Perkembangan terkini dari kasus penangkapan dan penahanan Ninik Mamak dan Masyarakat kampung Air Maruap Kenagaria Kinali Kab. Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat, hingga saat ini satu orang bernama Rifai Datuak Bandaro ditahan di Rutan Cabang Lubuk Sikaping oleh Kejari Lubuk Sikaping di Talu. Dua orang atas nama Nazar Imbang Langit dan Kasmir sudah dibebaskan dengan penangguhan penahanan (seharus bebas demi hukum karena masa tahannya di tingkat penyidik sudah habis). sebanyak 22 orang lagi saat ini telah ditetap tersangka dan hampir setiap hari Kepolisian Polres Pasaman Barat melakukan pemanggilan dan mencarinya ke Kampung Air Maruap. Saat ini masyarakat merasa sudah tidak aman, ketakutan untuk menghadiri pemanggilan karena takut akan ditangkap dan ditahan langsung oleh Polres Pasaman Barat.
Ke-22 orang tersebut adalah Karanai Dt. Sampono, Sarimal, Yulisman Kali Basa, sihen, rasidin, ahmad jais, basri, waji, munar, syarun, syamsir bujang, siin, ingki, , akek, azar, pisar, izul, buyung pian, anto, awen. Ke-25 orang masyarakat dan Ninik Mamak Kampung Air Maruap di atas diduga telah melakukan tindak pidana perkebunan sebagaimana dimaksud Pasal 21 jo pasal 47 UU No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, pada hari kamis tanggal 8 Mei 2008 sekitar pukul 100.00 wib bertempat diarel perkebunan yang dikelola oleh CV. Tiara Jaya di Jorong VI Koto Utara Nagari Kinali Kec. Kinali Kab. Pasaman Barat telah tindak pidana perkebunan berupa perbuatan melarang pekerja panen, perbuatan menganggu pekerja dan/atau melakukan tindakan lain yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan kelapa sawit dengan cara mendatangi kebun tersebut secara bersama-sama dan setiba diareal kebun, para tersangka langsung melaang pekerja untuk melakukan panen buah kelapa sawit serta melarang pekerja untuk mengangkut buah sawit dari lokasi kebun dan mengeluarkan bauh sawit dari dalam truk CV. Tiara Jaya dan mengusir para pekerja dan karyawan agar mengosongkan barak dan meninggalkan lokasi kebun.
sebagaiamana yang telah kami jelaskan dala, kronologis kasus ini sebelumnya, bahwa kasus ini berawal dari konflik tanah ulayat imbang langit dengan Pemkab Pasaman sejak tahun 1992 dan tahun 1996 yang diklaim sebagai tanah negara bekas hak erfacht 372 sebagaian di kampung Air Maruap. Atas dasar klaim tersebut tanah ulayat Imbang langit di kuasai oleh PT. Tunas Rimba (perusahan perkebunan) sebagai lahan inti seluas 200 Ha dan diperuntukan sebagai kebun plasma untuk mantan anggota anggota DPRD Provinsi Sumbar dan DPRD Kab. Pasaman periode 1992-1997, anggota dan keluarga Kodim Pasaman, termasuk Masyarakat oleh Pemkab. Pasaman seluas 600 Ha dengan mengunakan kredit KKPA Bank Nagari Cab. Simpang Empat dan untuk pekerjaannya di tunjuk PT. Tunas Rimba selaku kontraktor.
Realisasi dari pembangunan perkebunan sawit sampai tahun 2000 hanya sekitar 165 Ha dari 600 Ha lahan plasma, sisa menjadi lahan terlantar dan rimba kembali yang kemudian diolah kembali oleh anak kemenakan imbang langit untuk areal perkebunan sawit karena merupakan tanah ulayatnya bahkan masyarakat yang dijanjikan akan mendapat plasma tidak pernah terealisasi. Pada tahun 2007 tiba-tiba Mantan Anggota DPRD Sumbar dan Kab. Pasaman periode 1992-1997 mengklaim kembali memiliki lahan disawit diatas areal kebun sawit yang telah ditanami anak kemenakan Imbang langit kepada CV. Tiara Jaya, pahal lahan masih anggunan bank nagari dan diperbolehkan dipindahtangankan sesuai SK Bupati Pasaman. Konflik ini diselesaikan dengan dibrntuk Tim oleh Pemda kab. Pasaman Barat tanggal 28 Maret 2008 dengan status lahan status quo dan kedua belah pihak baik CV. Tiara Jaya dan masyarakat serta Ninik Mamak Kampung Air Maruap diminta menahan diri dan penyerahakan penyelesaiannya kepada Tim.
Tetapi kemudian tanggal 8 Mei 2008 , CV. Tiara dikawal aparat kepolisian melakukan panen sawit yang jelas-jelas melanggar kesepakatan dan mengambaikan TIM yang dibentuk Bupati untuk penyelesaiannya. Atas dasar ini lah ketika itu masyarakat mencoba untuk mengingatkan CV. Tiara Jaya dan melarangnya untuk panen dan mengangkut kelapa sawit, tapi nyatanya tetatp dilakukan secara terus menerus tanggal 28 Mei dan 4 Juli 2008 dengan pengawalan Polres Pasaman Barat, oleh karenanya diduga kuat Kapolres Pasaman Barat terlibat langsung dalam kasus ini (berpihak) dan jauh melampaui kewenangannya termasuk mengabaikan tim penyelesaian yang dibentuk Bupati tanggal 28 Maret, sementara sengketa ini murni sengketa perdata yang penyelesaiannya telah diserahkan kepada Tim yang dibentuk bupati.
Berakaitan dengan hal diatas, kami sangat mengharapkan dukungan dan surat protes dari kawan-kawan jaringan ke Polres Pasaman Barat dan Kapolda Sumbar untuk menghentikan segala tindakan penangkapan dan penahanan terhadap Ninik Mamak dan Masyarakat kampung Air Maruap agar tidakan kriminalisasi ini tidak semakin mengorbankan masyarakat yang menuntut hak-haknya atas tanah ulayat.
Terima kasih, lebih lanjut dan lengkap dapat baca kronologis kasus dan format surat protes ke Polres Pasaman Barat.
Salam
Vino Oktavia
Koordiv. HAM LBH Padang
0 comments:
Posting Komentar