu belum mendapatkan izin resmi dari Departemen Kehutanan. Perusahaan yang terlibat dalam alih fungsi lahan hanya mengantongi izin lokasi dari bupati setempat.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut JB Siringoringo, Kamis (20/11) di Medan, alih fungsi hutan menjadi perkebunan antara lain terjadi di Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Tapanuli Selatan yang kini menjadi Kabupaten Padang Lawas, pemekaran dari Tapanuli Selatan.
”Perusahaan belum mengantongi izin dari Menteri Kehutanan, tetapi hanya izin lokasi dari bupati setempat,” ujarnya.
Menurut dia, pengalihfungsian kawasan hutan menjadi perkebunan tidak boleh dilakukan tanpa izin dari Departemen Kehutanan. Bupati yang mengeluarkan izin lokasi untuk alih fungsi hutan menjadi perkebunan sudah dilaporkan Dinas Kehutanan Sumut ke penegak hukum. Namun, menurut Siringoringo, sampai saat ini belum ada tindakan tegas.
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Baharudin Jafar saat dikonfirmasi menyatakan, sampai saat ini Polda Sumut masih memeriksa kasus- kasus alih fungsi hutan itu. Salah satunya adalah kasus PT Graha Dura Leidong Prima dan Sawita Leidong Jaya di Labuhan Batu.
Labuhan Batu dan Tapanuli Selatan, kata Siringoringo, paling parah tingkat degradasi hutannya.
Menurut dia, salah satu kasus alih fungsi hutan menjadi perkebunan yang paling luas di Sumut terjadi di hutan Register 40 Padang Lawas yang dulu masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto seusai acara penyerahan sertifikat massal di Desa Giring Menang, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis, menyatakan, lahan telantar di Indonesia sangat luas. Salah satu penyebabnya adalah lahan tidak dimanfaatkan sesuai peruntukan.
Sebagian besar lahan digunakan sebagai agunan bank oleh pemegang izin kelola lahan. Menurut Joyo, hal itu berpotensi menimbulkan sengketa tanah. Kini tercatat ada 7.491 kasus. Penyebab lain adalah ketidakjelasan batas tanah dan hak waris. Dari kasus sengketa, ada 11 juta hektar lahan telantar.
”Dari pemegang hak guna usaha saja ada 1,93 juta hektar lahan telantar atau 30 kali luas wilayah Singapura,” katanya. Peruntukan lahan telantar umumnya untuk budidaya perkebunan, pertanian, dan peternakan.
”Ada pemegang izin kelola yang hanya memanfaatkan sebagian kecil dari luas lahan yang dikelola,” kata Gubernur NTB Zainul Majdi, menunjuk kondisi riil di sejumlah kabupaten di Pulau Sumbawa.
Di kabupaten-kabupaten tersebut, lebih dari 10 tahun lalu ada 48 izin pertambangan yang dikeluarkan para bupati, tetapi tidak satu pun usaha pertambangan diwujudkan.
Untuk itu, BPN memberi sanksi kepada pemegang izin kelola dan menertibkan. Pemegang hak kelola lahan diberi waktu tiga tahun untuk mengolah lahan. Jika ketentuan itu tidak diindahkan, pemerintah memberi peringatan tiap bulan selama tiga kali. Jika tidak digubris, pemerintah mencabut izin kelola. Sebelumnya, pemerintah memberi peringatan setelah lahan telantar selama lima tahun. (BIL/RUL)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/21/01115621/120.000.hektar.hutan.beralih.fungsi.jadi.perkebunan
0 comments:
Posting Komentar