Evaluasi Lahan
- Tahap awal dari pembukaan perkebunan kelapa sawit adalah melakukan evaluasi lahan. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap satuan lahan yang telah ditetapkan berdasarkan hasil survei tanah. Evaluasi kesesuaian lahan didahului oleh kegiatan survei dan pemetaan tanah untuk mendeskripsikan satuan-satuan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan didasarkan pada penilaian beberapa karakteristik lahan yang disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit.
- Pembangunan kebun kelapa sawit yang tidak didahului dengan evaluasi kesesuaian lahan akan menimbulkan banyak masalah pada waktu mendatang, khususnya yang berkaitan dengan kultur teknis, sehingga akan meningkatkan biaya pengelolaan kebun. Apabila evaluasi kesesuaian lahan dilakukan, maka berbagai faktor pembatas lahan dapat diatasi secara dini. Hasil dievaaluasi kesesuaian lahan bermanfaat dalam pengelolaan kebun kelapa sawit, khususnya untuk mencapai produktivitas tanaman sesuai dengan potensi lahannya.
- Burung hantu (Tyto alba) merupakan predator tikus yang sangat potensial pada perkebunan kelapa sawit. Predator ini mampu menurunkan serangan tikus pada tanaman muda hingga di bawah 5%. Sementara itu, ambang kritis serangan tikus di perkebunan kelapa sawit sebesar 10%.
- Burung hantu mampu bertelur 2-3 kali dalam setahun, kemudian menjadi dewasa setelah berumur 8 bulan. Telur yang dihasilkan bervariasi antara 4–19 butir, bergantung pada ketersediaan makanan. Seekor burung hantu mampu memangsa tikus 2–5 ekor sehari.
- Pada umumnya penanggulangan serangan tikus di perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan racun tikus (rodentisida). Namun cara ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan dianggap tidak ekonomis.
- Penggunaan burung hantu sebagai musuh alami merupakan satu alternatif penanggulangan hama tikus di perkebunan kelapa sawit yang sangat efektif dan efisien. Biaya pengendalian serangan tikus dengan burung hantu hanya berkisar 50% dibandingkan penanggulangan tikus secara kimiawi.
- Pengendalian hayati ulat api Setothosea asigna pada kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, yaitu virus ß Nudaurelia, multi plenucleo-polyhedrovirus (MNPV), dan jamur Cordyceps aff. militaris.
- Mikroorganisme entomopatogenik tersebut merupakan sarana pengendalian hayati yang efektif, efisien, dan aman terhadap lingkungan. Virus ß Nudaurelia dan MNPV efektif mengendalikan ulat, sedangkan jamur Cordyceps aff. militaris efektif untuk kepompong hama tersebut.
- Pemanfaatan mikroorganisme entomopatogenik dapat mengurangi atau bahkan menggantikan insektisida kimia sintetis (semua jenis insektisida golongan piretroid sintetis, misalnya Decis 2,5 DC dan Matador 25 EC) dalam pengendalian ulat api di perkebunan kelapa sawit. Penggunaan insektisida kimia sintetis selama ini justru seringkali menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, sehingga permasalahan hama menjadi lebih rumit, seperti munculnya resistensi dan resurgensi hama.
- Pengendalian ulat api menggunakan bahan alami terbukti lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan menggunakan insektisida kimia sintetis, dengan biaya pengendalian hanya 7% dari biaya pengendalian secara kimiawi.
- Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda dan dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama menghasilkan hingga 69%. Di samping itu, kumbang tanduk juga mematikan tanaman muda sampai 25%.
- Penggunaan feromon sebagai insektisida alami sangat efektif, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan teknik pengendalian konvensional. Feromon merupakan bahan yang mengantarkan serangga pada pasangan seksualnya, mangsanya, tanaman inang, dan tempat berkembang biaknya. Komponen utama feromon sintetis kumbang tanduk adalah etil-4 metil oktanoat. Feromon tersebut dikemas dalam kantong plastik.
- Biaya pemanfaatan feromon hanya 20% dari biaya aplikasi insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Hal itu disebabkan harga feromon yang murah dan cara aplikasi di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Harga satu sachet feromon sebesar Rp75.000.
- Penyebab busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman kelapa sawit adalah Ganoderma boninense yang merupakan jamur tanah hutan hujan tropis. Jamur G. boninense bersifat saprofit (dapat hidup pada sisa tanaman) dan akan berubah menjadi patogenik apabila bertemu dengan akar tanaman kelapa sawit yang tumbuh di dekatnya. Serangan BPB dapat terjadi sejak bibit sampai tanaman tua, tetapi gejala penyakit biasanya baru terlihat setelah bibit ditanam di lapangan.
- Busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit dapat dikendalikan dengan menggunakan biofungisida Marfu-P. Hasil uji aplikasi Marfu-P menunjukkan bahwa satu bulan setelah perlakuan masih dijumpai adanya Ganoderma dan Trichoderma pada potongan akar yang sama. Ganoderma pada akar kelapa sawit dan pada potongan akar karet sudah melapuk setelah 3 bulan perlakuan Trichoderma.
- Bahan aktif yang digunakan untuk biofungisida Marfu-P adalah sporakonidia dan klamidospora jamur Trichoderma koningii (isolat MR 14). Harga biofungisida Marfu-P hanya sebesar Rp4.000/kg.
- Biofungisida Marfu-P banyak digunakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit milik negara dan swasta. Manfaat yang diperoleh dengan adanya aplikasi biofungisida Marfu-P adalah pengendalian BPB bersifat ramah lingkungan, sehingga bahaya pencemaran lingkungan oleh insektisida kimiawi dapat dihindari.
0 comments:
Posting Komentar